Liputan6.com, Semarang - Apple berencana membangun pabrik di Batam untuk produksi AirTag, aksesoris iPhone dengan nilai investasi sebesar USD1 miliar. Pabrik tersebut diperkirakan bisa memasok sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global dan berproduksi mulai tahun 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan akan menyerap tenaga kerja sekitar 2.000 orang.
Namun berdasar kajian Kementerian Perindustrian, ternyata nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya USD200 juta. Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan komitmen nilai investasi USD 1 miliar dalam proposal yang disampaikan Apple.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana mempertanyakan keseriusan Apple untuk menjaga komitmennya. Menurut Ilham, Kementrian Perindustrian sudah pada rel yang benar.
Advertisement
"Saya kira Kemenperin sudah benar. Berpatokan pada aturan sekaligus menjaga martabat bangsa Indonesia agar tak dipermainkan sektor swasta. Jangan sampai mentang-mentang perusahaan besar terus seenaknya berbohong," kata Ilham.
Baca Juga
Ditambahkan bahwa keluhan adanya birokrasi yang rumit bagi investor otomatis terpatahkan karena Apple sudah berinvestasi sejak 2017. Meski demikian angka investasi yang masuk amat sangat kecil, dibandingkan dengan investasi yang ada di Vietnam.
"Saya khawatir harga diri bangsa kita hanya dianggap sebagai pasar saja. Padahal sebagai bangsa besar, kita memiliki keunggulan lain yang kompetitif dibandingkan sekadar diperlakukan sebagai pasar saja," katanya.
Menurut Ilham Permana, Kemenperin berusaha memberikan kepastian hukum dengan berpegang pada regulasi yang ada. Jika Kemenperin lemah dan mau bernegosiasi ulang, justru memberikan ketidakpastian hukum.
"Salah satu pertimbangan utama investor adalah kepastian hukum. Saya menyayangkan mengapa Apple justru tak mendukung upaya penegakan aturan untuk memberi kepastian hukum," katanya.
Simak Video Pilihan Ini:
Utang ke Pemerintah RI
Angka investasi Apple yang sangat kecil didasarkan pada perhitungan teknokratis Kemenperin. Dalam penghitungan itu, komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku tidak dapat dimasukkan sebagai capex (capital expenditure) investasi.
Nilai investasi diukur hanya dari capex, yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi. Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, seakan-akan melambungkan nilai investasi lebih tinggi sampai USD1 miliar, padahal riilnya hanya USD200 juta.
Atas hal ini, menurut Ilham, ada kemungkinan Apple sengaja menyiasati aturan, seakan-akan nilai investasi sudah sesuai komitmen. Padahal jika dihitung secara real sangat jauh.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menyebut jika Kemenperin sangat menghormati komitmen Apple. Namun ia berharap Apple juga menghormati aturan yang berlaku.
“Jika nilai investasi Apple sebesar USD1 miliar itu benar-benar untuk capex, seperti pembelian tanah, bangunan, dan mesin/teknologi, tentu lebih baik lagi. Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi USD1 miliar, tentu akan sangat besar sekali,” kata Febri.
Ditambahkan, dalam negosiasi pada tanggal 7 Januari 2025, Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex. Tim negosiasi Kemenperin dengan tegas menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex. Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi.
Apple sebagai investor juga tak memiliki rekam jejak yang meyakinkan. Investasi Apple pada periode 2020-2023 belum mematuhi Permenperin No. 29 Tahun 2017, yang telah memberikan fasilitas bagi Apple untuk menjual produknya di Indonesia.
Apple mengakui bahwa mereka masih punya utang komitmen investasi USD10 juta pada periode 2020-2023 yang jatuh tempo pada bulan Juni 2023. Berdasarkan Permenperin tersebut, ketidakpatuhan dapat menyebabkan Apple dikenai sanksi penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang mengakibatkan produk Apple tidak bisa diperdagangkan di Indonesia.
Febri menyebut Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi skema tiga pada proposal periode 2024-2026. Sanksi ini juga telah disampaikan dalam counter proposal Kemenperin dalam negosiasi dengan Apple.
Advertisement