Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan sejumlah arahan kepada Partai Golkar yang saat ini sedang menghadapi persoalan internal. Arahan terkait status tersangka dari sang ketua umum partai berlambang pohon beringin itu yakni Setya Novanto.
Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Korbid Polhukam) Partai Golkar Yorrys Raweyai menyampaikan, mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla berpesan agar partai tersebut dapat menyikapi persoalan dengan bijak dan tenang.
Baca Juga
"Dan beliau hanya pesan, bahwa kondisi ini tidak bisa kita reaktif dalam menyelesaikan persoalan. Sebab ini akan memberikan implikasi secara nasional," tutur Yorrys usai menemui Jusuf Kalla di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (19/7/2017).
Advertisement
Yorrys melanjutkan, Jusuf Kalla meminta Partai Golkar dapat bergegas merampungkan konsolidasi internal, terutama dari tingkat DPP. Kemudian kembali membaca aturan organisasi yang tercantum dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
"Karena itu (AD/ART) yang landasan hukum utama. Landasan kedua kalau ada kesepakatan-kesepakatan, sepanjang ini tujuannya untuk menyelamatkan dan memperbaiki Golkar maka masukan itu dalam opsi yang nantinya dapat kita diskusikan. Gitu aja beliau katakan dan beliau mengatakan bahwa saya juga akan pelajari," jelas dia.
Yorrys mengatakan, Partai Golkar akan mempelajari kembali dan memperbaiki sejumlah poin yang dirasa kurang sekaligus melengkapi aturan yang belum ada. Salah satunya terkait pergantian ketua umum yang dalam hal ini tersandung kasus hingga berstatus tersangka.
"Karena tadi kan dia bilang kita ikut saja Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga, saya bilang betul Pak di Munas itu tidak secara eksplisit. Hanya dikasih kriteria meninggal dunia, mengundurkan diri, dan berhalangan tetap," kata dia.
Dia menyatakan, penetapan status tersangka terhadap ketua umum baru pertama kali ini terjadi. Sehingga akan menjadi pembelajaran bagi partai dalam mengatur AD/ART.
"Sehingga kalau ada terjadi ini kita tidak jadi debatable, berdebat yang akhirnya hanya merusak partai," Yorrys menandaskan.
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP, Senin 17 Juli 2017.
Oleh KPK, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ancaman dari pelanggar pasal tersebut berupa pidana penjara seumur hidup.
Terkait statusnya ini, Setya Novanto secara tegas membantah menerima uang Rp 574 miliar seperti yang disebutkan dalam dakwaan jaksa KPK. Dia pun mengutip pernyataan mantan anggota Partai Demokrat Nazaruddin yang menyebut, kalau dirinya tidak terlibat korupsi e-KTP.
"Tapi khusus pada tuduhan saya telah menerima Rp 574 miliar, kita sudah lihat dalam sidang Tipikor 3 April 2017, dalam fakta persidangan saudara Nazar keterlibatan saya dalam e-KTP disebutkan tidak ada, dan sudah bantah tidak terbukti menerima uang itu," kata Setya Novanto.
Saksikan video di bawah ini: