Liputan6.com, Jakarta - Empat orang tewas setelah menegak minuman keras (miras) oplosan di kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Mereka juga menggunakan jengkol sebagai bahan campuran miras.
Kapolres Jakarta Timur Kombes Andry Wibowo mengatakan, polisi mengamankan pria berinisial OM terkait miras oplosan tersebut. Dia merupakan produsen miras oplosan tersebut di kawasan Cipayung, Jakarta Timur.
"Yang bersangkutan sudah tersangka," ujar Andry di Jakarta, Jumat (13/10/2017)
Advertisement
Andry menyampaikan, peristiwa itu terjadi pada Minggu, 8 Oktober 2017. Korban kritis semula ada enam orang.
Namun dua hari setelahnya, yakni Selasa 10 Oktober 2017, empat orang atas nama Subagio, Aris Pratama, Marulli, dan Supri tidak dapat bertahan dan meninggal di rumah sakit. Sementara dua korban lainnya, Fares dan Primus, masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
"Korban Aris mengalami muntah darah sebanyak tiga kali dan bau jengkol terasa pada muntahannya disertai buang air besar," tutur Andry.
Menurut Andry, selain disebabkan miras oplosan, para korban tewas di antaranya juga mengidap riwayat penyakit paru-paru dan adanya virus tertentu yang mengontaminasi organ dalam tubuh mereka.
"Baru dilaporkan ke Polsek Cipayung. Polsek Cipayung kemudian melakukan interogasi penyelidikan, termasuk mendatangi TKP," jelas Andry.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Miras Oplosan
Kepala Departemen Lakpesdam PWNU DKI Jakarta Abdul Wahid Hasyim mengungkapkan, hasil riset menunjukkan banyak anak di bawah umur yang mengonsumsi miras oplosan. Ini dilakukan lantaran mereka sulit mendapatkan minuman beralkohol golongan A di supermarket.
"Konsumsi alkohol oplosan terjadi karena mudahnya memperoleh minuman oplosan di pinggir jalan dan tanpa pengendalian. Dari jumlah responden yang sering konsumsi alkohol, 71,5 persen mengaku membeli minuman oplosan di warung jamu," kata Abdul saat acara di Bumbu Desa Cikini, Jakarta Pusat, Selasa 15 Agustus 2017.
Riset dilakukan pada Februari hingga Maret 2017 melalui survei saintifik dengan mendasarkan penarikan sampel sesuai kaidah probability sampling dengan metode penarikan sampel acak sederhana. Riset yang dilakukan dengan bekerja sama Pusat Penguatan Otonomi Daerah (PPOD) itu menyasar 327 responden remaja usia antara 12 sampai 21 tahun.
Abdul melanjutkan, sebanyak 14,3 persen mereka membeli miras oplosan di warung kelontong dan 7,1 persen melalui perantara. Warung jamu dipilih responden karena mudah diakses, jarang ada razia, dan ada di hampir setiap sudut jalan juga gang.
"Fenomena lainnya yang cukup mencengangkan, jumlah responden di bawah umur yang tetap mengonsumsi minuman beralkohol oplosan, yaitu 65,3 persen," ucap dia.
Advertisement