Liputan6.com, Jakarta - Dosen Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Gajah Mada (UGM) Abdul Gaffar Karim memaparkan jatuhnya kepemimpinan Presiden Pertama RI, Sukarno alias Bung Karno.
Hal itu disampaikan Gaffar dalam Talkshow & Musik Bung Karno Series bertajuk "Hari-Hari Terakhir Bung Karno" yang digelar Badan Kebudayaan Nasional Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, di Jakarta, Senin (21/6/2021).
Dia mengatakan, banyak faktor yang memicu kejatuhan masa kepemimpinan Bung Karno, baik dari intenal maupun eksternal Indonesia. Menurut dia, butuh waktu dua tahun untuk menjatuhkan kepemimpinan Bung Karno. "Sebab kepemimpinannya benar-benar mengakar kuat di mata masyarakat Indonesia," kata Gaffar.
Advertisement
"Berakhirnya masa kepemimpinan Bung Karno banyak faktor dari internal maupun eksternal Indonesia, dan ini butuh waktu dua tahun," lanjutnya.
Seperti dikutip dari Antara, faktor eksternal yang memicu jaruhnya kekuasaan Bung Karno karena dia menghalangi proses ambisi internasional dalam menguasai sumber daya alam Indonesia. Saat itu Bung Karno menyiapkan para ahli yang belajar teknologi di luar negeri, ketika kembali ke Tanah Air akan membantu mengelola kekayaan alam untuk kemajuan bangsa.
Pandanganan Bung Karno adalah bagaimana kekayaan alam ini dikelola anak bangsa dan untuk kepentingan bangsa. Meskipun nantinya akan bekerja sama pengelolaanya dengan pihak luar, tetapi peran sentral harus diisi oleh orang pribumi.
"Ada buku yang ditulis oleh George & Audrey Kahin, berdasar datanya ada upaya dari intelijen Amerika Serikat menjatuhkan Bung Karno, di luar itu Bung Karno juga menyekolahkan para insinyur dan memperkuat teknologi Angkatan Darat," kata Gaffar.
Pada era post trude saat ini banyak sekali informasi yang salah satunya menyebut bahwa Bung Karno terlibat dalam kasus 1 Oktober 1965. Gaffar menyatakan, itu adalah logika salah.
Menurutnya, pertanyaan besar kalau memang terlibat adalah kenapa kepemimpinan Bung Karno juga ikut berakhir, dan yang menjadi korban justru loyalisnya yang dipilih langsung oleh Bung Karno, yakni Jenderal Ahmad Yani.
"Banyak versi, sebagian faktanya masih belum tuntas, ini tidak kurang masuk akal yang kena malah loyalis Bung Karno," paparnya.
Dia menjelaskan, masyarakat bisa menganalisa dengan logika sederhana untuk mencari kebenaran dalam perisitiwa itu. Menurut dia, cara paling mudah untuk melihat sebuah kudeta adalah saja siapa yang paling diuntungkan pada saat itu.
"Analisa tebak-tebakannya ketika ada kudeta lihat saja siapa yang diuntungkan saat itu," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jangan Lupakan Sejarah
Oleh karena itu, tambah dia, agar pemahaman pemuda saat ini tidak tersesat terhadap sejarah Indonesia yang benar, maka perlu belajar dari sejarah.
Ke depan, dia berharap generasi muda dapat mewarisi api semangat Bung Karno dan para pahlawan dengan cara mencoba berpikir visioner jauh ke depan untuk kemajuan masa depan bangsa ini.
"Yang terpenting jangan pernah meninggalkan pemahaman tentang sejarah. Sebagai generasi penerus, kita harus mencoba berpikir jauh dan luas demi kebaikan bangsa ini ke depan serta jangan pernah lupakan sejarah," kata Gaffar.
Advertisement