JK: Riza Chalid Bisa Jadi Buronan

Pengusaha Riza Chalid, yang disebut dalam rekaman kasus Papa Minta Saham, masih berstatus saksi saat ini.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 09 Des 2015, 12:11 WIB
Diterbitkan 09 Des 2015, 12:11 WIB
JK Datangi Rumah Transisi Tanpa Jokowi
Jusuf Kalla yang berkemeja batik lengan panjang warna biru ini datang tanpa ditemani Presiden RI Terpilih, Joko Widodo, Jakarta, Jumat (12/9/14). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pengusaha Riza Chalid, yang disebut dalam rekaman pembicaraan kasus Papa Minta Saham, masih berstatus saksi. Namun, bila tidak kooperatif dengan penegak hukum, statusnya bisa ditingkatkan dan menjadi buronan.

"Nanti kalau pengadilan dia tidak datang, bisa diadili sebagai in absentia. Kalau dipanggil keputusan itu saja, dia bisa buronan. Sekarang belum, masih saksi," kata JK, di Hotel Crown, Jakarta, Rabu (9/12/2015).

Presiden Jokowi pun sudah meminta Kapolri Badrodin Haiti untuk menghadirkan Riza Chalid. Pencarian sang pengusaha minyak pun bakal melibatkan Interpol.

JK menegaskan, polisi harus berusaha keras mendatangkan Riza agar rekan Ketua DPR Setya Novanto itu tidak bisa berkeliaran bebas di luar negeri. Apalagi, instruksi pengusutan kasus langsung dari Presiden Joko Widodo.

"Ini tidak ada masalah pribadi. Kalau presiden sudah panggil, polisi harus taat," tegas JK.

 



Keberadaan pengusaha Riza Chalid hingga kini belum diketahui. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memastikan Riza sudah 5 hari meninggalkan Tanah Air.

Meski akan mengerahkan Interpol, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti tak bisa menjamin Riza Chalid dapat dijemput paksa dari negara tempat ia bersembunyi. Sebab, setiap negara mempunyai kebijakan yang berbeda yang membatasi kewenangan Polri.

"Kita paling banter minta bantuan Interpol. Interpol minta bantuan kepolisian setempat untuk bisa menyampaikan surat panggilan. Kalau kepolisian setempat tidak mau memberikan bantuan, ya enggak apa-apa. Kita enggak bisa membawa pulang berarti," ujar Badrodin, Selasa, 8 Desember 2015.

Kasus pencatutan nama presiden dan wakil presiden ini diawali dengan laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mneral (ESDM) Sudirman Said pada Senin, 16 November 2015. Mantan Dirut PT Pindad itu yang melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran etika.

Sudirman melaporkan lantaran Setya diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait negosiasi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelumnya telah menggelar 2 kali sidang terbuka dengan menghadirkan Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin. Sementara pada Senin 7 Desember 2015, sidang yang menghadirkan Setya Novanto berlangsung secara tertutup.

Pada Senin 7 Desember 2015, dengan raut wajah serius, Presiden Jokowi meminta agar tidak ada pihak mana pun yang mempermainkan lembaga negara untuk kepentingan pribadi.

"Proses yang berjalan di MKD harus dihormati, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara dipermainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara yang lain," ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta.

Dengan nada bicara yang semakin meninggi, Jokowi mengaku tidak mempermasalahkan diejek dengan kata-kata negatif. Bahkan, ia menyebut tidak masalah disebut sebagai presiden koppig atau keras kepala, seperti yang disebut dalam rekaman yang menjadi barang bukti kasus 'Papa Minta Saham' itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya