Liputan6.com, Jakarta - Jejak Ratu Elizabeth II sepeninggalnya masih terpampang nyata di sana sini, termasuk di diarinya. Catatan harian terakhirnya itu pun diungkap di salah satu halaman biografi kerajaan yang ditulis Robert Hardman, Charles III: New King. New Court. The Inside Story.
Baca Juga
Menurut penjelasan di buku yang terbit pada 7 November 2024 itu, mendiang Ratu Elizabeth terus menulis diarinya hingga dua hari sebelum kematiannya pada usia 96 tahun, pada 8 September 2022.
Advertisement
"Saat berada di Balmoral tercinta pada tanggal 6 September, mendiang Yang Mulia - yang dengan tekun mencatat di buku harian sepanjang masa pemerintahannya yang memecahkan rekor 70 tahun - duduk untuk, seperti yang selalu dia lakukan, mencatat peristiwa hari itu. Tidak mengherankan bahwa raja rajin dalam dokumentasinya, bahkan ketika penyakit membuatnya semakin lemah," lapor Tatler.
Dikutip dari People, Rabu (13/11/2024), catatannya sederhana, hanya terdiri dari lima kata, 'Edward came to see me (Edward datang menemui saya)'. Nama yang disebut merujuk pada Sir Edward Young, sekretaris pribadinya, yang membantu Ratu membuat pengaturan untuk pengambilan sumpah menteri Perdana Menteri Inggris yang baru terpilih Liz Truss.
Menunjuk Truss pada 6 September 2024 akan terbukti menjadi keterlibatan publik terakhir Ratu setelah seumur hidupnya mengabdi untuk publik. "Ternyata dia masih menulisnya di Balmoral dua hari sebelum kematiannya," tulis Hardman, menurut kutipan dalam The Telegraph. "Entri terakhirnya sefaktual dan sepraktis biasanya."
Kebiasaan Ratu Elizabeth Menulis Diari
Diari Ratu Elizabeth bukan tempat untuk introspeksi, tetapi lebih merupakan catatan peristiwa yang terjadi sepanjang hari-harinya yang sibuk. Catatan itu mungkin untuk membantunya mengingat apa yang terjadi pada hari tertentu, dan mungkin untuk berfungsi sebagai arsip kejadian sehari-harinya untuk para sejarawan di masa depan.
"Saya tidak punya waktu untuk mencatat percakapan, hanya kejadian," kata Ratu Elizabeth kepada pencatat harian masyarakat Kenneth Rose.
Seorang mantan staf keluarga kerajaan mengatakan kepada The Sun pada 2019 bahwa Ratu Elizabeth menulis di buku hariannya dengan pena isi ulang menggunakan tinta hitam. Setiap buku harian juga diberi tanda dengan cipher-nya dan diberi nomor dengan angka Romawi.
Buku harian itu diikat dengan kulit, dan menulis di buku hariannya adalah tindakan terakhir hari itu untuk mendiang Ratu setiap malam tidak peduli seberapa larut jam atau seberapa lelah dia, kata mantan anggota keluarga kerajaan itu. Itu adalah tugas yang tidak boleh dilewatkan, dan dia menulis di meja, tidak pernah di tempat tidur.
Advertisement
Raja Charles Mewarisi Kebiasaan Ibunya
Kebiasaan tersebut juga diwarisi putra sekaligus pewaris tahtanya, Raja Charles. Seorang pejabat senior mengatakan kepada Hardman bahwa dulu Charles menulis secara naratif. Tapi kini, dia 'mencoret-coret kenangan dan renungannya di akhir setiap hari'.
Hanya lebih dari dua tahun setelah kematiannya, Raja Charles (75) berbicara tentang kepergian ibunya di Balmoral, yang terletak di Aberdeenshire, Skotlandia, dan telah lama menjadi tempat peristirahatan akhir musim panas favorit bagi anggota keluarga kerajaan.
Saat berpidato di Parlemen Skotlandia pada 30 September 2024, Raja berkata, "Berbicara dari perspektif pribadi, Skotlandia selalu memiliki tempat yang sangat istimewa di hati keluarga saya dan saya sendiri. Almarhum ibu saya terutama menghargai waktu yang dihabiskan di Balmoral, dan di sanalah, di tempat yang paling dicintainya, di mana dia memilih untuk menghabiskan hari-hari terakhirnya."
Sementara, mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johson memilih cara berbeda dalam mengekspresikan hubungannya dengan mantan penguasa monarki Inggris. Ia memilih membocorkan alasan kematian Ratu Elizabeth II yang sebenarnya, berbeda dengan tertulis di sertifikat kematiannya.
Pernyataan Kontroversial Boris Johnson soal Penyebab Kematian Ratu Elizabeth II
Menurut Johson dalam buku itu, dikutip dari CNN, Rabu, 2 Oktober 2024, "Saya telah mengetahui selama satu tahun atau lebih bahwa dia menderita kanker tulang, dan dokternya khawatir bahwa sewaktu-waktu kondisinya akan mengalami penurunan tajam."
Informasi itu sontak menarik perhatian lantaran ia melanggar protokol kerajaan. Dalam buku yang akan dirilis 10 Oktober 2024 itu, Johnson mengklaim bahwa Ratu Elizabeth II menderita kanker tulang sebelum kematiannya.
Pernyataan Johnson adalah indikasi publik pertama dari seorang mantan pejabat senior pemerintah mengenai apa yang mungkin menjadi penyebab kematian Ratu Elizabeth II. Ia secara resmi mengundurkan diri sebagai perdana menteri hanya dua hari sebelum kematian sang ratu di Balmoral, Skotlandia.
Johnson bukanlah perdana menteri pertama yang mengenang kehidupannya, masa jabatannya, dan interaksinya dengan mendiang Ratu dalam autobiografinya. Mantan PM Inggris Tony Blair, Gordon Brown, dan David Cameron semuanya melakukan hal yang sama, namun hanya secara umum dan tanpa informasi sedetail yang diberikan Johnson.
Lalu, bagaimana pihak istana bersikap? Istana Buckingham memiliki kebijakan untuk tidak mengomentari buku-buku yang diterbitkan tentang keluarga kerajaan. Karena itu, Istana Buckingham tidak membenarkan maupun membantah pernyataan Johnson.
Advertisement