Liputan6.com, Jambi - Belum ada satu bulan mendirikan posko pengaduan soal bencana kabut asap, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi sudah kebanjiran banyak pengaduan dari masyarakat.
"Sudah banyak laporan masuk, sekitar 30-an lebih," ujar Manajer Kampanye dan Advokasi Walhi Jambi, Rudiansyah di Jambi, Minggu (11/10/2015).
Laporan dari masyarakat akan imbas kabut asap itu beragam. Mulai dari masalah ekonomi yang terganggu akibat kabut asap.
"Pengadunya banyak seperti pedagang kaki lima, termasuk pedagang yang ada di kawasan wisata Taman Tanggo Rajo dan Jembatan Gentala Arasy," kata Rudi.
Ada juga pengaduan akan kerugian yang dialami sekolah serta aktivitas belajar dan mengajar yang terhenti. Ini terjadi lantaran gangguan kabut asap, sehingga banyak sekolah yang diliburkan pemerintah.
"Walhi sengaja membuka Posko Gerakan Jambi Melawan Asap dengan tujuan guna memfasilitasi gugatan warga negara atas kerugian yang ditimbulkan dari bencana asap, termasuk melakukan gugatan hukum," tegas dia.
Dalam konstitusi, kata dia, yakni Pasal 28 huruf H Undang-Undang Dasar, bahwa lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah hak asasi warga negara.
"Gugatan warga negara atas kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan lingkungan hidup, termasuk yang disebabkan oleh korporasi, dilindungi dan diakui oleh undang-undang," imbuh Rudi.
Walhi bersama organisasi pemerhati lingkungan di Jambi lainn dan warga umum berencana melayangkan gugatan class action terhadap 15 perusahaan perkebunan dan HTI di Jambi.
Belasan perusahaan tersebut diduga sengaja membakar lahan, sehingga menyebabkan bencana kabut asap di Jambi makin parah. Dari data Walhi Jambi, lahan dan hutan yang terbakar di Provinsi Jambi sendiri sudah mencapai 33 ribu hektare.
Lahan itu meliputi perkebunan milik perorangan, perusahaan perkebunan, kawasan HTI, hutan lindung maupun taman nasional. (Dms/Ans)
Advertisement