Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Agung HM Prasetyo mengakui masih ada sejumlah jaksa yang diduga melakukan praktik jual-beli perkara. Namun, ia menegaskan akan terus membenahi praktik-praktik semacam itu.
"Kemungkinan memang ada, tapi kan tidak boleh digeneralisir. Satu dua orang mungkin ada, itu yang kita benahi, kita tidak ada kompromi dengan praktik-praktik seperti itu," ucap Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (24/7/2015).
Ia menjelaskan, memberantas praktik kotor para oknum jaksa memang tidak mudah. Sebab, banyaknya jumlah jaksa menjadi alasan utama sulitnya membenahi praktik tersebut.
"Jaksa tuh jumlahnya hampir 10 ribu, begitupun kalau ditambah dengan pegawai tata usaha jumlahnya bisa hampir sampai 24 ribu. Itu semua menjadi tanggung jawab kita untuk kita cermati bersama. Tentunya perlu waktu, tidak sama halnya dengan membalikkan telapak tangan," beber Prasetyo.
Bahan Introspeksi
Jaksa Agung pun mengaku kritikan yang disampaikan Presiden Joko Widodo akan dijadikan bahan introspeksi lembaganya. Menurut Prasetyo, hal itu merupakan pesan yang sangat positif dan peringatan Presiden kepada aparat penegak hukum yang tentu bukan hanya untuk kejaksaan saja.
"Kami harus kembali untuk mengoreksi dan mengintrospeksi diri masing-masing," tambah dia.
Upaya ini dilakukan untuk memenuhi harapan dari Presiden Jokowi agar penegak hukum harus menjadi contoh dan panutan. Kemudian, sambung Prasetyo, dalam menegakkan hukum harus benar-benar obyektif, proporsional dan profesional.
"Kami pun tidak pernah lupa untuk evaluasi diri," tukas Jaksa Agung.
Sebelumnya, Presiden Jokowi yang memimpin upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-55 di lapangan upacara Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Rabu 22 Juli lalu, menyindir masih banyaknya oknum di kejaksaan yang melakukan praktik jual beli perkara.
Dalam pidato tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Solo ini juga meminta agar tidak ada lagi upaya jual-beli perkara yang banyak melibatkan kalangan internal kejaksaan. Langkah-langkah perbaikan dan reformasi di tubuh kejaksaan harus dimulai dari pembenahan integritas dan tindakan tegas harus diberikan kepada oknum yang terlibat.
"Hukum harus berjalan baik jika ada di tangan penegak hukum yang baik. Saya tidak ingin dengar penegak hukum yang lakukan pemerasan atau tindakan memperdagangkan perkara atau penuntutan dan menjadikan tersangka sebagai ATM, tidak," tegas Jokowi. (Ans/Mar)
Energi & Tambang