Liputan6.com, Jakarta Beragam karya seni yang tercipta lewat ide kreatif dan inovasi tak jarang tersaji dengan mengagumkan. Satu di antaranya adalah karya instalasi yang mengusung tajuk "Harmoni(S)", yang berada di kompleks cagar budaya Candi Muaro Jambi.
Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu, 28 Oktober 2020, pembuatan karya ini melibatkan 10 seniman dari Kilau Art Studio Jakarta yang berkolaborasi dengan 40 perajin resam serta masyarakat Kabupaten Muaro Jambi. Turut didukung pula oleh Kemendikbud RI lewat program Fasilitasi Bantuan Kebudayaan (FBK) 2020.
Ketua Komunitas Kilau Art Studio Saepul Bahri menyebut, karya seni ini bentuk respons atas keberagaman masyarakat Jambi. Disinggung pula soal isu lingkungan melalui resam yang menjadi bahan baku pembuatan.
Advertisement
Baca Juga
"Kami berharap karya ini bisa menjadi ikon atas nilai-nilai kerukunan dan keselarasan masyarakat Jambi yang beragam. Selain itu kami juga memuliakan resam yang notabene adalah gulma sebagai bahan baku. Hal tersebut semata-mata sebagai sindiran terhadap kondisi lingkungan di berbagai wilayah negeri ini," kata Saepul
Melibatkan sebanyak-banyaknya partisipan dalam proses pengerjaan jadi visi lain dari Kilau Art Studio. Hal tersebut bertujuan agar nilai-nilai kebersamaan dan kolaborasi yang direpresentasikan dalam bentukan karya yang sangat nyata dan dirasakan, bahkan sejak proses pembuatannya.
"Satu hal yang menjadi tujuan kami saat menerima bantuan ini (FBK) adalah menciptakan sebuah karya yang bukan bersumber dari ego komunitas saja, melainkan karya yang bisa dimiliki siapa saja karena melibatkan banyak orang," ungkap Rengga dari Komunitas Kilau Art.
Ia melanjutkan, lewat kolaborasi, pihaknya berharap adanya transfer ilmu pengetahuan, baik dari komunitas ke perajin dan masyarakat, juga sebaliknya. Dikatakan Rengga, proses pembuatan karya seni ini menghadapi tantangan tersendiri, yakni bagaimana setiap pihak dapat saling menerima dan berkompromi satu sama lain.
"Justru lebih dan kurangnya karya ini menjadi nilai tersendiri, yaitu kolaborasi tadi. Sehingga ada dialektika yang ditawarkan oleh Harmoni(S)," lanjut Rengga.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Di Balik Penggunaan Resam
Pembuatan karya yang memanfaatkan gulma resam (nama latin dicranopteris linearis), yakni pakis hutan sebagai bahan utama ini mengusung pesan khusus yang ingin disampaikan ke masyarakat. Menurut kurator seni, Hendra, pemuliaan resam jadi inti dari karya yang membawa pesan pengingat, bahwa kondisi lingkungan tengah terancam.
Dua lokasi jadi fokus karya Harmoni(S), yakni Desa Sukamaju sebagai penyuplai bahan baku resam dan perajin yang berkolaborasi, juga kawasan penopang cagar budaya Candi Muaro Jambi sebagai lokasi penempatan karya, telah lama menghadapi ancaman lingkungan.
Misalnya di Desa Sukamaju, masifnya perkebunan sawit membawa dampak negatif bagi lingkungan sekitar. Lalu, tidak jauh dari kawasan penopang cagar budaya Candi Muaro Jambi, ancaman tambang batu bara telah lama meresahkan masyarakat, selain kepungan sawit tentunya.
"Ya, inti nya itu, warning atas dampak perluasan infrastruktur. Ini (karya Harmoni(s)) juga bisa menjadi mitigasi dampak negatif infrastruktur pada ekosistem setempat," jelas Hendra.
Di balik ancaman itu, kehadiran resam turut menjadi berkah tersendiri bagi masyarakat, terkhusus masyarakat Desa Sukamaju. Jauh sebelum karya gigantik ini dibuat, resam telah lama dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk ragam kerajinan.
"Adanya kerajinan dari resam ini merupakan bentuk pemanfaatan sampah ekologis budidaya silvikultur. Bisa menjadi road map ekonomi kreatif berbasis gulma meski ironisnya juga menjadi tanda keragaman hayati ekosistem yang terganggu. Istilahnya, berkah misterius dari tragedi deforestasi," tambahnya.
Advertisement
Sentuhan Kekinian
Sorotan menarik lain dari karya gigantik ini terkait lokasi penempatan karya. Kawasan kompleks Candi yang dahulu sakral dan seolah tidak tersentuh dengan kehadiran budaya baru, kini dipilih menjadi tempat karya Harmoni(S) berdiri.
"Seniman-seniman dari Kilau Art Studio seolah ingin menyambung masa lampau dengan fenomena saat ini," kata kurator seni Bambang Asrini Widjanarko.
Bambang menyinggung soal Candi Kedaton, candi yang paling dekat dengan karya Harmoni(S) di kompleks Candi Muaro Jambi, sebagai Global Ancient College. Candi ini 1.200 tahun lalu jadi tempat mengajar ribuan murid dan peziarah.
"Seni diperlukan untuk menyampaikan ke luar bahwa ada sebuah peradaban kuno yang hingga kini terawat dengan baik dan bisa menjadi refleksi bagi kita semua. Juga bagaimana progresifnya kebudayaan itu dibangun dan terbangun oleh masyarakat yang cerdas pada masa lampau. Hal itu memantul pada kita lewat karya seni ini (Harmoni(S))" tutur Bambang.
Di sisi lain, orientasi Candi Kedaton sebagai warisan budaya masa lampau dan karya seni Harmoni(S) sebagai representasi budaya kekinian juga menarik untuk di simak. "Jika kita perhatikan, Candi Kedaton sebagai peninggalan budaya masa lampau berorientasi pada sungai, sebagai penghubung dan pusat mobilitas kala itu," kata Hendra.
"Bandingkan dengan karya Harmoni(S) yang berorientasi pada aspal (jalan raya) yang kini juga kita ketahui amat penting di era modern saat ini. Sebuah fenomena yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut," ungkap Hendra.
Kehadiran karya seni gigantik Harmoni(S) bisa menjadi penanda era baru seni kontemporer yang berbasis pada kolaborasi, isu kekinian dan pemanfaatan wilayah-wilayah inti. Tentunya hal tersebut juga harus ditunjang dengan riset dan indikator yang memadai.
"Sebuah model karya seni yang melahirkan kegiatan ekonomi padat karya, padat ide, dan realistis," tutup Hendra.