KPK Temukan 6 Titik Potensi Korupsi Dana Optimalisasi APBN

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan pihaknya menemukan setidaknya ada 6 titik yang berpotensi korupsi pada dana optimalisasi APBN.

oleh Oscar Ferri diperbarui 01 Des 2014, 19:27 WIB
Diterbitkan 01 Des 2014, 19:27 WIB
Busyro Muqoddas
Busyro Muqoddas (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terhadap penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang difokuskan pada dana optimalisasi. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, berdasarkan hasil kajian tersebut, KPK menemukan setidaknya ada 6 titik yang berpotensi korupsi pada dana optimalisasi.

"‎Setidaknya ada 6 titik potensi korupsi dana optimalisasi‎," ujar Busyro dalam paparan hasil kajian bersama Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago, Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani, dan Deputi Perekonomian BPKP Ardan Adipermana di Jakarta, Senin (1/12/2014).

Dijelaskan dia, 6 titik potensi korupsi dana optimalisasi itu, yakni, pertama‎, pengalokasian dana optimalisasi tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Hasil peninjauan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan 15 kementerian/lembaga (K/L) negara yang menerima tambahan belanja tidak mengalokasikan dananya pada program/kegiatan/rincian kegiatan sesuai kriteria yang ditetapkan sebelumnya dengan nilai sebesar Rp 4,4 triliun.

Kedua, besaran usulan DPR terkait tambahan belanja tidak sesuai ketentuan undang-undang. Sebab, berdasarkan penjelasan Pasal 15 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 disebutkan perubahan RUU APBN dapat diusulkan DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit. Akan tetapi, pada pelaksanaannya terjadi peningkatan defisit dari Rp 154,2 triliun di RAPBN 2014 menjadi Rp 175,35 triliun pada UU APBN 2014.

Ketiga, hasil pembahasan dengan DPR terkait Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tidak ditindaklanjuti sehingga membuka ruang untuk RKP terus berubah sampai dengan penetapan APBN. Hal itu juga dapat menyebabkan ambiguitas RKP yang dijadikan acuan dalam evaluasi serta memberikan hasil yang bias untuk perencanaan tahun-tahun berikutnya.

Keempat, proses penelaahan dana optimalisasi juga belum optimal. Temuan hasil review BPKP menunjukkan bahwa proses penelaahan belum efektif dalam menyaring program yang tidak sesuai dengan rencana kerja K/L atau RKP.

Kelima, mekanisme dan kriteria pembagian alokasi besaran dana optimalisasi pada masing-masing K/L tidak transparan. Pembagian alokasi ini diserahkan ke Badan Anggaran dan Komisi DPR yang ditetapkan dalam rapat internal dan tidak melibatkan Pemerintah. Sehingga K/L tidak mengetahui alasan mendapatkan besaran anggaran tertentu dalam alokasi tambahan belanja dan tidak siap dalam menjalankan program/kegiatan.

Keenam, tidak ada peraturan tentang kriteria pemanfaatan dana optimalisasi. Hal ini dapat membuka peluang bagi oknum-oknum untuk menambah, mengubah, atau menghilangkan poin-poin kriteria agar mengakomodasi kepentingan pihak tertentu. Bahkan, hal tersebut dapat juga membuat K/L dan komisi-komisi tidak mematuhi kriteria yang telah disepakati.

Saran KPK

Terkait dengan temuan 6 titik potensi korupsi pada dana optimalisasi itu, Busyro mengatakan, KPK memberikan saran perbaikan kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian PPN/Bappenas. Saran tersebut diberikan untuk meminimalisasi penyimpangan penetapan dana optimalisasi.

Saran itu yakni menyempurnakan mekanisme terkait pembahasan anggaran antara K/L dengan DPR, menguatkan regulasi terkait kriteria pengalokasian dan penggunaan dana optimalisasi dan memformalkan perubahan RKP agar tidak terus berubah, mengontrol besaran defisit atas usulan perubahan APBN oleh DPR pada saat proses pembahasan, meningkatkan transparansi kepada publik terkait RKP hasil pembahasan serta usulan prioritas penggunaan dan pembagian besaran tambahan belanja versi pemerintah dan hasil pembahasan DPR.

Selain itu, ada saran lain dari KPK. Pertama, perlunya kajian lanjutan terkait proses penganggaran yang transparan dan akuntabel. Kedua, pembenahan sistem informasi perencanaan dan penganggaran dengan harmonisasi nomenklatur, kode program, serta kegiatan sebagai dasar penyusunan RKA-K/L dan RKA-SKPD, dan menjaga konsistensi dan kesinambungan RAPBN dan RAPBD.

Saran ketiga dari KPK, yakni Penyempurnaan mekanisme dan penyelenggaraan Musrenbang sebagai forum pengambilan keputusan akhir dalam prioritas program, kegiatan dan jenis belanja yang akan dilaksanakan yang selaras antara Pemerintah Pusat dan Daerah. (Riz/Yus)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya