Pelajaran Mahal dari si Penghina Jokowi

Si tukang sate masuk bui karena diduga menghina Presiden Jokowi, dengan mengunggah foto porno yang wajahnya diedit.

oleh Ahmad Romadoni Edward PanggabeanLuqman RimadiMoch Harun Syah diperbarui 01 Nov 2014, 00:00 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2014, 00:00 WIB
Muhammad Arsyad si tukang sate yang mengunggah
Si tukang sate masuk bui karena diduga menghina Presiden Jokowi, dengan mengunggah foto porno yang wajahnya diedit.

Liputan6.com, Jakarta - Sepekan sudah Muhammad Arsyad merasakan dinginnya lantai sel tahanan Mabes Polri. Si tukang sate masuk bui karena diduga menghina Presiden Jokowi, dengan mengunggah foto porno yang wajahnya diedit menggunakan orang nomor 1 di Indonesia itu di Facebook (FB).

Saat tengah menyesapi pelajaran mahal karena tindakannya, Arsyad pun dilarikan ke RS Polri Kramat Jati lantaran diduga depresi.

Arsyad menerima perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, karena tidak mau makan sejak Rabu kemarin 29 Oktober.

'Pil pahit' itu harus ditelannya bulat-bulat, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya karena memposting konten pornografi di media sosial.

Muhammad Arsyad dilaporkan ke polisi oleh politisi PDIP Henry Yosodiningrat pada 27 Juli 2014, atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran gambar pornografi Presiden Jokowi. Pada Kamis 23 Oktober 2014, ia ditangkap dan ditahan di Bareskrim Polri.

Arsyad yang sehari-hari bekerja sebagai pembantu tukang sate, Ia dituduh mengedit atau memotong wajah Jokowi dan Mantan Presiden Megawati. Kemudian wajah keduanya ditempelkan atau disambungkan ke sejumlah foto model porno yang tengah bugil dalam berbagai adegan.

Foto-foto hasil editan itu diposting ke akun FB miliknya. Di foto-foto tersebut menyertakan komentar yang dinilai tidak pantas.

Atas tindakannya menghina Jokowi, Arsyad dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 29 Juncto Pasal 4. Ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. Pasal 310 dan 311 KUHP, Pasal 156 dan 157 KUHP, Pasal 27, 45, 32, 35, 36, 51 UU  Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hanya menangis yang bisa dilakukan Mursida, ibu Muhammad Arsyad yang telah ditahan polisi atas tindakannya mem-bully atau mengolok-olok Presiden Jokowi di FB. Ia juga sempat pingsan sepulang dari Rumah Sakit Polri Kramat Jati, usai gagal karena sudah dibawa ke Mabes Polri.

Dukungan

Dukungan mulai berdatangan kepada Arsyad dan keluarga, selepas penangkapan atas tuduhan penghinaan terhadap Presiden Jokowi melalui media sosial. Dukungan itu datang dari anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Gerindra Syarif.

Syarif beserta rombongan datang ke kediaman pria yang akrab disapa Imen di Jalan Haji Jum, Ciracas, Jakarta Timur pada Kamis 30 Oktober pagi. Mengenakan polo shirt dan celana pendek yang penuh semen dan pasir, Syarifudin turun menemui Syarif. Tak lama setelah bersalaman, air matanya langsung tumpah.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon pun mendatangi rumah si tukang sate berusia 23 tahun itu pada Jumat pagi. Kedua orangtua Arsyad, Syarifudin dan Mursidah sudah menunggu kehadiran Fadli di depan rumah sejak pagi. Fadli tiba di lokasi sekitar pukul 09.24 WIB.

Mursidah juga tidak dapat menahan tangis. Dia terus menangis sambil memohon anaknya yang sehari-hari berprofesi sebagai pembantu tukang sate dibebaskan.

"Saya mohon, Pak, keluarkan anak saya. Dimaafin anak saya. Saya rela tukar nyawa, Pak. Dia nggak tahu apa-apa, Pak," ujar Mursidah sambil menangis di kediamannya di Jalan Haji Jum, Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (31/10/2014).

Fadli Zon kemudian mengajak kedua orangtua Arsyad ke Bareskrim Mabes Polri. Dia meminta klarifikasi atas penahanan anak pasangan Syarifudin dan Mursidah itu.

Ia menilai, kondisi Arsyad yang depresi harus dipertimbangkan pihak kepolisian untuk mengabulkan penangguhan penahanannya.

Sore harinya, Mursida begitu gembira. Kabarnya penyidik akan menangguhkan penahanan anaknya pada Senin 3 November 2014 setelah surat penangguhan ditandatangani Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim).

Setelah sebelumnya pada Kamis 30 Oktober ia idampingi kuasa hukumnya, mendatangi Gedung Bareskrim Polri untuk meminta penangguhan penahanan anaknya.

Bayar Mahal

Entah apa yang ada dalam pikiran Muhammad Arsyad saat ia mengunggah gambar Jokowi yang dianggap mengandung unsur pornografi ke akun Facebook-nya. Namun, tindakan itu harus ia bayar mahal. Buruh pengipas sate tersebut kini menjadi tahanan di Mabes Polri.

Kapolri Jenderal Sutarman mengungkapkan penahanan Arsyad lantaran adanya unsur penyebaran gambar pornografi melalui akun Facebook miliknya. Dan bukan karena adanya aduan mengenai penghinaan terhadap Presiden Jokowi.

Kasus ini mengusik guru besar yang juga pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Profesor Eddy Os Hiariej. Menurut dia, hal ini bertolak belakang dengan stigma Jokowi yang dikenal sangat dekat dengan rakyat.

Namun demikian, tindakan ini tidak boleh dibiarkan dan harus mendapat efek jera atau pembelajaran. Hal itu dapat berupa menyomasi yang bersangkutan dan menuntut permintaan maaf serta tidak mengulangi lagi perbuatannya. Prof Eddy khawatir jika semua dipolisikan justru akan menghambat proses demokrasi di Indonesia.

Menkum dan HAM Yosanna Laoly sangat menyayangkan penangkapan itu. Menurut dia, seharusnya petugas kepolisian jangan terlalu over-reactive dalam menanggapi laporan ini. Tak ayal dirinya mengaku sangat prihatin dengan kejadian ini.

Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon mengaku merasa prihatin dengan kasus yang membelit pemuda yang menjadi tulang punggung keluarga itu.

"Kami concern dan prihatin dengan Bu Mursidah yang anaknya dijerat Undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik). Kita ingin kaji lebih dalam, jangan sampai hukum tajam ke bawah tumpul ke atas," ucap Fadli.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Presidan Jusuf Kalla (JK) menilai permohonan maaf Mursida maupun Arsyad mestinya tidak akan mempengaruhi proses hukum yang sedang di jalani oleh Arsyad.

"Minta maaf itu secara personal, itu maaf, tapi hukum kan tidak bisa orang minta maaf,‎" ujar JK.

JK pun mendukung langkah kepolisian yang melanjutkan laporan pengaduan tersebut.

Menurut JK, walau berprofesi sebagai tukang sate dan berasal dari golongan masyarakat rendah, bila melakukan pelanggaran hukum, maka sanksi harus tetap diberikan.

"Kalau orang melanggar, mau penjual sate, penjual mobil, penjual kain, kan tidak bisa dibedakan. Namanya orang melanggar," ujar  JK.

Tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri sudah memeriksa Presiden Jokowi, pada 10 Oktober 2014 sebagai saksi korban dalam kasus dugaan penghinaan, pencemaran nama baik, pornografi yang diduga dilakukan pembantu tukang sate, Muhammad Arsyad Assegaf alias Arsyad Assegaf melalui Facebook.

Kamil menyatakan pemeriksaan itu dilakukan dalam rangka penyelidikan sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyeret Arsyad. Selain Polri juga sudah memeriksa sejumlah saksi lainnya sebelum meringkus tersangka. (Ali)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya