Liputan6.com, Jakarta - Malam-malam panjang di balik jeruji besi penjara menanti Muhamad Prio Santoso alias Rio harus mempertanggungjawabkan perbuatannya menghilangkan nyawa Deudeuh Alfi Sahrin, seorang PSK yang ia kencani.
Anaknya yang masih kecil akan kehilangan figur seorang ayah yang bisa mereka banggakan. Sang istri juga tengah mengandung anak kedua Rio.
Baca Juga
Deudeuh ditemukan tewas di kamar kosnya pada Sabtu pekan lalu 11 April 2015 di kawasan Tebet, Jakarta Selatan lehernya terlilit kabel dan mulut disumpal kaos kaki. Sehari sebelum tewas terdengar suara gaduh sekitar 3 menit dari kamah Deudeuh. Sejumlah perhiasan dan telepon genggam milik Deudeuh juga hilang.
Advertisement
Ucapan duka pun mengalir untuk pemilik akun Twitter @tata_chubby ini. Di akunnya itu, banyak foto-foto yang dipasang dengan pose cukup terbuka. Dari akun Twitter inilah terungkap Deudeuh adalah seorang pekerja seks yang mencari pelanggan melalui akun Twitter.
Sejak melakukan aksinya, Rio tidak pernah melarikan diri. Ia beraktivitas biasa mengajar di bimbingan belajar. Ia tetap mengajar dan pulang ke rumahnya di Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat. Ia bahkan sempat memesan PSK lain lewat Twitter untuk mengelabui polisi.
Namun polisi tidak terkecoh. Selain melakukan olah TKP, penyidik juga menelusuri sinyal telepon korban yang dicuri Rio. Berdasarkan penelusuran itu, polisi menuju posisi telepon seluler yang berada di Jalan Batutapak, Bojong Gede, Bogor tempat Rio tinggal.
Tersangka Rio mengaku tersinggung pada korban karena dikatakan bau badan. Rio memang cukup berkeringat saat itu karena naik kereta dari tempat les dan berjalan kaki dari Stasiun Tebet ke tempat kos korban.
Kasus pembunuhan Deudeuh juga mengungkap 2 hal. Hal itu adalah adanya aktivitas prostitusi di kamar kos atau apartemen dan bisnis prostitusi melalui media online. Gaya hidup kota besar yang semakin individualis membuat praktik prostitusi seperti ini luput dari pengawasan.
Rumah kos di Jalan Tebet Utara kini menjadi sorotan. Kasus pembunuhan Deudeuh mengungkap tempat ini juga menjadi tempat pekerja seks melakukan traksaksi dengan pelanggan.
Selain Deudeuh, disebut-sebut ada wanita lain yang juga berprofesi serupa di tempat kos yang kini sepi itu. Bahkan sejumlah tempat kos lain tidak jauh dari tempat ini juga disebut-sebut juga menjadi tempat bisnis esek-esek.
Para PSK yang beroperasi di kamar kos ini biasanya menjajakan diri melalui media sosial seperti sebut saja Desi. Sudah 1 tahun terakhir Ia bergelut di bisnis prostitusi melalui Twitter.
Calon pelanggan yang tertarik melanjutkan negosiasi melalui SMS atau Whatsapp. Bila harga sudah disepakati, transaksi akan dilakukan di apartemen Desi di kawasan Jakarta Selatan tempat Ia tinggal. Desi menyadari profesi ini tergolong riskan yaitu bertemu dengan orang yang baru dikenal di tempat ia tinggal.
Bisnis prostitusi melalui media sosial sebenarnya sudah lama terjadi. Kasus Deudeuh Alfi Sahrin yang diduga tewas dibunuh pelanggannya di tempat kos yang sekaligus menjadi tempatnya bertransaksi seks menguak fenomena ini ke ruang publik.
Media sosial seperti pisau bermata dua yang bisa digunakan untuk mengajak pada kebaikan tetapi juga bisa dimanfaatkan kelompok teroris hingga bisnis esek-esek. Pemerintah seharusnya mencari cara untuk mengawasi agar bisnis esek-esek di media sosial tidak semakin berkembang.
Saksikan Barometer Pekan Ini selengkapnya dalam tayangan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (18/4/2015), di bawah ini. (Vra/Ans)