Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan zaman bukan hanya berdampak pada teknologi yang semakin canggih, namun juga cara untuk berkomunikasi dan menjalin hubungan. Kini, kita juga bisa mencari jodoh melalui telepon genggam dengan berbagai aplikasi kencan.Â
Tapi, apakah pasangan yang bertemu pada aplikasi kencan dapat bahagia dalam pernikahan? Dilansir dari New York Post, Kamis, 5 Oktober 2023, sebuah studi baru menemukan bahwa pasangan menikah yang bertemu secara online kurang puas dengan pernikahan mereka, dibandingkan pasangan menikah yang bertemu secara langsung.
Baca Juga
"Hasilnya memberikan bukti adanya efek dari kencan online. Orang yang berkencan secara online menyatakan kualitas pernikahan yang lebih rendah dibandingkan mereka yang diperkenalkan dengan pasangannya secara offline," demikian bunyi analisis yang dilakukan oleh para peneliti di Arizona State University, pada September 2023.
Advertisement
Dalam studi ini, para penguji menyurvei 923 orang dewasa yang menikah di Amerika Serikat yang berusia di atas 18 tahun. Sekitar setengah dari kontributor penelitian pernah bertemu pasangannya di situs kencan, sementara subjek lainnya bertemu pasangannya melalui teman, keluarga, di tempat kerja, atau di klub malam.
Para peneliti tersebut berusaha untuk mengetahui pengaruh dari tempat di mana pasangan bertemu, baik dalam aplikasi atau dalam skenario kehidupan nyata, pada kepuasan dan stabilitas pernikahan mereka.
Peserta survey diajukan pertanyaan seperti "Seberapa baik pasangan Anda memenuhi kebutuhan Anda?" dan "Seberapa puaskah Anda dengan pernikahan Anda?" untuk menentukan kepuasan pernikahan mereka secara keseluruhan. Ada pula pertanyaan "Pernahkah Anda atau pasangan Anda secara serius menyarankan gagasan perceraian?" untuk menunjukkan stabilitas dari pernikahan para peserta survey.
Hasil Penelitian
"Peserta yang bertemu pasangannya dalam kencan online melaporkan lebih banyak marginalisasi sosial dibandingkan mereka yang bertemu secara offline," tulis para peneliti, yang mendefinisikan marginalisasi sosial sebagai seberapa besar masyarakat Amerika yang menolak jenis pasangan romantis tertentu.
Meskipun para ilmuwan mencatat bahwa kencan online telah menjadi sangat populer selama dekade terakhir, khususnya di kalangan Gen Z dan milenial berusia antara 18 dan 29 tahun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orang-orang di Amerika Serikat masih lebih menghargai hubungan yang dimulai secara langsung daripada hubungan yang dimulai secara online.
Pada Oktober 2022, sepasang kekasih asal New York, Mike dan Sidney Lee, mengatakan kepada The Post bahwa mereka berbohong kepada keluarga mereka, dengan mengatakan bahwa mereka bertemu di sebuah bar ketika kisah cinta mereka sebenarnya dimulai di Tinder karena takut akan stigma kencan online.
Menurut studi yang dilakukan Arizona State University, tekanan akibat marjinalisasi masyarakat sering kali menyebabkan pasangan di dunia maya mengalami lebih sedikit persetujuan, dukungan, dan penerimaan dari teman dan keluarga, dibandingkan kekasih yang pertama kali menjalin hubungan secara langsung.
"Peserta yang bertemu dalam kencan online melaporkan kepuasan dan stabilitas yang lebih rendah, sebagian disebabkan oleh marginalisasi masyarakat terhadap hubungan mereka," tulis para peneliti, "Yang dikaitkan dengan penurunan persetujuan jaringan dibandingkan mereka yang bertemu secara offline."
Advertisement
Dukungan dari Orang Sekitar Pengaruhi Kualitas Hubungan
"Dukungan yang diterima atau tidak diterima pasangan dari jejaring sosial dapat berdampak penting pada kualitas hubungan mereka," kata penelitian tersebut. "Penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak teman dan keluarga yang menyetujui hubungan seseorang, semakin besar cinta, kepuasan, dan komitmen yang mereka rasakan terhadap pasangannya."
Para peneliti mengungkapkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap ketidakpuasan yang mengganggu pernikahan para pengguna aplikasi kencan digital. "Orang yang menikah dengan seseorang yang mereka temui melalui kencan online, cenderung lebih muda dibandingkan mereka yang bertemu pasangannya secara offline," tulis penelitian tersebut.
Kencan online juga meningkatkan ukuran kumpulan kencan, yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menggunakan platform kencan online mungkin memiliki lebih banyak pengalaman berkencan dibandingkan orang lain sebelum memilih pasangan. Namun, pengalaman berkencan yang lebih banyak mungkin menunjukkan berkurangnya kestabilan dalam memilih pasangan.
"Ini juga bisa berarti bahwa orang-orang yang berkencan secara online menjadi kewalahan dengan pilihan mereka," tulis para peneliti, "Yang berpotensi menyebabkan berkurangnya kepuasan dan keputusan yang lebih buruk dalam diri pasangan."
Marjinalisasi Sosial dalam Hubungan
Penelitian tersebut juga mencatat, orang-orang yang mencari jodoh pada aplikasi online cenderung berada dalam hubungan sesama jenis atau antar-ras, yang menurut penelitian, dapat memperburuk marjinalisasi masyarakat dari dunia nyata. Hal itu menyebabkan masing-masing pasangan merasa kurang percaya diri tentang hubungan mereka.
"Berada dalam hubungan antar ras juga memperburuk dampak negatif pertemuan online terhadap pernikahan," tulis penelitian itu. "Meskipun kencan online mungkin mendorong hubungan yang lebih beragam secara ras, pasangan mungkin masih menghadapi prasangka dan diskriminasi pada kehidupan nyata, ini yang memengaruhi kualitas pernikahan mereka."
Terlepas dari hasil penelitian tersebut, jurnal ilmiah lainnya yang pernah diterbitkan pada November 2021 menemukan bahwa pasangan yang menikah lewat aplikasi kencan berpeluang lebih tinggi untuk bercerai. Namun, peneliti dari Arizona State University bersikeras bahwa pasangan yang bertemu secara online tersebut tidak akan bercerai.
"Sebaliknya, tingkat kepuasan dan stabilitas rata-rata masih cukup tinggi terlepas dari bagaimana pasangan bertemu," bunyi dari penelitian tersebut. Para peneliti berharap temuan mereka menginspirasi perubahan terkait kencan virtual, baik di masyarakat maupun di dunia.
Penelitian tersebut juga mengungkapkan beberapa faktor yang dapat ditingkatkan untuk menjalani hubungan online dengan lebih baik, yaitu dengan mengatasi hambatan seperti jarak dan marjinalisasi masyarakat dan faktor risiko unik terkait dengan cara pasangan bertemu.
Advertisement