Formappi: Amandemen UUD 1945 Buka Peluang Presiden Jabat 3 Periode

Lucius mengatakan tak ada alasan yang masuk akal pandemi yang berkepanjangan akan teratasi melalui perubahan masa jabatan presiden dari 2 periode ke 3 periode.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Agu 2021, 10:56 WIB
Diterbitkan 19 Agu 2021, 10:56 WIB
Gedung DPR
Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, amendemen terbatas UUD 1945 sebuah hal yang mengada-ada. Apalagi wacana itu diembuskan saat Indonesia tengah dilanda pandemi covid-19 dan menyongsong Pilpres 2024.

Lucius menduga, rencana amendemen itu hanya membuka peluang wacana masa jabatan presiden tiga periode.

Pandemi pun dijadikan alasan untuk meniupkan pesimistis soal masa depan bangsa demi mendapatkan dukungan atas proyek tiga periode masa jabatan presiden.

"Menghubungkan pandemi yang berkepanjangan dengan rencana amendemen konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan presiden jelas mengada-ada, karena wacana amandemen sendiri sudah muncul sebelum pandemi," ujar Lucius saat dihubungi, Kamis, 19 Agustus 2021. 

Lucius mengatakan tak ada alasan yang masuk akal pandemi yang berkepanjangan akan teratasi melalui perubahan masa jabatan presiden dari 2 periode ke 3 periode.

Menurut dia, bayangan pesimistis soal situasi pandemi berkepanjangan yang berdampak pada masalah ketatanegaraan jelas sesuatu yang mengada-ada. 

"Seolah-olah dengan itu, bangsa ini tak mampu melakukan perencanaan pemilu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada," ujar Lucius. 

Oleh karena itu, dengan atau tanpa pandemi, wacana amendemen konstitusi merupakan rencana MPR periode ini. Sayangnya wacana amandemen itu sejak awal ditentang publik. 

"Sekarang memunculkan alasan baru terkait pandemi. Dikira karena situasi pandemi, publik mungkin bisa berubah dan mendukung rencana amandemen konstitusi," ujar Lucius.


Kecurigaan Motif Politik

Lucius mengatakan, Ketua MPR Bambang Soesatyo berulangkali menegaskan bahwa amendemen konstitusi hanya untuk mengakomodasi wacana Haluan Negara saja.

Meski begitu, selalu ada yang meniupkan harapan agar amendemen juga menyasar wacana terkait masa jabatan Presiden. Apalagi kata Lucius, proses amandemen merupakan proses politik.

"Artinya potensi amandemen bisa menjadi bola liar untuk mengubah banyak hal masih terbuka. Walaupun sejak awal tak direkomendasikan MPR, tetapi kebutuhan sebagian kalangan untuk mendukung penambahan masa jabatan Presiden adalah fakta lain yang mungkin saja bisa terwujud jika amandemen jadi dilakukan," kata dia. 

Menurutnya, kecurigaan akan motif politik dibalik wacana amendemen memang menjadi sesuatu yang paling dikhawatirkan. Motif politik ini, menurut Lucius, jelas tidak mengacu pada kebutuhan nasional atau bangsa.

"Ini hanya urusan para pemburu kekuasaan yang sudah memasang agenda politik demi mempertahankan kekuasaan," ujar Lucius.


Amandemen UUD Terbatas Diagendakan

Bambang Soesatyo
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet bakal mencalonkan diri sebagai caketum IMI Pusat periode 2021-2025 (istimewa)

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyampaikan jika MPR telah memiliki susunan rencana atau time table terkait waktu kapan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 akan mulai dilakukan.

"Ada, berdasarkan rapat kami dengan badan pengkajian dan pimpinan ada time table nya," kata Bamsoet kepada wartawan, Rabu (18/8/2021).

Walau tidak dijelaskan secara rinci kapan waktu dimulainya, Bamsoet mengklaim jika proses mekanismenya akan dijalankan sesuai Pasal 37 UUD 1945. Sebagaimana pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.

Sedangkan untuk mengubah pasal-pasal sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% +1 dari seluruh anggota MPR.

"Dan itu dokumen harus jelas alasannya, pasal ayat mana yg mau dikurangi atau ditambah. dengan argumentasi yang kuat. Jadi harus awalnya didukung oleh sepertiga. Itu (tahapannya) belum kelar," lanjutnya," terangnya.

"Pengambilan keputusannya melalui suatu forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga. Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. kurang satu aja tidak bisa dilanjutkan," lanjutnya.

Sehingga persyaratan tersebut sangat penting dipenuhi, karena jika tidak pembahasan Amandemen Terbatas UUD 1945 tidak bisa dilangsungkan. "Jadi kehadiran fisik dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kuorum dua pertiga," jelasnya.

Lebih lanjut ketika sempat disinggung soal kemungkinan adanya wacana pembahasan tiga periode jabatan presiden dalam amandemen kali ini, Bamsoet menegaskan bahwa MPR tidak pernah membahas hal tersebut.

"Kami tidak pernah bicara mengenai 3 periode (jabatan presiden) di MPR ini," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya