Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri terus menelusuri kasus dugaan pemalsuan vaksin untuk balita. Pihak rumah sakit dan bidan pun mulai dibidik penyidik untuk dimintai keterangannya.
Kasubdit Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Kombes Sandi Nugroho tak memungkiri vaksin palsu sudah tersebar di sejumlah rumah sakit dan bidan.
Sebab, menurut dia, sejumlah apotek di beberapa lokasi yang telah digerebek polisi diduga telah mendistribusikan vaksin palsu ke sejumlah rumah sakit dan bidan.
Advertisement
"Berikutnya kita akan memanggil rumah sakit terkait bidan apotek. Kita fokus ke atas karena ditakuti menghilangkan barang bukti. Kalau yang di bawah (produsen dan distributor) kan sudah ada (ditangkap)," ucap Sandi di Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.
Ia pun meminta kepada pihak Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) turut berperan aktif untuk menindaklanjuti perkara vaksin palsu ini. Sebab yang mengetahui pendistribusian obat-obatan termasuk vaksin adalah Kementerian Kesehatan.
"Itu tugas kementerian untuk mengaudit," ujar Sandi.
Sebelumnya, penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri menahan 10 orang pemalsu vaksin untuk balita. Berdasarkan penyidikan, jaringan vaksin palsu ini sudah beroperasi sejak 2003.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan, para pemalsu vaksin tersebut terbagi menjadi tiga kelompok. Yakni kelompok produsen, distributor, dan kurir.
Mereka para pelaku beroperasi di Jakarta, Banten (Tangerang), dan Jawa Barat (Bekasi dan Subang)," kata Agung di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis 24 Juni 2016.
Beda Vaksin Asli dan Palsu
Penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri baru-baru ini mengungkap kasus pemalsuan vaksin untuk balita. Sepuluh tersangka pun ditangkap atas kasus itu.
Kasubdit Industri dan Perdagangan Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Sandi Nugroho meminta masyarakat untuk waspada terkait peredaran vaksin palsu ini. Bahkan masyarakat diminta untuk bisa membedakan mana vaksin yang asli dengan yang palsu.
"Para pelaku biasanya mencampurkan vaksin tertentu dari aqua galon kemudian dicampur air infus dengan obat-obatan yang dikemasnya seperti barang asli. Tapi dia cenderung ke bahan imunisasi," kata Sandi di Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.
Tak hanya memalsukan isi vaksin, Sandi mengatakan para pelaku juga memalsukan kemasan vaksin. Mereka, sambung dia, membuat dan mencetak sendiri kemasan botol pipih hingga kotak vaksin. Secara kasat mata, Sandi menerangkan cukup mudah membedakan mana vaksin yang asli dengan yang palsu.
"Dilihat dari botolnya, tutup botolnya kalau yang palsu itu tipis, lemnya miring. Dan tulisan di kotak kemasan vaksin agak pudar," Sandi menerangkan.
Kemudian cara membedakan berikutnya adalah dari sisi harga vaksin. Jika penjual menawarkan vaksin dengan harga miring dipastikan itu adalah vaksin palsu. Vaksin asli, kata dia, dijual dengan harga Rp 900 ribu per vaksinnya.
"Harga beda. Harusnya Rp 900 ribu, tetapi ini dijual Rp 300 ribu. Tapi (para pelaku) dibilang palsu enggak mau. Dia bilang KW," Sandi menambahkan.
Untuk itu, Sandi mengimbau kepada masyarakat yang akan memvaksin anak-anak mereka untuk memilih tempat yang sudah ditentukan pemerintah. Semisal di Balai Pengobatan Puskesmas dan Rumah Sakit yang telah ditentukan.
"Kadang kan ada yang ingin sendiri melaksanakan tidak sesuai pemerintah. Kami juga minta Kementerian Kesehatan BPOM untuk mengecek," Sandi menandaskan.
Advertisement
Komentar Pimpinan DPR
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan seharusnya virus palsu yang sangat membahayakan masyarakat tidak sampai beredar. Karena menurut dia, vaksin untuk menangkal virus saja sampai bisa dipalsukan.
"Jadi kalau palsu akan membuat orang yang berharap ada kesembuhan ternyata tidak. Vaksin apa pun kan untuk menangkal itu. Kalau palsu tidak akan berdampak apa-apa. Ini suatu kejahatan yang sangat serius menurut saya," ujar Fadli di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 24 Juni 2016.
Dia menegaskan, sebaiknya ada sistem yang bisa memblokade jangan sampai virus palsu tersebar ataupun ada ruang untuk virus tersebut menyebar. Politikus Partai Gerindra ini pun meminta agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) lebih selektif.
"Saya kira institusi terkait apakah itu RS maupun di BPOM lebih selektif. Obat-obat palsu dan vaksin palsu kan beredar bukan kali ini saja. Kalau kita lihat mafianya juga ada karena mereka mengambil untung besar dari obat obat di rumah sakit, di apotek, bahkan yang diperjualkan di bawah tangan, atau yang expired. Semua itu harus ada penanganan serius," Fadli memaparkan.
Dia pun menilai bisa saja adanya vaksin palsu ini karena harga obat-obatan yang semakin mahal. Agar tak merugi, maka para pedagang pun memalsukan obatnya.
"Mereka (pedagang) pasti mencari keuntungan kan dan juga mungkin kalau soal anggaran BPOM yang kurang tidak bisa dijadikan alasan karena ini kan pengawasan. Tapi soal harga obat yang terlalu tinggi bisa saja, namun menurut saya kalau obat itu murah atau generik saya kira mereka juga malas memalsukannya," dia menerangkan.
Fadli pun tak mempersalahkan kalau para penjual dapat menjualkan obatnya secara bebas, tetapi mungkin dilihat dulu apa yang dijualnya.
"Mungkin di sini perlu diseleksi. Kalau itu alat kedokteran, kelengkapan, yang tidak perlu resep dokter boleh saja, asal itu dipantau. Yang tidak boleh obat-obat palsu," Fadli menegaskan terkait keberadaan vaksin palsu.
Sebelumnya, Bareskrim Polri menggerebek pabrik vaksin palsu di Perumahan Puri Bintaro Hijau, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Tak tanggung-tanggung, dalam transaksinya para pembuat vaksin palsu ini mampu menghasilkan omzet sebesar Rp 17,5 juta per minggu.