Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi dugaan suap izin pembangunan proyek Meikarta dilakukan untuk keuntungan korporasi. Korporasi yang menggarap proyek Meikarta diketahui adalah PT Lippo Cikarang.
"Kami sudah mengidentifikasi dugaan suap ini dilakukan untuk keuntungan korporasi yang mendapatkan keuntungan izin di sana," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (31/7/2019).
Febri mengatakan, pihak lembaga antirasuah akan terus mengembangkan perkara suap ini. Menurut Febri, tak menutup kemungkinan KPK akan mengenakan pidana korporasi dalam kasus ini.
Advertisement
"KPK memastikan pengembangan perkara akan terus dilakukan. Kami sudah melihat bagaimana posisi orang-orang tersebut, apakah dia sebagai personifikasi dari korporasi atau dia menjalankan tugasnya sebagai pelaksana tugas resmi dari korporasi atau berjalan sendiri sebagai personel saja," kata Febri.
Baca Juga
Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Presiden Direktur (Presdir) PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto (BTO) sebagai tersangka kasus suap izin pembangunan Meikarta di Bekasi, Jawa Barat.
Bartholomeus bersama mantan petinggi Lippo Group, Billy Sindoro, Henry Jasmen, Taryudi, Fitra Djaja Purnama, dan sejumlah pegawai PT Lippo Cikarang, mendekati mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Hal itu dimaksudkan untuk mengurus Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT) terkait proyek Meikarta. Saat ituPT Lippo Cikarang mengajukan IPPT seluas 143 hektar untuk proyek Meikarta.
Neneng kemudian menyanggupi permintaan tersebut dengan mempersilahkan melakukan komunikasi bersama orang dekatnya. Dari situ, Neneng meminta sejumlah uang dan Bartholomeus menyanggupi permintaan tersebut untuk pengurusan IPPT.
Bartholomeus menyetujui setidaknya lima kali pemberian tersebut kepada Bupati Neneng. Baik dalam bentuk USD dan rupiah dengan total Rp 10,5 miliar.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sekda Jabar Tersangka
Sementara itu, KPK juga menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus yang sama. Dia diduga menerima uang suap Rp 900 juta dari mantan Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi Nurlaili.
Uang itu diduga dari PT Lippo Cikarang sebagau pemulus pembahasan substansi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi tahun 2017.
"Pihak Lippo Cikarang menyerahkan uang kepada Neneng Rahmi dan kemudian pada sekitar Desember 2017 dalam dua tahap, Neneng melalui perantara menyerahkan uang pada tersangka IWK dengan total Rp 900 juta terkait dengan pengurusan RDTR di Provinsi Jawa Barat," beber Saut.
Atas perbuatannya, Iwa Karniwa diancam Pasal ‎12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Bartholomeus disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1.
Advertisement