Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor agar menjatuhkan hukuman untuk mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah selama 8 tahun penjara.
Terdakwa dalam kasus korupsi alat kesehatan (alkes) di Banten itu juga dituntut membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa KPK.
Baca Juga
"Menuntur agar majelis hakim yang mengadili dan memeriksa perkara ini, menyatakan terdakwa Ratu Atut Chosiyah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Jaksa KPK saat membacakan tuntutan di PN Jakarta Pusat, Jumat (16/6/2017).
Advertisement
Ratu Atut dinilai secara sah oleh jaksa melakukan korupsi dengan mengatur proses penganggaran pengadaan alat kesehatan (alkes) Banten.
Selain itu, Ratu Atut juga dituntut dengan pidana tambahan, yakni membayar uang pengganti Rp 3,8 miliar, di mana uang pengganti ini adalah uang yang didapat oleh Ratu Atut dari kasus ini.
Ratu Atut didakwa telah mengarahkan Djaja Buddy Suhardja yang diangkat olehnya sebagai Kepala Dinas Kesehatan Banten, untuk membahas anggaran dan pelaksanaan proyek di Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan memintanya berkoordinasi dengan Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
"Wawan meminta Djaja agar anggaran tidak dibuat secara rinci dan dibuat dengan fleksibel. Wawan mengusulkan agar perubahan anggaran APBD Pemprov Banten tahun 2012 dibahas di DPRD Banten. Dicapai nota kesepakatan kebijakan umum anggaran Rp 205 miliar," tutur jaksa.
Selain memperkaya diri sendiri, Atut bersama Tubagus Chaeri Wardana juga disebut telah memperkaya orang lain dengan mengalirkan dana kepada Yuni Astuti sebesar Rp 23,3 miliar, Djadja Buddy Suhardja Rp 240 juta, Ajat Drajat Ahmad Putra sebesar Rp 295 juta.
Selanjutnya, Rano Karno menerima Rp 700 juta, Jana Sunawati Rp 134 juta, Yogi Adi Prabowo menerima Rp 76,5 juta, Tatan Supardi menerima Rp 63 juta, Abdul Rohman menerima Rp 60 juta, Ferga Andriyana menerima Rp 50 juta, Eki Jaki menerima Rp 20 juta, Suherman menerima Rp 15,5 juta, Aris Budiman menerima Rp 1,5 juta, dan Sobran menerima Rp 1juta.
"Fasilitas berlibur ke Beijing beserta uang sakunya Rp 1,65 miliar untuk pejabat Dinkes Provinsi Banten, Tim Survei, Panitia Pengadaan dan Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan," imbuh jaksa.
Berdasarkan fakta hukum, jaksa mengatakan Ratu Atut telah menyalahi kewenangan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau korporasi dan merugikan kerugian negara.
"Atas perbuatannya, terdakwa mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 79 miliar," ujar jaksa.