Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) segera memberi putusan terkait kasus 'Papa Minta Saham' yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto. Namun, sidang putusan dugaan pelanggaran etik Ketua DPR Setya Novanto pada hari ini berlangsung tertutup.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun enggan berspekulasi mengenai hasil keputusan sidang MKD tersebut.
"Saya tidak mau berspekulasi. Karena keputusan sanksi, dugaan saya sulit dilakukan sekarang," ujar Fahri di Gedung DPR Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Menurut dia, putusan menjadi sulit lantaran, alat buktinya belum ada yang asli. "Belum pernah ada forensik, kemudian kasusnya sudah simpang siur. Rekaman yang sesuai itu ada yang 11 menit ada yang 1 jam 20 menit, dan lain-lain Jadi ini sebetulnya alat bukti yang sah saja kita belum punya," ujar politikus PKS yang merupakan rekan Setya itu.
Fahri mengatakan, lebih baik DPR sekarang beralih kepada isu-isu lain yang lebih besar. "Bagaimana mau membuat keputusan. Jadi saya lihat mending kita beralih kepada isu yang lebih besar. Dengan begitu kita bisa mengetahui substansi yang sebenarnya," pungkas Fahri.
Â
Baca Juga
Kasus 'Papa Minta Saham' berawal dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said pada Senin, 16 November lalu. Dia melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran etika. Setya diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Advertisement
Sudirman Said juga memberikan rekaman dan transkrip pembicaraan yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin kepada MKD.
Dalam persidangan, Ketua DPR Setya Novanto membantah tudingan tersebut dengan menyatakan perekaman yang dilakukan terhadapnya adalah tindakan ilegal. Dia mengaku tidak pernah bertemu dengan Sudirman Said. Namun, dia mengakui pernah bertemu pejabat PT Freeport Indonesia.
Sidang telah mengundang Menteri ESDM Sudirman Said, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan Menko Polhuman Luhut Binsar Pandjaitan. Sidang MKD digelar terbuka saat mengundang Sudirman Said, Maroef, dan Luhut. Sedangkan sidang Setya Novanto berlangsung tertutup.