Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan Light Rail Transit (LRT) masih menemui masalah. DPRD DKI Jakarta tampaknya masih mempertanyakan rencana pembangunan itu khususnya dari sisi pendanaan dan pembangunan.
"DPRD kalau enggak setuju kasih tahu apa caranya (atasi macet). Saya mau tanya macetnya parah kan, LRT kita masuknya ke kereta api, sudah ada undang-undang khusus perkeretaapian, salahnya di mana?" ujar Ahok di Balaikota, Jakarta, Rabu (1/7/2015).
Ahok menyatakan pihaknya punya hak untuk memberikan penyertaaan modal pemerintah (PMP) kepada PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk membangun LRT. Terlebih peraturan daerah untuk PMP itu sudah terbit.
"Sudah diputusin DPRD PMP ke Jakpro Rp 10 triliun. Baru kasih Rp 2 triliun, artinya ada kewajiban bayar sisanya. Kalau dia sudah dapat uangnya mau bangun LRT jalannya boleh enggak? Boleh asal dia harus lelang pembangunannya. Kalau saya beri dia PMP lebih dari besaran di perda baru enggak boleh. Itu kamu tanya DPRD siapa yang ngomong agak bodoh itu," jelas Ahok.
Bagi Ahok, Perda untuk PMP ke Jakpro yang sudah disepakati bersama sudah cukup menjadi landasan hukum. Tinggal peruntukannya saja yang harus dibicarakan. Sehingga dia tinggal membuat SK Gubernur untuk menentukan uang itu akan dikemanakan.
"Menentukan mau kemana itu saja. Di Perda disebutkan PMP Rp 10 triliun untuk apa saja SK Gubernur," pungkas Ahok.
Ahok sebelumnya juga mengatakan, untuk penugasan PT Jakpro dalam pengelolaan LRT, tidak memerlukan aturan baru berupa Peraturan Presiden (Perpres) dari Presiden Jokowi.
"Enggak perlu (Perpres). Kita sudah pelajari dasar hukumnya. Karena kita kan enggak sebut LRT. Itu kereta api kan, orang lebar relnya sama kok kayak MRT. Boleh enggak jaringan kereta api di Jakarta? Boleh, sudah ada Undang-Undangnya," jelas Ahok, Selasa (30 Juni 2015).
Proyek pembangunan LRT akan dibiayai melalui APBD DKI untuk membangun infrastruktur. Rencananya, perusahaan asal Jepang digandeng untuk proyek ini. (Ali/Mut)