Pejabat Pembuat Komitmen Ditjen Pendis Kemenag Jadi Tersangka KPK

KPK menemukan tiga daftar harga pengadan barang dan jasa terkait dalam kasus ini.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Des 2019, 02:22 WIB
Diterbitkan 17 Des 2019, 02:22 WIB
FOTO: OTT  Bupati Lampung Tengah, KPK Tunjukan Uang Suap Rp 1 Miliar
Wakil ketua KPK Laode M Syarif (kanan) dan juri bicara KPK, Febri Diansyah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Undang Sumantri (UMS), pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama sebagai tersangka baru dalam kasus perkara pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Agama pada 2011.

"KPK membuka penyelidikan baru dan menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara ke penyidikan kasus tindak pidana korupsi dan menetapakan USM pejabat pembuat komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag, sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Laode Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019).

Laode mengungkap USM berperan dalam pengadaan peralatan laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan pengadaan pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi untuk jenjang Mts dan Madrasah Aliyah (MA) pada tahun anggaran 2011. KPK pun menemukan tiga daftar harga pengadan barang dan jasa terkait.

Pertama peralatan Lab Komputer MTs sebesar Rp 40 miliar. Kedua, Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang Madrasah Tsanawiyah (MTs) Rp 23,25 miliar, dan ketiga Pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi pada Jenjang Madrasah Aliyah (MA) sebesar Rp 50,75 miliar.

"KPK menduga USM selaku PPK Pendis Kemenag mendapat arahan agar menentukan siapa saja pemenang paket-paket tersebut, sekaligus diberikan daftar pemilik pekerjaan," jelas Laode.

Pada Oktober 2011, tersangka USM selaku PPK menandatangani dokumen harga pekiraan sendiri (HPS) terkait spesifikasi teknis dari laboratorium Komputer MTs. KPK menduga daftar harga diberikan oleh PT CGM.

Setelah lelang diumumkan, PT CGM langsung menghubungi rekanannya (diduga PT BKM) dan meminjam perusahaan tersebut untuk mengikuti lelang dengan kesepakatan "biaya peminjaman" perusahaan.

"Pada bulan November 2011, KPK menduga ada pertemuan untuk menentukan pemenang dan diumumkanlah PT BKM sebagai pemenangnya," jelas Laode.

Kemudian pada Desember 2011, USM menandatangani kontraknya bersama PT BKM dan terjadi pembayaran atas peralatan Lab MTs di tahun anggaran 2011 senilai Rp 27,9 miliar dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp 12 miliar.

Atas perbuatannya, USM disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Seret PT Telkom dan Senayan

Tindak-tanduk USM sebagai PPK belum usai di Mts. USM juga turut andil dalam proyek pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi dengan nilai anggaran sebesar Rp50,75 miliar untuk Mts dan MA.

Wakil Ketua KPK Laode Syarif menjelaskan runut kronologis dari sistem pembelajaran ini. Awalnya pada Agustus 2011, pihak Kementerian Agama melalui salah satu pejabatnya menyetujui konsep Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Mts dan MA yang dipresentasikan oleh PT Telkom.

PT Telkom pun diminta menyusun spesifikasi teknis dan harga perkiraan sesuai dengan konsep yang telah dibahas untuk persiapan lelang.

Pada Oktober 2011, KPK menduga telah terjadi pertemuan antara beberapa pihak untuk menentukan pemenang dalam lelang sistem pembelajaran terintegrasi tersebut.

"Saat itu diduga terdapat permintaan agar proyek 'dijaga' untuk menentukan pemenangnya," tutur Laode.

Pada November 2011, USM selaku PPK menetapkan dan menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk proyek tersebut. KPK menduga HPS telah disesuaikan dengan nilai penawaran yang sudah dapat memfasilitasi jatah untuk pihak 'Senayan' dan pihak Kemenag saat itu.

Pada 17 November 2011, Tim Unit Pelayanan Pengadaan (ULP) mengumumkan pemenangnya adalah PT Telkom.

"Pada Desember 2011 dilakukan dilakukan pembayaran total Rp 56,6 miliar untuk proyek tersebut, KPK menduga kerugian keuangan negara setidaknya adalah Rp 4 miliar," Laode menandasi.

Wakil Ketua KPK Laode Syarif meyatakan ada identifikasi dugaan aliran dana dari proyek pengadaan terkait kepada sejumlah politisi dan penyelenggara negara. Nilainya mencapai Rp 10,2 miliar.

Laode merinci, nilai tersebut dibagi dua, pertama Rp 5,04 miliar untuk pengadaan peralatan Lab komputer untuk Mts. Kedua, Rp 5,2 miliar dalam pengadaan pengembangan sistem komunikasi dan mendia pembelajaran terintegrasi Mts dan MA.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya