Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tersangka Amran HI Mustary, dalam kasus dugaan suap proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara itu enggan memberi komentar saat tiba di gedung KPK. Dia menutup mulut rapat-rapat dan bergegas memasuki gedung antirasuah itu.
Baca Juga
Amran hari ini menjalani pemeriksaan dalam kapasitasnya sebagai tersangka pada kasus yang sudah menjerat sejumlah pihak, termasuk beberapa anggota DPR itu.
Advertisement
"Diperiksa sebagai tersangka," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, saat dikonfirmasi, Selasa (23/8/2016).
KPK juga bakal memeriksa anak buah Amran, yakni Navy Anugrah. Navy saat ini menjabat sebagai Kepala Kelompok Kerja (Kapokja) Wilayah I BPJN Maluku Utara. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro.
KPK menetapkan status tersangka kepada Amran dan Andi Taufan secara bersamaan. Keduanya diduga turut menerima aliran suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Meski sudah berstatus tersangka, keduanya belum dijebloskan ke tahanan KPK.
Pada kasus ini, sejumlah Anggota Komisi V DPR diduga telah menerima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Suap diberikan diduga agar para anggota DPR itu menyalurkan program aspirasinya, untuk pembangunan jalan milik Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara.
Sementara, KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan suap proyek jalan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI.
Ketiganya, yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto, dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN. Mereka diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Sedangkan tersangka lain yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah anggota Komisi V.
Total uang suap proyek jalan yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, SGD 1,67 juta, dan USD 72,7 ribu. Suap diberikan Abdul bersama Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng, dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.