Vaksin Palsu yang Bikin Ngilu

Dari berbisnis vaksin palsu itu, para tersangka meraup untung puluhan juta rupiah.

oleh Ahmad Romadoni Fernando Purba diperbarui 25 Jun 2016, 00:09 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2016, 00:09 WIB
Suntik Vaksin
Vaksin

Liputan6.com, Jakarta - Rabu, 22 Juni 2016 malam, sepulang melaksanakan ibadah salat tarawih, warga di perumahan Kemang Regency, Bekasi TImur, Kota Bekasi, Jawa Barat, dibuat heboh dengan adanya penangkapan sepasang suami istri di perumahan elite tersebut.

Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina, pasangan suami istri itu diringkus oleh Tim Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri. Ia ditangkap lantaran terlibat sindikat pemalsu vaksin balita.

Komandan Regu Satpam Perumahan Kemang Regency, Eko Supriyanto, menceritakan detik-detik penggerebekan, yang dilakukan sekitar pukul 21.00 WIB. Awalnya, polisi datang beriringan menggunakan empat mobil besar berwarna hitam. Di antara kendaraan itu mengangkut para pelaku lain, yang lebih dulu ditangkap.

"Permisi, pak, mohon ikut untuk kehadiran dan pengawalannya, pak," ujar Eko, menirukan ucapan polisi yang berpakaian sipil menjelang penggerebekan, saat berbincang dengan Liputan6.com di Bekasi, Kamis, 23 Juni 2016.

"Lalu, saya tanya. Ada apa ya, pak?" kata Eko. "Sudah ikut saja, nanti kamu tahu sendiri kok," ucap si polisi.

Awalnya, kata Eko, Rita sempat mengelak dan melawan, jika dirinya dituduh memproduksi vaksin ilegal.

Namun, ada sebuah kejadian saat penggerebekan. Saat petugas hendak menggerebek rumah pasutri tersebut, rupanya polisi salah rumah.

"Kebetulan nama pelaku yang Rita sama dengan tetangganya itu. Udah gitu, kan saat penggerebekan polisi ikut ngebawa pelaku lain, yang bekerja sebagai kurir," kata Eko.

"Nah, kurirnya itu sempat salah tunjuk, nunjuknya ke rumah tetangga. Maklum, waktu itu juga sudah malam," dia menambahkan. Namun, Kesalahpahaman itu tak berlangsung lama. Sebab, tetangga yang juga bernama Rita itu memaklumi kesalahan polisi.

"Enggak lama, si kurir (belakangan diketahui berinisial SH, sebagai kurir dan produsen) menunjuk rumah lain. Rumah kedua itu, ya rumah Bu Rita dan Pak Hidayat," papar Eko.

Dalam penggerebekan itulah, polisi akhirnya menemukan ribuan botol obat yang diduga sebagai vaksin palsu. Tak hanya itu, penyidik juga mendapatkan sebuah alat pembuat kemasan.

Sempat Mengelak

Awalnya, kata Eko, Rita sempat mengelak dan melawan, jika dirinya dituduh memproduksi vaksin ilegal. "Katanya, bapak jangan macem-macem ya, bisa aja bapak yang taruh itu di gudang."

"Terus enggak lama, polisinya bilang, 'kita ini profesional, Bu. Kita masuk dengan tangan kosong, dan hanya membawa surat penangkapan ini'," kata Eko, menirukan ucapan Rita.

Namun, Rita tak bisa berkilah lagi. Ia bungkam, saat petugas kembali menemukan ribuan botol vaksin palsu yang ia simpan dalam tempat ibadah dan kamar pribadinya.

"Barang bukti yang pertama ketemu itu di gudang. Bentuknya obat-obat cairan, yang berwarna putih. Kayak air infus. Setelah itu, petugas dapat lagi di dalam tempat ibadah dan kamar pribadinya. Nah, di situ udah dalam bal-balan kardus (siap edar)," Eko memaparkan.

Perawat menunjukkan botol vaksin anti-dengue di Sekolah Dasar Parang di Marikina, sebelah barat Manila, Senin (4/4). Filipina telah melancarkan vaksin pertama di dunia untuk penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) itu kepada 1 juta pelajar. (NOEL CELIS/AFP)

Tak lama, Rita dan suaminya Hidayat langsung digelandang ke dalam mobil polisi. Mereka langsung diangkut ke Bareskrim Polri, guna keperluan penyelidikan. "Total ada 36 kardus. Satu kardus aja isinya bisa puluhan. Kan botol vaksinnya kecil-kecil. Nah, kalau alat presnya ada di dalam kamar," ujar dia.

Hasil produksi vaksin palsu ini, Rita dan Hidayat diperkirakan mampu meraup puluhan juta rupiah dalam seminggu. Sebab, mereka mampu memproduksi ribuan botol vaksin ilegal di rumahnya.

Sejumlah alat produksi, seperti alat suntik, selang, hingga lebel merek obat, berikut mesin pres juga berhasil ditemukan di rumah mewah itu.

Sosok Religius

Eko mengatakan banyak tetangga yang tidak menyangka kalau pasangan suami istri itu merupakan otak di balik pembuatan vaksin palsu yang akhir-akhir ini ramai menjadi pembicaraan publik. Sebab, selama ini, warga mengenal keduanya sebagai sosok yang santun dan religius.

"Demi Allah, bang, orangnya baik banget, rajin ibadah. Suaminya itu rajin ibadah. Kita aja enggak nyangka bisa begitu," ucap Eko.

Eko mengatakan, Rita dan Hidayat memang telah lama tinggal di kompleks elite tersebut. Hidayat pernah bekerja sebagai tenaga medis di pabrik otomotif kawasan MM2100, Cibitung, Kabupaten Bekasi. Sedangkan istrinya, Rita, adalah mantan bidan rumah sakit ternama di Bekasi.

"Kalau suaminya ngaku pernah kerja sebagai mantan pengawas. Terus disuruh berhenti dari kerjaannya sama istrinya. Katanya sih untuk buka bisnis aja. Kalau istrinya sempat jadi bidan. Kalau enggak salah dua tahun yang lalu," kata dia.

Senada dengan Eko, Kristanto, tetangga yang tinggal tak jauh dari rumah itu mengaku mengenal pasangan Hidayat-Rita sebagai orang yang baik. "Suaminya ramah banget, ke mana-mana suka tegur sapa. Ia rajin pergi ibadah. Kalau istrinya, saya enggak terlalu kenal. Soalnya dia kan ibu rumah tangga, jadi jarang kelihatan," tutur dia.

Bermula Dari Apotek

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan penangkapan Hidayat dan Rita merupakan hasil pengembangan dari penggerebekan di sebuah apotek ternama berinisial ARIS di Kramatjati, Jakarta Timur, Selasa siang 21 Juni 2016.

"Dari penggerebekan di apotek, kami amankan pemilik apotek inisial MF dan seorang kurir berinisial TH alias ER," Agung menambahkan.

Setelah itu, penyidik melakukan pengembangan ‎ke lokasi pembuatan vaksin di kawasan Puri Bintaro Hijau Pondok Aren, Tangerang.

Wadah dari Botol Bekas

Berdasarkan pengakuan pelaku AP, yang diketahui sebagai salah satu produsen, proses pembuatan vaksin bayi palsu tersebut dimulai dari pengumpulan botol bekas vaksin yang diisi dengan larutan yang dibuat sendiri oleh nya.

Kemudian, ditempeli label vaksin yang dibuat di sebuah percetakan di Kalideres, Jakarta Barat.

"Pemilik percetakan saat ini masih kami cari," ucap Agung.

Ia menambahkan, sejumlah barang bukti sebagian telah disita oleh Bareskrim, di antaranya ‎307 vaksin campak kering, 11 vaksin BGC, tiga kemasan vaksin hepatitis B, 38 vaksin tetanus dan lainnya. Serta sejumlah alat penyulingan vaksin palsu seperti larutan kimia, botol infus, dan peralatan medis pendukung pembuatan vaksin bayi palsu.

"Kasus ini masih dalam pengembangan dan tidak menutup kemungkinan akan ada pelaku-pelaku lain yang tertangkap," Agung menandaskan.

Agung pun mengungkapkan, dari bisnis haram itu, para pelaku  dalam transaksinya dapat menghasilkan omzet hingga Rp 17,5 juta per minggunya dari hasil pemalsuan vaksin ini.

Istana Bereaksi

Wakil Presiden Jusuf Kalla pun angkat bicara. Menurut pria yang akrab disapa JK ini, perbuatan kriminal tersebut tidak bisa dibiarkan. Sebab, sangat membahayakan kesehatan bayi. "Tentu ini sangat berbahaya. Berbahaya untuk kesehatan, apalagi untuk bayi kecil disuntikkan dengan vaksin palsu," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.

JK yakin, jajaran kepolisian dibantu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah bekerja maksimal, untuk menanggulangi peredaran vaksin palsu ini. Sehingga tidak lagi membahayakan masyarakat.

"Soal vaksin ini kan masalah kriminal. Saya kira polisi dan BPOM sudah melakukan tugas dengan baik," JK memungkasi.

Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek, mengatakan pihaknya sangat menentang dan tidak mentolerir segala tindak pemalsuan yang membahayakan kesehatan masyarakat Indonesia.

"Kami sangat berterima kasih kepada Polri karena telah membongkar masalah ini. Kasus ini termasuk on-off lantaran pada 2013 juga telah dilaporkan," kata Menkes di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.

Nila menjelaskan, baik BPOM maupun Kemenkes telah menjalankan tugasnya masing-masing. BPOM selalu menguji vaksin yang akan diedarkan dan Kemenkes memiliki program imunisasi nasional.

"Tugas Kemenkes memberikan imunisasi yang berguna mencegah penyakit di masyarakat. Vaksin yang digunakan dapat dimanfaatkan seluruh faskes baik pemerintah maupun swasta," kata Menkes menambahkan.

Dampak Vaksi Palsu

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) sudah meminta BPOM untuk segera menguji isi kandungan yang ada di dalam vaksin palsu.

"Dicurigai vaksin palsu itu berisi cairan dan antibiotik, yang dampaknya tidak terlalu besar," kata Nila Moeloek.

Yang justru ditakutkan dari vaksin palsu ini adalah dampak dari prosedur pembuatannya. "Steril atau tidaknya akan bereaksi ke kulit, sehingga terjadi infeksi," kata Menkes.

Dokter Anak Arman Bakti Pulungan, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang hadir dalam kesempatan itu membenarkan omongan Menkes dan menambahkan bahwa efek samping setelah imunisasi tergantung jenis dan pemberiannya.

"Dampaknya itu tergantung dari jenis vaksinnya. Pemberian vaksin satu dan lainnya juga berbeda-beda. Misal BCG atau campak pemberiannya berbeda-beda. Ada yang di kulit dan ada pula yang di otot. Efek sampingnya memang berbeda-beda," Arman menjelaskan dampak vaksin palsu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya