Invasi Rusia ke Ukraina Berimbas pada Pemulihan Industri Perjalanan

Industri perjalanan tengah memulihkan diri dari dampak Covid-19. Belum usai perjuangan itu, kini hadir tantangan baru, yakni invasi Rusia ke Ukraina.

oleh Putu Elmira diperbarui 06 Mar 2022, 19:07 WIB
Diterbitkan 06 Mar 2022, 19:07 WIB
Ilustrasi Pesawat Terbang
Ilustrasi pesawat terbang. (dok. Unsplash.com/@trinitymmoss)

Liputan6.com, Jakarta - Industri perjalanan tengah berupaya memulihkan diri dari dampak hebat yang ditimbulkan akibat masa pandemi Covid-19. Belum selesai perjuangan itu, kini hadir tantangan terbaru, yakni invasi Rusia ke Ukraina.

Dilansir dari CNN, Minggu (6/3/2022), sejumlah maskapai penerbangan dan operator tur bersiap dengan berbagai pembatasan karena mas apandemi. Setidaknya itu adalah gambaran yang ada selama dua tahun industri perjalanan yang terdampak hebat.

Sejauh ini, lebih dari 30 negara telah menutup wilayah udara mereka ke Rusia, dengan Moskow bereaksi dengan cara yang sama. Otoritas Penerbangan Sipil Rusia mengumumkan telah menutup wilayah udaranya untuk maskapai dari setidaknya 37 negara pada Selasa, 1 Maret 2022.

Wilayah udara di atas Ukraina, Moldova, dan sebagian Belarus juga tetap ditutup. Dalam jangka pendek ini berarti pembatalan penerbangan atau pengalihan rute penerbangan. Namun, konsekuensi jangka panjang untuk industri perjalanan bisa jauh lebih luas.

Harga minyak mentah global melonjak menjadi lebih dari 110 dolar AS per barel pada Rabu karena investor khawatir ekspor energi Rusia akan dibatasi atau dihentikan sebagai akibat dari konflik di Ukraina. Lonjakan harga ini akan membuat semua jenis perjalanan menjadi lebih mahal.

Ditambah dengan rute udara yang berpotensi lebih panjang yang membutuhkan lebih banyak bahan bakar karena mereka menghindari ruang udara Rusia yang tertutup. Harga yang lebih tinggi pada akhirnya harus diteruskan ke konsumen.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Risiko Perjalanan

Ilustrasi
Ilustrasi pesawat lepas landas. (dok. unsplash.com)

Maskapai penerbangan terbesar Eropa, Lufthansa, menyebut jalan memutar di Asia akan menelan biaya "satu digit juta euro" per bulan. Berbicara kepada wartawan selama pembaruan pendapatan perusahaan pada Kamis, kepala keuangan Lufthansa Remco Steenbergen mengungkapkan operator perlu menaikkan harga tiket untuk mengimbangi kenaikan harga bahan bakar dan biaya lainnya.

Lonjakan tarif dapat menyebabkan permintaan yang lebih rendah. Itu berarti berita buruk bagi industri yang telah berjuang untuk menebus kerugian terkait pandemi, belum lagi inflasi.

Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA), telah memperingatkan "risiko tinggi" terhadap pesawat sipil yang terbang di dekat perbatasan Ukraina. Wilayah udara di atas Rusia, Belarus, Polandia, Slovakia, Hongaria, Rumania, dan Moldova juga termasuk dalam daftar risiko.

EASA menggandakan ukuran zona peringatan di sekitar Ukraina pada Jumat, karena khawatir "rudal jarak menengah menembus ke wilayah udara yang dikendalikan." Badan itu menambahkan, "khususnya, ada risiko penargetan yang disengaja dan kesalahan identifikasi pesawat sipil."

Peringatan EASA tidak akan dianggap enteng setelah penerbangan Malaysia Airlines MH17 ditembak jatuh di Ukraina timur pada 2014 dan menewaskan 298 orang. Penyelidik menyebut rudal yang menjatuhkan pesawat itu ditembakkan dari peluncur milik brigade rudal anti-pesawat ke-53 Rusia. Bagi banyak pelancong dan kru yang sudah ketakutan oleh kekhawatiran Covid-19, gagasan terbang di dekat zona konflik mungkin terlalu berlebihan.

Pandemi

Pesawat
Ilustrasi kabin pesawat. (dok. unsplash.com/angelacompagnone)

Di tengah pandemi global masih erat kaitannya dengan pembatasan perjalanan dan karantina khusus negara. Badan-badan perjalanan telah meminta pemerintah untuk mencabut pembatasan perjalanan terkait Covid-19 karena masyarakat yang divaksinasi berharap semacam kembali ke "normal."

Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan kondisi di lapangan di Ukraina dan krisis pengungsi yang diakibatkannya akan mempermudah penyebaran virus corona. "Setiap kali Anda mengganggu masyarakat seperti ini dan membuat jutaan orang berpindah, maka penyakit menular akan memanfaatkannya," kata Dr. Mike Ryan, direktur Program Kedaruratan Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia, dalam jumpa pers pada Rabu.

Ryan menambahkan, "Orang-orang berkumpul, mereka stres, dan mereka tidak makan, mereka tidak tidur dengan benar. Mereka sangat rentan terhadap dampak, pertama-tama terinfeksi sendiri. Dan kemungkinan besar penyakit itu akan menyebar."

Pembatalan Masif

Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)
Ilustrasi bendera Rusia (pixabay)

Menurut Asosiasi Operator Tur Rusia (ATOR), orang Rusia melakukan lebih dari 10,1 juta perjalanan terkait pariwisata ke luar negeri pada 2021. ATOR mengatakan kepada kantor berita negara Rusia bahwa 46,5 persen dari total arus turis ke 32 negara bagian terbuka adalah ke Turki, dengan Turis Rusia melakukan 4,7 juta perjalanan ke negara itu tahun lalu.

Dolar pariwisata itu tampaknya akan mengalir dengan baik hingga 2022. Data terbaru dari perusahaan analisis perjalanan ForwardKeys menunjukkan pemesanan penerbangan keluar Rusia untuk Maret, April dan Mei telah pulih ke 32 persen dari tingkat pra-pandemi, sebelum invasi ke Ukraina, dengan Turki, UEA, Maladewa, dan Thailand menjadi tujuan yang paling banyak dipesan.

Itu semua berubah dengan Rusia mengobarkan perang kepada Ukraina. Destinasi yang mengalami tingkat pembatalan langsung tertinggi selama periode 24--26 Februari adalah Siprus (300 persen), Mesir (234 persen), Turki (153 persen), Inggris (153 persen), Armenia (200 persen) dan Maladewa (165 persen), data dari perusahaan. Absennya turis Rusia akan menjadi pukulan besar bagi tujuan wisata yang sangat bergantung itu.

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina

Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Reaksi Global terhadap Serbuan Rusia ke Ukraina. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya