Penegak Hukum Belum Seragam Soal Pengusutan Cuci Uang

Kepala Pusat Pelaporan adn Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, korupsi dan narkotika masih menempati rangking tertinggi kejahatan asal cuci uang di Indonesia.

oleh Andrie Harianto diperbarui 15 Apr 2022, 00:22 WIB
Diterbitkan 14 Apr 2022, 19:47 WIB
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, dalam PPATK 3rd Legal Forum "Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon", Kamis (31/3/2022).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, dalam PPATK 3rd Legal Forum "Mewujudkan Green Economy Berintegritas Melalui Upaya Disrupsi Pencucian Uang pada Pajak Karbon", Kamis (31/3/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, korupsi dan narkotika masih menempati rangking tertinggi kejahatan asal cuci uang di Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ivan dalam pertemuan bersama beberapa awak media di Kantor PPATK, Jalan Ir. Haji Juanda, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2022).

Temuan cuci uang dengan pidana pokok korupsi dan narkotika ini didapat berdasarkan maping risiko kejahatan cuci uang dalam review National Risk Assesment (NRA).

Menurut Ivan, peringkat kejahatan cuci uang dengan kejahatan asal korupsi dan narkotika ini sudah sejak 2015 menempati posisi tersebut. Dengan demikian sepanjang perjalanannya belum ada pergeseran peringkat review NRA dari dua kejahatan asal tersebut dalam praktik cuci uang.

"Kami harus akui keseragaman (penggunaan pasal cuci uang) belum terjadi sekarang. Jadi penegak hukum lain seperti ini, sementara yang lain berbeda. Sangat mungkin terjadi dan faktanya seperti itu," kata Ivan.

Ivan menjelaskan, bahwa tidak semua penyidik menggunakan 'kemewahan' dalam pengusutan praktik cuci uang. Perumpamaan yang disampaikan adalah, bila dalam review NRA korupsi dan narkotika paling banyak cuci uangnya, seharusnya pemidanaan tindak pidana pencucian uang untuk kasus korupsi dan narkotika pun banyak. Contoh terkait juga berlaku untuk kasus cuci uang untuk pidana asal narkotika.

"Dan memang tidak semua penyidik itu menggunakan luxury atau kemewahan Undang-Undang 8/2010 (UU TPPU). Ini belum semua menggunakan dan itu menjadi perhatian kita," beber Ivan.

Kendati demikian, PPATK terus berupaya membangun kesepahaman bersama, khususnya penegakan hukum, untuk dapat menekan kejahatan cuci uang di Indonesia. Adapun kerjasama yang dibangun adalah melalui pelatihan bersama, asistensi, hingga memberikan saksi ahli dalam setiap penangakan perkara terkait kejahatan cuci uang.

Dorong Perampasan Aset

PPATK terus meningkatkan kualitas Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Hal ini bertujuan untukmeningkatkan penerimaan negara melalui optimalisasi pemulihan aset (asset recovery) dan penyelamatan keuangan negara.

Menurut Ivan, ke depan PPATK akan memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan atas aliran dana transaksi keuangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara baik dalam bentuk denda maupun uang pengganti kerugian negara.

Dia mencontohkan selama periode 2018 – 2020, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan Hasil Pemeriksaan yaitu denda sejumlah Rp 10,85 miliar, Uang Pengganti Kerugian Negara senilai Rp17,38 triliun, dan sejumlah aset yang telah disita.

“Ke depan PPATK akan semakin memperkuat kualitas Hasil Analisis dan HasilPemeriksaan sehingga berkontribusi lebih besar dalam optimalisasi keuangan negarabaik melalui denda maupun uang pengganti kerugian negara,” ujarnya.

Ivan menjelaskan, beberapa Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan lembaga independen ini telah ditindaklanjuti penegak hukum dan dalam proses persidangan. Sehingga koordinasi PPATK dengan penegak hukum terus dilakukan agar Hasil Pemeriksaandapat ditindak lanjuti untuk kepentingan penegakan hukum.

 

Dorong RUU Perampasan Aset

Langkah lainnya untuk mengoptimalkan penerimaan negara, menurutnya, PPATK menginisiasi percepatan penetapan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Terkait dengan Tindak Pidana.

Penetapan RUU ini untukmengantisipasi adanya kekosongan hukum dalam penyelamatan aset, khususnya asetyang dikuasai oleh pelaku tindak pidana yang telah meninggal dunia, serta aset yangterindikasi tindak pidana (tainted asset), tetapi sulit dibuktikan pada peradilan pidana.

PPATK juga mendorong percepatan penetapan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Hal ini bertujuan untuk mendorong inklusi keuangan di era Teknologi 4.0,serta mencegah aktivitas pencucian uang melalui transaksi keuangan uang tunai.

“Ini juga untuk mencegah pencucian uang melalui transaksi uang tunai yang dipastikan akan menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan di Indonesia serta dapat meningkatkanpenerimaan negara, khususnya meningkatnya kepercayaan investor,” tutur Ivan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya