Liputan6.com, Jakarta - Popularitas self-love book bertajuk #88LOVELIFE begitu terdengar gaungnya pada 2014 lalu. Setelah meraih sukses dan hadir dengan tiga buah buku yang didominasi warna pink, kini pembaca akan disuguhkan pada persembahan baru dari sang penulis, Diana Rikasari.
Ibu dua anak ini bakal segera meluncurkan buku keempat yang diberi judul Self-Acceptance by #88LOVELIFE pada 7 Oktober 2019 mendatang. Sebelum resmi rilis, Diana pun berbagi bocoran untuk buku yang berkolaborasi dengan ilustrator Dinda Puspitasari.
Advertisement
Diana tentu memiliki sudut pandang sendiri mengenai self-acceptance atau menerima diri. Adalah bagaimana ia mendapat pembelajaran soal sering kali dalam hidup mempertanyakan kata "kenapa".
Advertisement
"Aku pelan-pelan mengerti, we should stop asking why (kita harus berhenti bertanya kenapa) tapi lebih pada "apa". Aku akhirnya kalau lagi sedih aku tanya "apa" berarti what is God trying to teach me through this struggle (apa yang Tuhan berusaha ajarkan aku lebih lewat perjuangan ini)" kata Diana Rikasari di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Rabu (28/8/2019).
Baca Juga
Setelah meresapi banyak hal yang telah dilalui dalam hidup, Diana pun perlahan mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang melingkupi diri. Perjuangan justru membuatnya menjadi pribadi yang lebih positif.
"Struggle ini aku jadi lebih kuat, sabar, tahu cara menghadapi orang, dan itulah blessing-nya. Di sana aku bisa menerima. Kita harus berhenti bertanya "kenapa" tetapi apa yang Tuhan coba banyak ajarkan pada diri," tambahnya.
Ada jeda dua tahun dalam proses pembuatan buku ini. Pada fase tersebut, Diana banyak terinspirasi dari kehidupannya untuk menghasilkan setiap quotes yang penuh makna.
"Salah satunya motherhood, tentunya ketika menjadi ibu yang punya tanggung jawab kita jadi mengorbankan waktu kita, mengorbankan mimpi-mimpi kita sedikit, mungkin mencapai mimpi tetap terjadi tapi lebih lama," katanya.
Penulis sekaligus fashion desainer ini juga tak memungkiri bahwa isu yang paling berpengaruh adalah ketika ia harus pindah negara. Diana kini menetap di Swiss mengikuti sang suami yang bekerja di sana.
"Aku itu sempat cukup lama merasa ini benar harus pindah, karena aku merasa rumah saya di Indonesia struggle banyak di situ. Aku dekat banget sama keluarga, aku sempat sedih banget," jelas Diana.
Butuh waktu kurang lebih satu tahun untuk Diana dapat 'menerima' kepindahan tersebut. "Setelah setahun aku baru mulai kayak kenapa dipindah ke sini, apa yang coba Allah ajarin aku. Oh aku jadi mandiri, pikiran lebih terbuka, aku belajar hal-hal baru," ucapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Penulisan dan Proses Healing
Jeda dua tahun dalam proses pembuatan buku diakui Diana Rikasari bukan tanpa dasar. Tidak ada target menjadi salah satu alasan mengingat semua sumber inspirasi berdasarkan pengalamannya sendiri.
"Buku ini paling personal, sangat jujur. Ada beberapa part yang bikin aku malu karena menelanjangi perasaan aku banget. Nulis dari hati dan nggak jarang nangis," kata Diana.
Bentuk tulisan dari buku ini konseptual sebuah kesimpulan yang dapat berhubungan pada banyak orang. Di sisi lain, ia memiliki cara tersendiri dalam urusan menulis saat dilingkupi emosi.
"Aku tidak pernah menulis saat emosional seperti marah, over-excited, sedih karena pikiran tidak balance. Sehari atau dua hari setelahnya baru nulis lagi," tambahnya.
Menulis juga menjadi proses healing ketika suasana hati Diana sedang tidak baik. Healing yang dimaksud adalah dengan dapat menerima hidup memang demikian. Misalnya saja soal masalah keluarga yang dirasa Diana tidak selesai-selesai.
"Sekarang ya sudah itu masalah keluarga sudah terjadi dari dulu, cuma aku bisa stop itu di keluarga aku bahwa aku Insha Allah dengan keluarga baru aku dan anak-anak dan start new culture. Lebih menerima aja karena sesuatu yang tidak diubah." katanya lagi.
Ia menambahkan menerima diri memang tidak mudah. Meski begitu, menerima diri dapat dijabarkan dalam banyak hal mulai dari menerima kekurangan diri, kekurangan fisik, menerima masa lalu yang menghantui, masalah keluarga yang tiada henti, hingga mimpi yang belum terwujud.
"Semua orang bisa relate dan semua berjuang tetapi beratnya berbeda-beda. Yang pasti itu sangat berat walau masalah berbeda. Kita harus menerima hidup berat tetapi yang penting memilih untuk bersyukur. It's ok to be sad, merasa gagal, dan move on saja," tambahnya.
Advertisement