Liputan6.com, Jakarta - Keriuhan massa akibat dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok agaknya belum berakhir. Alih-alih bisa menenangkan, status tersangka dari Polri agaknya belum dirasa cukup oleh pihak yang mengecam ucapan Ahok di Pulau Seribu itu. Karena itu, mereka berniat untuk kembali memenuhi jalanan Ibu Kota dengan massa.
Adalah Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) yang memutuskan untuk kembali turun ke jalan. Mereka akan menggelar aksi bertajuk Bela Islam III pada Jumat, 2 Desember 2016.
Baca Juga
"Saya hanya ingin tegaskan, kesepakatan yang ada di GNPF MUI, karena Ahok tak ditahan sampai sekarang, maka GNPF MUI memutuskan dengan aklamasi kesepakatan dengan seluruh elemen untuk menggelar aksi Bela Islam III, Jumat, 2 Desember 2016," ujar Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab di Tebet, Jakarta Selatan, Jumat (18/11/2016).
Advertisement
Rizieq mengatakan, aksi lanjutan dari demo 4 November ini akan diikuti berbagai elemen organisasi Islam. Aksi akan dimulai dengan ibadah salat Jumat berjemaah.
"Kita akan gelar salat Jumat di sepanjang Sudirman-Thamrin, dari Semanggi hingga Istana dengan khatib di (Bundaran) Hotel Indonesia. Maka kami sebut juga itu Jumat Kubro dan Maulid Akbar, karena jatuh di awal bulan Maulid. Aksinya ibadah, gelar sajadah," ujar Rizieq.
Demo 4 November yang berujung kerusuhan, diyakinkan Rizieq tidak akan terjadi pada aksi 2 Desember ini. Ia menegaskan, yang ikut aksi unjuk rasa pada 2 Desember mendatang akan menaati aturan hukum yang berlaku.
"Siapa pun harus kompak menjaga kedamaian. Tetap berjalan di dalam koridor konstitusi. Jadi ini aksi super damai," ujar Rizieq.
Namun, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian meminta agar masyarakat tidak terprovokasi untuk melakukan aksi susulan. Karena, calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama telah dinyatakan tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.
"Masyarakat jangan terbawa arus, terprovokasi. Di bagian timur, di bagian Indonesia Barat, tahan emosi, permasalahan perbedaan suku, agama, dan lain-lain," kata Tito usai pertemuan tertutup dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di gedung MUI Jakarta, Jumat.
Ia menyebut kalau memang rencana aksi berikutnya, yaitu 25 November dan 2 Desember murni untuk menuntut proses hukum Ahok, sebagai Kapolri dengan tegas dia menjamin agar kasus ini dapat diselesaikan secepat mungkin.
"Saya minta masyarakat juga tolong lebih cerdas. Melihat demonstrasi itu hak warga, tapi tolong kalau sudah terlalu banyak sulit dikontrol, timbul psikologi massa yang mudah dipicu, apalagi ada pihak ketiga. Kalau akan demo, tolong dibatasi, sehingga ada kontrol dari pimpinan demo," ucap dia.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini juga akan melaporkan setiap perkembangan kasus ini kepada MUI. Tito meminta agar masyarakat percaya kepada Polri.
"Alhamdulillah, kalau percaya langkah-langkahnya kepada kami, maka tidak perlu ada demo. Pertaruhannya saya sebagai Kapolri, maka tidak perlu ada demo, ikuti saja," kata dia.
Kalau ada aksi susulan, ucap Tito, dia meminta masyarakat harus cerdas dan jangan terbawa suasana. Sebab, kasihan masyarakat yang butuh keamanan dan ketenteraman dan karena itu dapat mempengaruhi pembangunan dan Indonesia menjadi terpuruk.
"Kasus ini kami kembalikan ke ranah hukum. Hanya saja yang bersangkutan (Ahok) memiliki latar belakang agama dan etnis spesifik, tapi jangan dibawa isu masalah SARA, apalagi kemajemukan, pluralisme. Kita bawa ke masalah hukum saja. Persoalan penodaan agama bisa saja dilakukan dengan orang yang seagama. Kebetulan saja ini berbeda," Tito menandaskan.
Imbauan Menolak Demo
Sebelumnya, aksi lanjutan dari demo 4 November dikabarkan bakal digelar pada Jumat, 25 November 2016. Meski belum ada pernyataan resmi dari lembaga atau organisasi mana pun terkait rencana itu, tanggapan mulai banyak bermunculan.
Bahkan, anggota Presedium Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) MS Kaban menyatakan, baik lembaganya maupun HMI siap berpartisipasi dalam demo 25 November.
"Saya sudah katakan, Kesatuan Aksi Keluarga Besar HMI akan ikut bersama-sama. Makanya kami minta seluruh pengurus cabang HMI se-Indonesia untuk melakukan itu. Ingin berpartisipasi lebih besar," ucap Kaban di kantor KAHMI, Jakarta, Senin 14 November lalu.
Menurut dia, hal ini sebagai bentuk perjuangan. Ia juga mengingatkan untuk tidak memandang remeh kasus dugaan penistaan agama.
Namun, yang lebih banyak muncul adalah imbauan untuk tidak melaksanakan aksi tersebut. Sejumlah tokoh pun menyuarakan ajakan untuk tidak lagi menggelar demo karena tuntutan pada demo sebelumnya sudah terpenuhi dengan ditetapkannya Ahok sebagai tersangka.
Hal itu antara lain disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Menurut dia, keinginan para pendemo terkait kasus dugaan penistaan agama sudah terpenuhi.
"Kan, yang diminta demonstran itu (Ahok tersangka). Polisi telah bekerja secara profesional. Presiden juga sudah menyatakan secara cepat. Itu semua sudah dilaksanakan, mau apa lagi?" ucap Gatot di Universitas Indonesia, Rabu, 16 November 2016.
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin juga menilai demo lanjutan pada 25 November tak perlu dilakukan lagi. Mengingat, tuntutan agar Ahok diproses hukum sudah dijalankan dengan baik oleh Polri.
"Ya sementara enggak usahlah, energi besar, energi umat khususnya, disimpanlah," kata Din di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu lalu.
Menurut Din, energi umat sudah seharusnya dialihkan ke kegiatan lain. Apalagi kasus sudah berjalan dan status tersangka sudah ditetapkan. Sehingga lebih baik energi masyarakat diarahkan untuk mengawal kasus ini.
"Kita kawal, kita beri kepercayaan kepada penegak hukum, pemerintah, kawal," ujar Din.
Demikian pula dengan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan yang meminta masyarakat menunggu dan menghormati proses hukum selanjutnya sembari tetap menjaga persatuan.
"Saya mengimbau agar kita menjaga persatuan, kesatuan dan ketenteraman agar kepercayaan dunia internasional kepada kita tidak terganggu," kata Zulkifli di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu lalu.
"(Rencana demonstrasi) 25 November, mau apa lagi? Kan sudah tersangka. Kita tunggu saja proses hukum berikutnya. Percayakan kepada aparat penegak hukum," ujar Zulkifli.
Tak kurang pula Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj yang mengatakan Bareskrim Polri telah bekerja secara objektif, sehingga tak perlu lagi dipermasalahkan.
"Saya percaya ke Bareskrim Polri telah melakukan penyelidikan yang objektif. Karena itu saya mengimbau kepada masyarakat enggak usah demo untuk 25 November. Demo itu kan menghabiskan dana, energi kita," ujar Said Aqil saat dikonfirmasi, Rabu lalu.
Â
Demo Vs Penahanan
Tak hanya tokoh dan pejabat, suara dan saran agar tak ada lagi demo lanjutan juga datang dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Kita mengharapkan agar sudah tidak ada demo-demo lagi," kata Jokowi usai memberikan pengarahan di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat pekan lalu.
Harapan Jokowi ini bukan tanpa alasan. Dia ingin masyarakat percaya pada proses hukum yang sedang berjalan, sehingga tidak perlu lagi ada aksi. "Karena proses hukum sudah dilakukan," ujar Jokowi.
Namun, imbauan itu tak berlaku bagi sebagian kalangan. Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, misalnya, mengaku punya alasan untuk terus menyuarakan aspirasinya melalui aksi massa.
Saat bersama dengan GNPF-MUI menemui pimpinan DPR pada Kamis kemarin, dia mengaku telah menyampaikan pada pimpinan DPR bahwa sepanjang sejarah di Indonesia, semua tersangka yang terkait pasal 156a KUHP tentang penistaan agama yang dinyatakan tersangka seluruhnya langsung ditahan.
"Semua tersangka yang terlibat penistaan dan terlibat daripada KUHP Pasal 156a, begitu dinyatakan tersangka maka mereka langsung ditahan. Seperti yang terjadi pada Yusman Roy, Ahmad Mussadeq, Lia Aminuddin, dan masih banyak lagi," ungkap Rizieq di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis, 17 November 2016.
Jadi menurut dia, kalau kali ini Ahok yang telah berstatus tersangka tidak ditahan, maka dapat membuat preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
"Karena itu, kita minta DPR melaksanakan fungsi pengawasannya untuk bisa berkontribusi kepada bangsa ini dalam penegakan hukum, agar tidak terjadi preseden buruk. Karena itu kami minta setelah dinyatakan tersangka, Ahok harus ditahan. Tidak ada pilihan lain, kecuali menahan Ahok," ujar dia.
Sementara Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian meminta publik mempercayakan proses hukum ini kepada kepolisian. Namun, polisi tetap mempersilakan masyarakat mengawal proses hukum kasus ini hingga ke persidangan. Terlebih, proses hukum tersebut akan berlangsung secara terbuka.
"Jadi kalau ada yang mau turun ke jalan lagi untuk apa? Jawabannya gampang. Kalau ada yang ngajak turun ke jalan lagi, apalagi membuat keresahan dan keributan, cuma satu saja jawabannya, agendanya bukan masalah Ahok," kata Tito.
"Agendanya adalah inkonstitusional, dan kita harus melawan itu karena negara ada langkah-langkah konstitusional," Tito menegaskan.
Â