Liputan6.com, Tangerang - Sebanyak 26 TKI yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Korea Selatan tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Mereka akan diperiksa Bareskrim Polri dan ditampung di asrama milik Kementerian Sosial.
"26 TKI yang diduga TPPO ini akan di BAP dulu oleh Bareskrim. Ini kan dari Kemenlu nantinya diserahkan ke Kemensos," ujar Kasubdit Pelayanan Kepemulangan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Budiman Pasaribu, saat ditemui di Common Lounge Bandara Soekarno Hatta (Soetta) Kota Tangerang, Rabu 17 Februari 2016.
Selama ditampung oleh Kemensos inilah nantinya, kepolisian akan melakukan pemeriksaan intensif satu per satu kepada TKI ini. Sehingga, bisa berujung pada dalang di balik penyaluran TKI ilegal ini.
"Kalau sudah selesai semua di BAP, silakan para TKI ini boleh pulang ke kampung halaman masing-masing," kata Budiman.
Baca Juga
BNP2TKI juga telah memeriksa Sunata selaku Direktur Operasional PT Nurwira Cahaya, perusahaan yang menyalurkan 26 TKI ini. Hasil pemeriksaan terungkap, Sunata bekerja atas nama sendiri tanpa melibatkan perusahaan pelaksana penempatan tenaga kerja Indonesia (PPTKIS).
Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, Direktur Pengamanan dan Pengawasan BNP2TKI Brigjen Polisi Nurwidianto mengatakan, selain Sunata, masih ada LTK warga negara Korea Selatan dan S, istri LTK yang berwarga negara Indonesia.
"Untuk sementara ini, PPTKIS belum terlibat karena tidak mempunyai job order penempatan TKI ke Korea Selatan. Dia (Sunata) memang salah satu direktur operasional di salah satu PPTKIS,” jelas Nurwidianto.
Advertisement
Modus Penipuan
Advertisement
Nurwidianto mengatakan, modus yang digunakan adalah dengan cara menawarkan beasiswa belajar sambil bekerja. Tawaran ini dibuktikan dengan menunjukkan sertifikat dari salah satu perguruan tinggi di Korea Selatan.
"Sertifikat ini dari salah satu perguruan tinggi di Korea Selatan. Terlihat sama, tapi di ujung kanan atas tidak ada nama perguruan tinggi tersebut," kata dia.
"Mr LTK dari Korea Selatan ini mencari korban untuk ditawarkan belajar sambil bekerja di Korea Selatan. Mr LTK menunjukan sertifikat bahwa yang bersangkutan ada tawaran program belajar sambil bekerja. Bermodalkan ini, Mr LTK mencari calon korban," jelas Nurwidianto.
Warga Korea Selatan itu melakukan aksi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Jumlah korban sementara ini sebanyak 26 orang dengan rincian dari Pulau Jawa 10 orang dan NTB 16 orang.
TKI Keluarkan Rp 65 - 150 Juta
Sunaryo, salah seorang TKI yang dipulangkan ke Tanah Air menghabiskan sekitar Rp 85 juta demi bisa bekerja di Korea Selatan. Namun, saat dia tahu di negeri gingseng tersebut hanya terlunta-lunta, sekadar makan tidur saja.
Sunaryo khawatir uang yang selama ini sudah disetornya ke perusahaan penyalurnya akan lenyap.
"Pokoknya saya tidak mau sentuh-sentuh apa pun di sini, nanti uang saya enggak kembali," kata dia di Bandara Soetta dan menolak minuman yang diberikan petugas BNP2TKI.
Beberapa kali dia pun mengeluarkan 2 carik kertas kuitansi bertuliskan nominal uang puluhan juta. Masing-masing Rp 20 juta dan Rp 65 juta. Sisanya, ada di beberapa kuitansi yang dia simpan, jaga-jaga untuk bukti nantinya.
Lain lagi dengan cerita Wedha Muklas, TKI asal Majalengka, Jawa Barat ini mengaku sudah merogoh sampai 150 juta untuk pergi mencari rejeki ke Korea Selatan. Modal sebesar itu dia keluarkan beberapa kali dalam nominal Rp 20 juta sebanyak 4 kali, Rp 50 juta sekali, dan beberapa kali dalam pecahan Rp 8 juta dan Rp 5 juta.
"Ya dijanjikan mau dipekerjakan yang layak, di PT, perusahaan jelas, sebagai buruh, gajinya Rp 20 sampai 30 juta per bulan. Ya saya berani saja bermodal segitu," ungkap dia.
Dipulangkan kembali ke Indonesia bukan berarti para TKI ini tenang. Mereka memikirkan tanggung jawab kepada keluarga atas uang yang dikeluarkan.
"Saya tunggu di sini (Jakarta) untuk mendapatkan kembali kepastiannya," tegas Wedha.
Sementara, Direktur Operasional PT Nurwira Cahaya, Sunata mengaku uang yang harus dikeluarkan sebenarnya hanya Rp 60 sampai 65 juta. Setoran pertama sebesar Rp 50 juta untuk pengurusan visa dan ijin tinggal sebagai vising local atau ABK, sisanya Rp 5 juta untuk jasa perusahaan serta administrasi.
Lalu Rp 5 juta lagi untuk jasa sponsor. "Nah, kadang si sponsor ini suka minta lebih lagi. Itu diluar kewenangan kami, antara si TKI dan sponsor saja," ungkap Sunata.
Advertisement