Liputan6.com, Jakarta - Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) menjadi 'bola panas' dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) KPK bersama Komisi III.
Para anggota Komisi III mempertanyakan mekanisme penyitaan barang dari dari hasil korupsi oleh KPK.
Baca Juga
"Gimana mungkin Rupbasan bilang tidak pernah nerima (barang aset), kemudian juga ada aset yang dialihkan tanpa lewat rubasan," heran Mukhamad Misbakhun di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017) malam.
Advertisement
"Mengurus barang bukti aja susah," timpal Wenny Warrouw, anggota fraksi Partai Gerindra ini.
Menjawab hal itu, Koordinator Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK, Iren Putri mengatakan tidak masuknya ke dalam Rupbasan lantaran barang seperti mobil ada yag masih dalam status leasing.
"Mobil mewah diketahui banyak masih distatus leasing, jadi kita sita uangnya aja," jelas dia.
Ada pula satu unit Porsche kuning yang belakangan sempat ditilang Polda Metro Jaya. KPK mengatakan, ketidakhadiran mobil tersebut dalam daftar Rupbasan dikarenakan unit tersebut baru terdata dan belum ditemukan fisiknya, sehingga berstatus terblokir.
"Porsche diblokir biar tak jadi pengalihan, pas penyitaan belum ketemu fisik. Pas ditilang baru ketemu," beber Iren.
Â
Kendala Jaga Barang Sitaan
Wakil ketua KPK Laode Syarif pun mengakui bahwa kordinasi dengan Rupbasan ada beberapa kendala. Seperti ketidaksanggupan Rupbasan mengelola lantaran terkendala dana perawatan.
"KPK merawatnya biaya sendiri, dengan cari tempat parkir di Kemenkumham," terang Laode.
Laode juga menjelaskan, nasib barang-barang sitaan KPK sebagian juga ada yang dihibahkan atau dilelang, semua itu melalui mekanisme yang diatur Kementerian Keuangan.
Menurut dia, pada dasarnya KPK hanya menyita dan memfasilitasi saja.
"Mekanismenya, yang sudah inkracht, jika sudah bisa dilakukan perampasan oleh negara dan dicatat oleh barang milik negara sebagai barang milik negara," tandas Laode.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement