Liputan6.com, Jakarta - Tidak hanya Pilkada DKI 2017 yang membuat suhu (baca: tensi politik) Jakarta memanas, tapi juga equinox. Jika Pilkada DKI 2017 suhu Jakarta memanas karena kreasi manusia, sementara equinox peristiwa alam alias natural terjadi.
Fenomena alam itu akan berlangsung Selasa, 21 Maret 2017. Secara harfiah, equinox berarti malam yang sama panjang. Pengertian ini berasal dari bahasa Latin. Equinox adalah suatu keadaan di mana waktu siang dan malam sama periode atau panjangnya.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yunus S Swarinoto menjelaskan, fenomena equinox dapat menyebabkan distribusi cahaya matahari relatif lebih signifikan di sekitar ekuator, sehingga kondisi permukaan bumi relatif lebih panas daripada biasanya.
Advertisement
Equinox, ia mengatakan, bukan merupakan fenomena seperti Heat Wave atau gelombang panas, yang dapat terjadi di belahan bumi lainnya seperti Afrika dan Timur Tengah.
"(Bukan fenomena) yang dapat menyebabkan peningkatan suhu secara ekstrem dalam kondisi yang cukup lama," kata Yunus kepada Liputan6.com, Senin, 20 Maret 2017.
Kepala Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko menambahkan, equinox terjadi karena matahari bergerak tepat di atas khatulistiwa. Karena itu, ia mengungkapkan, fenomena equinox bisa dijadikan tanda perpindahan musim.
"Setiap tahun fenomena equinox sebagai penanda bergantinya musim, dari hujan ke kemarau maupun sebaliknya. Masuknya equinox itu sebagai transisi musim," ucap Hary.
2 Kali Setahun
Yunus menjelaskan, equinox merupakan fenomena alami yang terjadi dua kali dalam setahun. Yakni pada 21 Maret dan 23 September. Jadi ini merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahun, karena pada tahun sebelumnya, 2016 dan 2015 juga berlangsung.
"Equinox merupakan salah satu fenomena astronomi, di mana posisi semu matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa," ujar Yunus S Swarinoto kepada Liputan6.com, Senin, 20 Maret 2017.
"Pada 2017, fenomena equinox dapat terjadi pada 20 hingga 21 Maret dan 22 hingga 23 September 2017," kata dia menambahkan.
Yunus menjelaskan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia saat ini lembab atau basah. Beberapa wilayah sudah atau sedang memasuki periode transisi atau pancaroba.
Namun, BMKG mengimbau, beberapa wilayah perlu diwaspadai mengalami kemungkinan kebakaran lahan dan hutan, khususnya pada musim kemarau.
"Potensi kebakaran hutan dan lahan pada periode kemarau juga perlu diwaspadai peningkatannya," Yunus menandaskan.
Advertisement
Jakarta Terpanas
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan suhu di wilayah Jakarta akan lebih panas ketimbang wilayah lainnya di Indonesia akibat fenomena equinox.
"Berdasarkan hasil pengamatan suhu maksimum di wilayah Indonesia, suhu maksimum terukur yang tertinggi saat ini terjadi di wilayah Jakarta, dengan kisaran 35,6 derajat Celsius," kata Yunus S Swarinoto kepada Liputan6.com, Senin, 20 Maret 2017.
"Sedangkan untuk wilayah lainnya berkisar antara 33-35 derajat Celsius," dia melanjutkan.
Yunus menjelaskan, fenomena equinox dapat menyebabkan distribusi cahaya matahari relatif lebih signifikan di sekitar ekuator, sehingga kondisi permukaan bumi relatif lebih panas daripada biasanya.
"Akan tetapi, peningkatan suhu permukaan Bumi tersebut tidak perlu dikhawatirkan, karena kondisinya masih dalam batasan yang normal dan biasa. Tidak mengakibatkan peningkatan suhu udara drastis dan ekstrem," ujar dia.
Menurut Yunus, suhu rata-rata di wilayah Indonesia pada saat periode equinox berkisar antara 32-36 derajat Celsius. "Dan itu tergantung pada kondisi cuaca. Jika banyak awan, maka suhu maksimumnya relatif tidak terlalu panas," dia menegaskan.
Equinox merupakan fenomena astronomi, di mana posisi semu matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa. Persitiwa equinox merupakan peristiwa alami yang terjadi dua kali dalam setahun, yaitu sekitar 20-21 Maret dan 22-23 September.
Khawatir Equinox
Meski suhu permukaan bumi diperkirakan akan meningkat akibat fenomena alam tersebut, namun masyarakat diimbau tak perlu khawatir.
"BMKG mengimbau masyarakat untuk tidak perlu menghawatirkan dampak dari equinox, sebagaimana disebutkan dalam isu yang berkembang," ujar Yunus S Swarinoto kepada Liputan6.com, Senin, 20 Maret 2017.
Kendati, kata Yunus, masyarakat diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang cukup panas, dengan meningkatkan daya tahan tubuh dan tetap menjaga kesehatan keluarga serta lingkungan.
Namun, faktanya fenomena alam tersebut membuat sebagian warga khawatir, antara lain warga Kota Gorontalo yang dekat dengan garis khatulistiwa. Nuwa Abdulah (43), warga setempat, mengatakan, kekhawatirannya dari isu tentang suhu yang meningkat tajam pada waktu terjadinya equinox, sehingga bisa mempengaruhi daya tahan tubuh.
"Gorontalo kan memang panas cuacanya. Kalau terjadi equinox setahu saya akan makin panas. Takut nanti jadi sakit atau minimal sakit kepala," ujarnya di Gorontalo, Minggu, 19 Maret 2017, seperti dilansir Antara.
Karena khawatir, ia bahkan berencana untuk tidak ke luar rumah pada 21 Maret untuk menghindari dampak equinox.
Sementara warga lainnya, Nuryana, sudah siap mengantisipasi dampak equinox tersebut. "Saya sih berencana pakai payung dan tabir surya saja, soalnya banyak yang bilang nanti cuaca akan panas. Tapi kalau baca-baca berita lagi, katanya tidak ada dampak berarti. Ya, tetap diantisipasi saja," ujar dia.
Advertisement