Liputan6.com, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono mengatakan, kondisi geografis berupa hutan lebat yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora, menjadi salah satu tantangan bagi Satgas Tinombala untuk menemukan kelompok pembunuh sadis terhadap satu keluarga di Sigi, Sulteng ini.
Satgas telah berupaya menyisir hutan belantara yang luas ini untuk mencari para pelaku tersebut.
"Semoga permasalahan geografis alam ini segera bisa diatasi," kata Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (2/12/2020).
Advertisement
Kelompok MIT diduga masih berada di antara tiga kabupaten di Sulawesi Tengah yakni Sigi, Poso, dan Parigi Moutong atau berada di dalam Taman Nasional Lore Lindu yang membentang dari Sigi hingga Poso.
"Dia naik turun gunung," ucap Awi seperti dikutip Antara.
Berdasarkan keterangan anggota MIT yang ditangkap, jika kelompoknya tiba-tiba melihat anggota Satgas Tinombala dari jarak 10 hingga 20 meter, mereka langsung mengambil posisi tiarap sehingga menyulitkan Satgas menemukan mereka apalagi ditambah kondisi hutan dengan pepohonan yang lebat.
Dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka, kelompok ini kerap turun ke desa untuk meminta bahan makanan dari warga setempat demi bertahan hidup.
"Turun ke desa, meneror masyarakat, meminta makan dan akhirnya mencuri atau merampok dengan kekerasan, termasuk dengan pembunuhan. Kemudian ujung-ujungnya ambil beras," ungkap Awi.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Membunuh dan Membakar
Sebelumnya pada Jumat (27/11/2020) pagi sekitar pukul 10.00 WITA, satu keluarga yang terdiri atas empat orang di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dibunuh oleh sejumlah orang tak dikenal yang diduga kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora.
Keempat korban yang dibunuh kelompok ini adalah Yasa selaku kepala rumah tangga, Pinu, Nata alias Papa Jana alias Naka dan Pedi. Kemudian mereka membakar tujuh bangunan yaitu enam rumah warga dan satu rumah warga yang dijadikan pos pelayanan Gereja Bala Keselamatan.
"(Warga) yang kasih (bahan makanan) tidak dianiaya. Namun kemarin ada perlawanan, sehingga yang terjadi demikian (empat warga tewas)," ujar Awi.
Advertisement