Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia, Mahfudz Siddiq mengungkapkan, angka 4 persen yang ditetapkan dalam ketentuan parliamentary treshold pada Pemilu 2019 telah cukup baik guna menilai kemampuan partai dalam sistem politik nasional.
"Angka 4 persen sebagai parliamentary treshold adalah angka yang cukup efektif untuk menyeleksi partai-partai baru apakah mempunyai kekuatan dalam pentas politik nasional," ujar Mahfudz pada webinar nasional yang digelar Moya Institute bertema Parpol Baru dan Dinamika Politik Nasional, Kamis (4/2/2021) sore.
Fakta tersebut, ungkap Mahfudz, dapat dicermati bahwa pada perhelatan Pemilu 2019, dari 16 partai politik peserta, satu pun tak ada yang lolos dari partai baru memenuhi ambang batas parliamentary treshold.
Advertisement
Menurut dia, jika melihat perjalanan sejarah Pemilu di Tanah Air, khususnya pasca-reformasi, maka partai politik baru memiliki prospek cemerlang untuk melaju ke parlemen dengan perolehan suara yang bagus.
"Tinggal yang jadi pertanyaan, apakah landscape kepartaian di Indonesia masih memungkinkan? Apakah pasar Pemilu masih memungkinkan eksisnya, munculnya partai politik baru?" kata Mahfudz.
Sementara itu, Cendekiawam Muslim dan mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Prof. Azyumardi Azra, yang juga pembicara dalam webinar menuturkan, partai politik haruslah mempunyai orientasi kepada kepentingan rakyat, bukannya mengutamakan kepentingan politik sendiri serta kekuasaan.
"Parpol baru harus punya strategi khusus jika ingin bersaing dengan parpol lama. Cari cara yang signifikan untuk mendapatkan suara sehingga memenangkan partainya," ucap Azzumardi.
Selanjutnya, pembicara lainnya, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Prof. Komaruddin Hidayat, memaparkan, dalam dinamika politik nasional sebaiknya partai pollitik memperlihatkan kompetisi yang baik, beretika, sehingga memang layak disimak dalam politik nasional.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Memikat Hati Konstituen
Komaruddin juga mengingatkan bahwa dalam era reformasi yang membuka kebebasan kehadiran partai politik baru, namun justru melakukan serta mengulangi keburukan yang dulu mereka kritisi.
"Akibatnya apa? Respek rakyat atau kepercayaan rakyat pada partai politik itu sangat menurun. Kalau dulu Orde Baru ada floating mass, sekarang reformasi namanya floating parpol," ungkap Komaruddin.
Sedangkan diplomat senior, Prof. Imron Cotan, menyampaikan tentang sejauh mana visi misi dari Partai Gelora Indonesia dapat memikat hati konstituen. Selain itu, imbuh Imron, apakah Partai Gelora mampu memberikan pilihan baru dalam Pemilu nanti.
Â
Advertisement