Liputan6.com, Yogyakarta - Korban helikopter yang jatuh di Danau Toba, Samosir, Sumatera Utara, Fransiskus Subihardayan akhirnya pulang dan bertemu dengan ibunda tercinta, Fransisca Sri Handayani, di rumahnya Desa Tegal Bojan, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, kemarin malam.
Saat ditemui Liputan6.com, kondisi Frans dalam keadaan sehat. Ia bahkan bercerita dengan santai terkait jatuhnya helikopter di Danau Toba yang terjadi begitu cepat.
Menurut Frans, usai lepas landas dari Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara, helikopter yang ditumpanginya diadang kabut tebal. Karena tebalnya kabut itulah pilot sempat menghindar ke sisi kiri. Namun justru langkah ini membuat helikopter jatuh.
"Pas mau terbang itu kaburnya tiba tiba langsung nutupi. Langsung bingung. Aku kan enggak pakai headset, jadi enggak dengar omongan pilot. Habis itu belok kiri 2 kali. Yang kedua itu sudah jatuh di air...brak," tutur Frans di rumahnya, Sleman, DIY, Senin (19/10/2015).
Usai helikopter jatuh, beber Frans, para awak langsung keluar dari heli yang saat itu akan tenggelam. Ia sempat ikut ambil jok digunakan untuk membantunya mengapung. Bahkan semua jok dikeluarkan, sehingga setiap awak berada di jok heli. Ia sempat bersama-sama dengan para awak lainnya mengapung di Danau Toba.
Advertisement
"Semua keluar bawa jok buat mengapung. Kita bareng-bareng sampai 2-3 jam kita ngumpul bareng. Pas kondisi jatuh itu semua selamat. Bareng-bareng juga sorenya gelombang tinggi sama gerimis juga. Capek enggak tahu apa lagi. Akhirnya kita pisah. Saya berdua dengan Sugiyanto, kru lainnya sama paman saya," ujar Frans.
Frans mengaku sudah mengapung di Danau Toba selama 3 hari. Ia pun berusaha agar tidak tenggelam saat terombang-ambing di danau. Ia mengaku selama di Danau Toba ia hanya mengapung dan dalam keadaan gelap karena kabut.
Ia pun hanya mengandalkan air danau untuk minum selama mengapung. Frans teringat latihan SAR saat SMA untuk survive dengan enceng gondok yang ada di sekitarnya agar membuat tetap terapung.
"Hari ketiga ditemui tim SAR, saya juga enggak tahu aku tuh pakai kaos dalam sama celana dalam saja. Pas ditemukan sudah telanjang. Dah licin kena lumut. Makanya bingung. Waktu itu kan ada enceng gondok saya masukkan ke kaos saya. Enggak tahu, ditemukan sudah telanjang. Padahal sebelumnya saya full pakaiannya, ada kaus, celana panjang, dan sepatu," ujar dia.
Frans berupaya maksimal untuk tetap survive di Danau Toba. Ia pun hanya tidur dan berenang semampunya menuju ke pulau. Sebab, saat hari kedua ia sempat melihat lampu-lampu rumah di malam harinya. Pagi harinya ia pun melihat pulau sehingga ia berusaha berenang ke pulau dengan kondisi lelah. Sampai akhirnya ia pun ditemukan petugas SAR.
"Saya ingat datang dari arah barat, dan belum jauh kemudian jatuh. Pagi pertama saya lihat jam 7 pagi, matahari ada di timur, saya berenang ke arah barat karena menurut saya lebih dekat dengan daratan. Saya berusaha sebisa saya. Walaupun saya juga enggak bisa berenang dengan kuat ya sebisa saya saja," urai pria berusia 22 tahun tersebut.
Helikopter milik PT Penerbangan Angkasa Semesta yang terbang dari Samosir hilang kontak Minggu 11 Oktober 2015 pukul 11.33 WIB saat menuju Bandara Kualanamu setelah terbang dari Siparmahan atau pantai barat Danau Toba melintasi Pematangsiantar.
Helikopter tersebut dipiloti Teguh Muyatno dengan teknisi Hari Purwantono. Selain itu, ada 3 penumpang, yaitu Nurhayanti, Gianto, dan Fransiskus.
Salah satu penumpang helikopter EC-130 PK-BKA ditemukan selamat. Fransiskus Subihardayan ditemukan Tim SAR dalam kondisi lemas setelah hampir 3 hari terombang-ambing di perairan Danau Toba pada Selasa 13 Oktober 2015 sekitar pukul 13.00 WIB. (Ans/Yus)*