Liputan6.com, Bengkulu - Sebanyak 6.420 warga penghuni salah satu pulau terluar di Indonesia Barat, Pulau Enggano terancam kelaparan. Penyebabnya, sudah 13 hari sejak 24 Agustus 2015, kapal pengangkut bahan pangan untuk kebutuhan warga tak bisa berlayar. Cuaca di pulau yang terletak di Samudra Hindia wilayah Bengkulu Utara itu sedang tak bersahabat, berbahaya untuk pelayaran.
Tokoh masyarakat Enggano, Robi Kauno mengatakan, persediaan bahan makanan dan keperluan sehari-hari warga sudah menipis. Jika dalam beberapa hari ke depan tidak ada suplai dari Bengkulu, dipastikan mereka bakal kekurangan makanan.
"Semua bahan makanan sudah menipis, kami terpaksa berhemat sambil menunggu pasokan dari Bengkulu," ujar Robi saat dihubungi lewat telepon di Bengkulu, Minggu (6/9/2015).
Kapal jenis Roro KMP Pulo Tello dan KMP Rajo Enggano yang biasanya rutin seminggu 2 kali merapat ke pelabuhan Malakoni maupun pelabuhan Kahyapu tidak datang, puluhan ton hasil bumi Pulau Enggano tidak dapat terangkut dan beberapa jenis hasil bumi ,seperti pisang dan buah buahan sudah membusuk dibiarkan tergeletak di pelabuhan.
Kepala UPT Angkutan Sungai Danau dan Penyebrangan (ASDP) Dishubkominfo Proovinsi Bengkulu Budi Djatmiko mengatakan, kapal yang seharusnya dijadwalkan berangkat menuju Pulau Enggano yaitu KMP Pulo tello dan Rajo Enggano memang tidak bisa berangkat sejak tanggal 24 Agustus lalu karena gelombang laut setinggi 3 hingga 6 meterr dan sangat berbahaya bagi pelayaran.
KMP Pulo Tello sempat melakukan pelayaran menuju Pulau Enggano pada hari Jumat 4 September 2015 kemarin, tetapi karena hantaman gelombang dan angin kencang, kapal terpaksa putar haluan kembali ke Pelabuhan Samudra Pulau Baai Bengkulu pada pukul 23.00 WIB.
Sejak 5 Hari Lalu
Kapal perintis yang membawa penumpang, bahan makanan, dan BBM itu sempat berlayar selama 4 jam setelah lepas dari Pelabuhan Samudra Pulau Baai Kota Bengkulu dan mengangkut sedikitnya 120 orang penumpang dan puluhan ton BBM serta sembako untuk keperluan masyarakat Pulau Enggano.
"Kita tidak mau mengambil risiko yang sangat tinggi, meskipun dipaksa, kondisi gelombang dan angin kencang sangat berbahaya, jadi kami putuskan untuk menjadwalkan kembali keberangkatan kapal setelah diyakini cuaca aman untuk pelayaran," ujar Budi Djatmiko.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bengkulu sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini (early warning) kepada para pihak yang akan melakukan pelayaran.
Peringatan ini berdasarkan pantauan BMKG melalui satelit terra-aqua terjadi gelombang setinggi 3-6 meter di sepanjang pesisir pantai Provinsi Bengkulu dari Kabupaten Mukomuko hingga Kabupaten Kaur sejauh 525 kilometer.
Prakirawan BMKG Bengkulu Anjasman mengatakan, gelombang tinggi itu sudah terjadi sejak 5 hari lalu dan akan terus terjadi hingga sepekan ke depan. Tingginya gelombang sangat berbahaya jika kapal memaksakan diri untuk tetap berlayar.
"Peringatan dini sudah kami keluarkan, hingga sepekan ked epan, gelombang akan tetap tinggi dan berbahaya bagi kapal nelayan tradisional," pungkas Anjasman.
Data BMKG juga mencatat kecepatan angin maksimal pada siang hingga sore hari sebesar 25 knot atau 45 kilometer/jam. arah angin juga sangat mudah berubah, karena awal bulan September ini, sudah memasuki cuaca pancaroba. Suhu udara juga tercatat tinggi yaitu 32 hingga 33 derajat celcius pada siang hari. (Ndy/Mut)