Liputan6.com, Jakarta - Topik tentang krisis iklim makin santer dibicarakan. Jika beberapa tahun lalu terasa jauh, efek perubahan iklim kini semakin nyata yang ditandai oleh cuaca ekstrem yang melanda seluruh dunia. Seiring dengan itu, muncul sejumlah istilah yang mungkin tak banyak dikenal orang, seperti COP26
COP26 merupakan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tahun ini digelar di Glasgow, Skotlandia. COP merupakan singkatan dari Conference of the Parties untuk Pertemuan PBB tentang Perubahan Iklim, sementara ‘26’ menandakan pertemuan itu berlangsung ke-26 kali.
Dilansir dari CNN, Senin, 18 Oktober 2021, pertemuan ini akan mengumpulkan para pemimpin global ilmuwan, dan negosiator tentang iklim yang biasanya berlangsung setiap tahun. COP26 akan berlangsung dari 31 Oktober hingga 12 November 2021.
Advertisement
Baca Juga
Selain COP26, ada istilah-istilah lain yang jamak disebut saat membicarakan soal perubahan iklim. Apa saja itu?
Emisi Nol Bersih dan Emisi Negatif
Emisi nol bersih (net zero emissions) merupakan pencapaian keseimbangan antara emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dengan yang dikeluarkan ke atmosfer. Untuk mencapai hal ini, negara dan perusahaan perlu menggunakan metode alami, yaitu dengan menanam pohon atau memulihkan padang rumput.
Menanam pohon ataupun memulihkan padang rumput dapat membantu untuk menyerap karbon dioksida (CO2), yang merupakan gas rumah kaca yang paling banyak dihasilkan oleh manusia. Selain itu, dapat pula menggunakan teknologi penangkap gas dan menyimpannya agar tidak lepas ke atmosfer.
Banyak negara yang telah berjanji untuk mencapai emisi nol bersih pada pertengahan abad. Negara-negara yang belum melakukannya hingga COP26, merupakan sebuah tekanan besar bagi mereka.
Menurut ilmuwan, untuk menyelamatkan dunia dari perubahan iklim, emisi nol bersih saja tidak cukup. Maka, mereka memperkenalkan istilah emisi negatif.
Istilah itu digunakan para ilmuwan pada Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Emisi negatif merupakan situasi di mana jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan dari atmosfer lebih banyak daripada jumlah yang dikeluarkan manusia pada periode waktu tertentu.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Penyerapan Karbon
Penanaman tumbuhan alami, seperti pohon dan vegetasi lainnya, dapat menghilangkan CO2 dari atmosfer melalui kegiatan fotosintesis. Laut juga merupakan penyerap karbon utama yang dilakukan oleh fitoplankton, tumbuhan dalam laut yang menyerap karbon dioksida. Menurut para ilmuwan, pelestarian dan perluasan penyerapan alami seperti hutan sangat penting untuk mengurangi emisi.
Penangkapan dan Penyimpanan Karbon
Penangkap dan penyimpanan karbon merupakan teknologi untuk menghilangkan dan menahan karbon dioksida dari atmosfer. Tekonologi terkini untuk menyerap karbon langsung dari sumbernya, seperti dari batu bara, minyak bumi, hingga gas, sudah tersedia. Sementara, teknologi baru sedang dikembangkan untuk menyerap karbon dari udara.
Biasanya, penyimpanan karbon berada di waduk bawah tanah atau dasar laut. Para ilmuwan mengatakan proses ini cukup berisiko untuk memasukkan begitu banyak karbon di bawah tanah. Menurut Institut Global CCS, hanya 27 fasilitas komersial yang beroperasi penuh di seluruh dunia, sementara 100 lainnya sedang dalam pengembangan.
Salah satu cara untuk menangkap dan menyimpan karbon, yaitu carbon dioxide capture and storage (CCS) yang merupakan sebuah proses CO2 yang dihasilkan oleh pembangkit listrik, dikumpulkan langsung ke titik emisi, dikompresi, dan diangkut untuk disimpan dalam formasi geologi dalam.
NCD
NCD merupakan kepanjangan dari Nationally Determined Contributions atau kontribusi yang ditentukan secara nasional. Ini istilah yang digunakan oleh PBB untuk rencana nasional masing-masing negara guna memangkas emisi gas rumah kaca.
Dalam Perjanjian Paris 2015 yang ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia, negara diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri bagaimana mereka akan memenuhi target untuk memperlambat pemanasan global sesuai dengan perjanjian. Seharusnya, NCD ini diperbaharui setiap tahun dan diserahkan ke PBB. Nyatanya, banyak negara yang gagal menyerahkan hasil kerja mereka menjelang COP26.
Â
Â
Advertisement
1,5 Derajat
Jika berbicara mengenai pemanasan global, seringkali terdengar kata 1,5 derajat. Angka itu merupakan target untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat pra-industri. Target ini banyak ditentang oleh beberapa negara penghasil bahan bakar fosil, tetapi para ilmuwan telah memperingatkan dampak yang jauh lebih buruk jika batas suhu ini dilanggar.
Negara-negara yang menandatangani Perjanjian Paris pada 2015 sepakat untuk membatasi peningkatan suhu global hingga jauh di bawah 2 derajat, tetapi sebaiknya 1,5 derajat. Sebuah analisis dari Climate Action Tracker (CAT) mengungkapkan bahwa tidak satu pun negara, termasuk anggota G20 seperti Indonesia, yang memiliki rencana ke depan untuk memenuhi kewajiban di bawah Perjanjian Paris.
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati merupakan keseluruhan sistem kehidupan di bumi, di darat, dan di laut. Laporan Global Biodiversity Outlook PBB memperingatkan bahwa percepatan krisis iklim dapat memperburuk kondisi keanekaragaman hayati. Tantangan ini meliputi hilangnya dan penurunan habitat, kepunahan massal spesies, penurunan lahan basah, dan polusi yang disebabkan oleh plastik dan pestisida.
Pada awal 2021, negara yang tergabung dalam G7 (Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat) sepakat untuk melestarikan 30 persen daratan dan laut di negara mereka untuk melindungi keanekaragaman hayati. Mereka berharap cara ini diadopsi oleh lebih banyak negara di COP26. (Gabriella Ajeng Larasati)
Keragaman Hayati Hutan Adat Guguk
Advertisement