Mumpung Haji, Bolehkah Pasutri Berhubungan Intim agar Dapat Keturunan di Makkah?

Jika ingin menambah keturunan saat rangkaian berhaji, ini yang harus diperhatikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Jun 2024, 20:30 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2024, 20:30 WIB
Dilihat dari Kewajibannya
Ilustrasi Pelaksanaan Ibadah Haji Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Mumpung berpasangan suami istri sedang di kota Makkah, melaksanakan ibadah haji. Sekaligus ada keinginan menciptakan kenangan tak terlupakan. Maka dua keinginan, antar aibadah khusyuk dan menciptakan momen dilakukan secara bersama.

Kejadian semacam ini tercermin dalam keinginan beberapa orang yang berkunjung ke Kota Suci Makkah untuk menciptakan momen yang spesial dengan membuat atau memperbanyak keturunan.

Ada sebagian orang, sejak awal, impian untuk menunaikan ibadah haji dan merasakan momen spiritual yang mendalam telah membakar hati banyak orang.

Namun, bagi sebagian individu impian tersebut tidak hanya berhenti pada ibadah semata, tetapi juga meluas hingga mencakup momen penting lainnya, seperti keinginan untuk menghasilkan keturunan, bahkan di tempat suci seperti Makkah tersebut.

Bagi mereka, membuat anak di kota yang memiliki makna religius yang mendalam seperti Makkah bukan hanya sekadar memperkokoh ikatan keluarga, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan rohani yang tak terlupakan. Harapannya juga mendapat keturunan yang berkualitas.

Lalu bolehkah demikian?

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


Ini yang Harus Dibedakan

Ilustrasi ka'bah, ibadah haji
Ilustrasi ka'bah, ibadah haji. (Photo by ibrahim uz on Unsplash)

Mengutip Hidayatuna.com, pendakwah muda, Ustad Ahmad Fauzan Amin menjelaskan bahwa jika kasusnya ingin membuat anak di tanah suci saat musim haji, maka yang perlu diperhatikan oleh orang tersebut adalah harus bisa membedakan antara musim haji dengan rangkaian ibadah haji.

“Jadi kita harus bisa membedakan antara musim haji dengan rangkaian ibadah haji. Nah, artinya haji reguler ini kan durasinya (menetap di Arab) sekitar 40 hari,” kata Ustad Fauzan dalam acara Podcast Setengah Kamar.

Misalnya untuk jemaah haji jangan sampai salah beranggapan bahwa yang dilarang untuk melakukan hubungan suami istri itu selama menetap 40 hari di Makkah, melainkan yang dilarang adalah ketika sudah memasuki rangkaian ibadah haji selama 4-5 harian.

“Yang dilarang itu ketika kita sudah ihram, (saat) memulai rangkaian ibadah haji. Sekitaran 9 Dzulqa’dah sampai selesai rangkaian ibadah haji,” jelasnya.


Berikut Ini yang Dilarang

Ilustrasi ibadah haji, umrah, muslim, Ka'bah
Ilustrasi ibadah haji, umrah, muslim, Ka'bah. (Foto oleh Muhammad Khawar Nazir: https://www.pexels.com/id-id/foto/laki-laki-pria-lelaki-suami-18996539/)

Dengan demikian lanjut Ustad Fauzan, aktivitas melakukan hubungan suami istri dalam rangka untuk memperoleh anak berkualitas di tanab suci dibolehkan dan sah-sah saja asal harus diluar rangkaian ibadah haji.

“Artinya di luar rangkaian ibadah haji itu tidak apa-apa melakukan hubungan suami istri.Yang dilarang itu ketika sudah niat ihram sampai batas akhir, tahallul atau tawaf ifadah atau perpisahan. Itu yang dilarang,” tegasnya.

Sebagai informasi, ritual ibadah haji sejatinya hanya membutuhkan waktu berkisar selama 4-5 hari. Rangkaiannya meliputi ihram, wukuf, tawaf, sa’i, dan tahallul.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya