Liputan6.com, Jakarta - Kehilangan harta benda akibat banjir, tentunya tak mudah bagi mereka yang mengalaminya. Terlebih jika mengingat jerih payah yang dikeluarkan selama bertahun-tahun untuk mengumpulkan barang-barang tersebut, lenyap hanya dalam hitungan jam.
Seakan belum cukup, para korban juga harus berjibaku dengan sampah dan lumpur usai banjir, serta perbaikan rumah yang pastinya menghabiskan biaya tak murah. Bisa dikatakan, bencana banjir sangat menguras emosi, pikiran, tenaga dan uang secara keseluruhan.
Baca Juga
Stres, inilah yang dirasakan sebagian korban banjir. Kenyataan pahit yang harus mereka hadapi, seketika meruntuhkan mental dan menyisakan tekanan batin.Â
Advertisement
"Iya di yayasan ini ada, hanya baru konsultasi, karena mobilnya, rumahnya, semua harta benda porak poranda. Itu dari Bengkulu karena banjir di sana sangat tinggi," kata pendiri Yayasan Jamrud Biru, Suhartono kepada Liputan6.com, saat perayaan Maulid Nabi Muhammad 2020, Bekasi, Rabu (15/1/2020).
Menurut dia, kondisi korban banjir tersebut mengkhawatirkan. Stres dan tekanan batin yang dialaminya, membuat korban seolah kehilangan jati diri dan menjadi linglung.
"Dia bingung pada saat datang ke sini," ujar pria yang sudah puluhan tahun memimpin yayasan bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Hartono, sapaan akrabnya, menjelaskan kondisi stres cenderung membuat kejiwaan seseorang menjadi tak stabil. Hal ini harusnya menjadi warning bagi seseorang untuk secepatnya memulihkan kondisi kejiwaannya, agar tak berlanjut ke situasi yang lebih buruk.
"Sudah pasti karena tekanan batin. Yang namanya tekanan batin sudah pasti sakit jiwa nantinya. Karena kalau batin tidak diobati, ia ngerasa kehilangan, batin tertekan karena kandungan perjuangan yang dia lakukan tidak berhasil, dan keberhasilan itu hancur dan stress," paparnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cara Atasi Stres
Hartono mengakui, penanganan untuk orang-orang dengan kondisi stres, bisa dimulai dengan pendekatan yang bersifat persuasif. Hal ini setidaknya bisa membantu melepaskan beban emosi yang selama ini dirasakan penderita stres.
"Caranya melalukan pendekatan persuasif kepada pasien ini. Bisa bertukar informasi agar dia bisa curhat, jadi sedikit lebih rileks," jelasnya.
Bagi mereka yang sudah menderita stres berkepanjangan, Hartono menyarankan agar secepatnya melakukan treatment dengan mengunjungi para ahli, semisal psikolog. Hal ini untuk mencegah stres menjadi akut dan berdampak pada gangguan jiwa.
"Orang stres itu kan banyak beban mental atau beban masalah yang dihadapi, dan tidak bisa dipecahkan oleh dia. Ya harus memang ke psikolog," imbuhnya.
Jika tak memiliki biaya, sambung Hartono, penderita stres juga bisa dengan cara merubah mindset yang selama ini membuatnya selalu terkukung dalam kecemasan berlebih.
"Ada juga yang diobati dengan diri sendiri, merubah statement dan cara hidup dia memikirkan dunia ini. Sampai kapan pun tidak akan habis, permasalahan tidak akan selesai. Nah kitanya, bagaimana memperbaiki diri kita," tutupnya.
Advertisement