Jalani Bisnis, Sambil Kampanye Sampah Plastik

Jangan muluk-muluk, dimulai dari diri sendiri, jadi pioner dulu.

oleh stella maris pada 16 Feb 2020, 11:21 WIB
Diperbarui 16 Feb 2020, 13:36 WIB
Pedagang kopi gerobak
Pedagang kopi gerobak di Banyuwangi.

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, dalam menjalankan bisnis tak hanya membahas tentang laba saja. Namun bagaimana usaha, kecil atau besar itu dapat berjalan dan berdampak untuk kehidupan dan alam. Nah itulah yang dilakukan Novian Dharma Putra.

Pria berusia 33 tahun itu kini pedagang kopi gerobak asal Kelurahan Tamanbaru, Kabupaten Banyuwangi. Dia berjualan kopi di atas gerobak motor, sambil mengampanyekan tidak buang sampah sembarangan.

Selama jualan kopi di gerobak, Novian juga menerima pembelian kopi dengan sistem tukar sampah. Dari aktivitasnya, selama setahun terakhir banyak pihak yang tertarik mengundangnya untuk jadi pembicara di sekolah-sekolah maupun instansi, terkait proses pengelolaan sampah hingga motivasi.

"Yang sering diundang ke sekolah-sekolah, lintas komunitas, dan di kantor kecamatan Sempu, Pesanggaran dan pernah sekali di sebuah yayasan Bangkalan Madura," kata Novian, Jumat (14/2).

Saat ditemui, Novian sedang menjadi pembicara di Bank Sampah Banyuwangi, Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Banyuwangi terkait pelatihan pengelolaan sampah kepada komunitas serta pemerhati lingkungan, Jumat (14/2).

Kepada para peserta, Novian menyampaikan kesadaran menghadapi persoalan sampah, harus dimulai dari diri sendiri. Sebelum akhirnya bisa menuai hasil secara ekonomis dari proses pengelolaan.

"Harapan saya jangan muluk-muluk, dimulai dari diri sendiri, jadi pioner dulu. Minimal bisa jelaskan ke anak cucu, apa dampak dari sampah dan mereka akan menularkan sifat bijak terhadap potensi sampah dan tidak membuang sampah sembarangan," kata Novian kepada peserta.

"Karena kita punya anak, kita punya cucu, masak kita mau mewariskan sampah ke mereka, dengan kondisi lingkungan yang semakin kotor," tambahnya.

Novian mulanya bukan seorang pedagang kopi keliling yang sering buka setiap malam di samping Taman Makam Pahlawan (TMP) depan Kantor Pemkab Banyuwangi.

Mulanya, dia merupakan pekerja di Perusahaan Migas Nasional Pertamina Hulu Energi ONWJ sejak 2009. Perusahaan tersebut beroperasi di lepas pantai laut Jawa. Di sana Novian ditempatkan di bagian operator pengelola lingkungan.

"Di sana saya diajarkan managemen sampah baik benar, sampai punya nilai ekonomi. Dan sekarang dirikan kopi bayar sampah," katanya.

Sebelum memutuskan untuk berhenti dan fokus berwirausaha di rumah pada tahun 2018. Dia sempat kampanye tidak buang sampah sembarangan dan edukasi pemilahan sampah dengan keliling menggunakan sepeda ontel. Sepeda tersebut dimodifikasi membawa tiga tong yang berisi sampah organik, non organik, dan limbah berbahaya.

"Baru di bulan Oktober 2018, saya mendirikan moca (mobile cafe), dan coba memberanikan diri untuk buka layanan minum kopi bisa bayar dengan sampah," katanya.

Untuk mendapatkan satu cangkir kopi dengan bayar sampah. Pengunjung cukup membawa sampah non organik sekantong dengan berat minimal 250 gram atau seperempat kilo. Pelanggan bisa mendapatkan secangkir kopi arabica maupun robusta.

"Mulanya hanya di hari Jumat saja, tapi karena jumlah yang menukar sampah masih sedikit, padahal sudah sering saya informasikan lewat medsos, akhirnya sekarang saya terima bayar sampah setiap hari," katanya.

Bila dihitung, harga sampah 250 gram dengan kondisi jenis plastik masih campur aduk, nilai harganya sekitar Rp 1000, sementara harga kopi Robusta racikannya secara komersial dijual Rp 8000. Agar tidak rugi, dia mensubsidi diri sendiri lewat produk kerajinan maupun makanan titipan yang dijual di lapaknya.

"Produk lain jadi subsidi, kalau harga seperempat sampah hanya Rp 1000, harga kopi tubruk Rp 8000," katanya.

Saat ini, dia sudah memiliki beberapa pelanggan tetap yang rutin bayar sampah untuk mendapatkan secangkir kopi darinya.

"Sudah ada beberapa pelanggan, minimal dua tiga hari sekali datang untuk bayar kopi dengan sampah," katanya.

Oleh Novian, sampah hasil bertukar dengan kopi dia jual melalui bank sampah yang dikelola warga.

"Kita tidak bisa lepas dari sampah, tapi bisa diminimalisir. Kalau bebas dari sampah tidak bisa, pabrik plastik harus ditutup, pabrik kertas harus ditutup. Jadi minimal aksi harus dimulai dari diri sendiri, jangan buang sampah sembarangan," katanya.

Selain menjadi pembicara maupun juri terkait pengelolaan sampah di sekolah, komunitas maupun instansi, Novian juga aktif membuat beragam kerajinan daur ulang lewat seni decoupage. Di rumahnya, dia juga membuat komposter biopori dan memanfaatkan got perumahan menjadi kolam lele.

"Kolam lele ada di got depan rumah dan beberapa rumah warga. Kemarin baru panen," katanya.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya