Tren Pariwisata 2025 Bakal Lebih Personal, Wisata Alam dan Interaksi dengan Unsur Lokal Paling Diminati

Indonesia Tourism Outlook 2025 mengungkap tren pariwisata tahun mendatang yang mengarah pada personalisasi, kustomisasi, lokalisasi, kelompok tur yang lebih kecil.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 11 Okt 2024, 06:51 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2024, 15:00 WIB
Kemenparekraf menyelenggarakan diskusi Indonesia Tourism Outlook 2025 di Aston Kemaypran City Hotel, Jakarta Pusat pada Kamis (10/10/2024).
Kemenparekraf menyelenggarakan diskusi Indonesia Tourism Outlook 2025 di Aston Kemaypran City Hotel, Jakarta Pusat pada Kamis (10/10/2024). (Dok: Liputan6.com/dyah)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Tourism Outlook 2025 mengungkap tren pariwisata tahun mendatang yang mengarah pada personalisasi, kustomisasi, lokalisasi, kelompok tur yang lebih kecil. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno mengungkap bahwa kini sebagian besar wisatawan juga akan memilih destinasi yang menerapkan aspek sustainability dan ingin kontribusi pada ekonomi lokal.

Namun pariwisata sendiri menyumbang 8 persen emisi karbon global, sehingga pemerintah pun berusaha agar aktivitas pariwisata sekarang bisa lebih menerapkan unsur sustainability. "Kemenparekraf bekerja sama dengan Jejakin untuk menghitung dan memonitor jejak karbon aktivitas pariwisata di Indonesia melalui Carbon Footprint Calculator," Kata Sandi terkait langkah untuk membuat pariwisata ikut andil mewujudkan aspek sustainability, saat hadir secara daring dalam Seminar Indonesia Tourism Outlook 2025 pada Kamis (10/10/2024). 

Direktur Kajian Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Agustini Rahayu menyambung bahwa perminatan terhadap destinasi yang sustainability arahnya juga menuju pariwisata berkualitas. "Demand-nya di Indonesia Tourist Outlook 2025 lebih ke wisata alam dan interaksi dengan lokal. Jadi penting perubahan mindset masyarakatnya perlu ditingkatkan untuk peduli lingkungan," terangnya.

Untuk itu pemerintah membawa konsep Blue-Green-Circular-Economy (BGCE), yang mendorong penerapan kepedulian terhadap prinsip-prinsip kepedulian terhadap lingkungan. Dengan konsep tersebut, aktivitas usaha di bidang pariwisata dan pendukungnya harus tetap mengedepankan prinsip ekonomi dan nilai manfaat secara sosial, ekonomi, lingkungan yang harus lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.  

 

Integrasi BGCE untuk Pariwisata Berkelanjutan

Ilustrasi pariwisata Bali
Brand hand sanitizer Antis bersama tiket.com berkolaborasi mendukung program pemerintah pulihkan industri pariwisata. (dok. Unsplash.com/Jeremy Bioshop)

BGCE sendiri jika dibedah lebih lanjut, untuk blue economy akan fokus antara perekonomian dan konservasi lingkungan dalam konteks maritim dan daerah pesisir. Kemudian green economy akan menekankan pada ekonomi, lingkungan dan kepedulian. Lalu circular economy akan mengutamakan aktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan melalui proses dan perputaran material untuk memaksimalkan fungsi ekosistem dan kesejahteraan manusia. 

Meski telah dipetakan dan minat wisatawan akan tourism sustainability baik, Agustini menyambung bahwa bahwa konsep sustainability sendiri masih belum mengkristal pemahamannya di masyarakat, terutama bagi industri. Ia menyebut bahwa pariwisata sebenarnya adalah bisnis yang memanfaatkan apa yang sudah ada, maka untuk bisa berlangsung di masa depan sebuah destinasi harus dijaga kelestariannya.

"Destinasi adalah given, jadi bagaimana cara mengelolanya, awareness perlu ditingkatkan," terang Ayu lagi.

Agustini menambahkan bahwa pengukuran penerapan BGCE memiliki tantangan karena belum banyak stakeholder pariwisata yang melakukan kegiatan BGCE secara konsisten dan spesifik. Selain itu sulitnya melakukan kuantifikasi terhadap dampak kegiatan BGCE dan kurangnya kompetensi SDM untuk melakukan pengukuran dampak kegiatan BGCE. 

 

 

 

Regulasi untuk Mendukung Prinsip BGCE Sudah Ada

Tegallalang Rice Terrace
Tegallalang Rice Terrace, sawah berundak yang jadi salah satu destinasi wisata favorit wisatawan yang terletak di Tegallalang, Gianyar, Bali. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Regulasi sebagai landasan penerapan BGCE menurut Agustini sangat diperlukan untuk mempermudah tercapainya tujuan. Namun tetap perlu ada upaya menyempurnakan regulasi yang ada, khususnya Permenparekraf No.9 Tahun 2021, agar dapat mengakomodasi prinsip-prinsip BGCE secara lebih baik. 

Prinsip pariwisata berkelanjutan juga telah tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian ada pula Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Laut. 

Agustini menambahkan bahwa pariwisata berkelanjutan bisa tercapai dengan regulasi pendukung, edukasi dan kesadaran masyarakat, kolaborasi dengan pemangku kepentingan dan dukungan finansial. Tak kalah penting harus ada peningkatan kapasitas SDN, transparansi produk atau destinasi, jaminan keamanan, hingga memberdayakan masyarakat lokal, pelestarian lingkungan yang menyeluruh, serta penegakan hukum dan regulasi.

Adapun pariwisata berkelanjutan bukan lagi opsi, tetapi jadi arus utama dalam pengelolaan sektor penting penyumbang devisa di Indonesia. Untuk itu, Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) meluncurkan Buku Putih Pengembangan Pariwisata Labuan Bajo pada puncak perayaan World Tourism Day (WTD) di Taman Parapuar, pada Jumat malam, 27 September 2024. 

 

Buku Putih Pengembangan Pariwisata Labuan Bajo

Perkuat Langkah Wujudkan Pariwisata Berkelanjutan di Labuan Bajo, BPOLBF Luncurkan Buku Putih
Peluncuran Buku Putih Pengembangan Pariwisata Labuan Bajo pada puncak perayaan World Tourism Day (WTD) di Taman Parapuar, pada Jumat malam, 27 September 2024. (dok. BPOLBF)

Peluncuran itu disebut sebagai tonggak penting dalam pengembangan kawasan Labuan Bajo Flores sebagai destinasi pariwisata super prioritas yang inklusif dan berkelanjutan. Proses penyusunannya melibatkan berbagai pihak, seperti instansi pemerintah, tokoh-tokoh budaya, praktisi kepariwisataan, dan beberapa narasumber terkait. 

Dokumen yang disebut pula sebagai policy statement itu bertujuan menyampaikan informasi dan rekomendasi mengenai isu-isu dalam pengembangan pariwisata dan sekaligus merupakan wujud nyata dari rangkaian diskusi, kajian, dan konsultasi mendalam yang melibatkan para pemangku kepentingan di berbagai sektor.

Fokus utamanya adalah untuk memberikan arahan dan panduan komprehensif dalam mengembangkan infrastruktur, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta menjaga kelestarian lingkungan, alam, dan budaya lokal. Arahan itu akan efektif bila seluruh pihak yang terlibat punya komitmen kuat dan berkolaborasi dalam mewujudkannya.

"Buku Putih ini diharapkan menjadi rujukan pengambilan kebijakan untuk isu strategis yang urgent dan menjadi perhatian pada wilayah Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo dan Flores secara keseluruhan," kata Plt. Direktur Utama BPOLBF, Frans Teguh, dalam sambutan, dikutip dari rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Minggu, 29 September 2024.

 

Infografis 5 Destinasi Wisata Super Prioritas
Pemerintah telah menetapkan 5 Destinasi Super Prioritas, antara lain Borobudur, Likupang, Danau Toba, Mandalika, dan Labuan Bajo. (Dok: Tim Grafis/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya