Kejagung Pastikan Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Proyek PLN Jalan Terus

Pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi PT PLN sejauh ini terpantau belum lagi terekspose.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 13 Des 2022, 10:51 WIB
Diterbitkan 13 Des 2022, 10:51 WIB
Ilustrasi Kejaksaan Agung RI (Kejagung)
Gedung Kejaksaan Agung Jakarta. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan masih mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN. Meski enggan membeberkan lebih jauh, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menegaskan proses penegakan hukum akan jalan terus.

"Oh masih jalan, masih on the track," tutur Kuntadi kepada Liputan6.com di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (13/12/2022).

Pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi PT PLN sejauh ini terpantau belum lagi terekspose. Disinggung hal tersebut, Kuntadi mengisyaratkan agar publik sedikit bersabar.

"Nanti," kata Kuntadi.

Sebelumnya, Kejagung telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi PT PLN pada 2016 dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Hal itu berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print- 39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Pada perkara ini, PT PLN pada 2016 memiliki proyek pengadaan tower sebanyak 9.085 set dengan anggaran pekerjaan Rp 2.251.592.767.354.

Namun dalam pelaksanaannya, Kejaksaan Agung meyakini telah terjadi perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (persero) yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Hal itu terbukti dari dokumen perencanaan pengadaan yang tidak dibuat, juga menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya pembangunan harus menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016. Namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah ada.

Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodasi permintaan dari ASPATINDO, sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, sebab Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Temukan Tambahan Alokasi

Selanjutnya, PT Bukaka dan 13 Penyedia Tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak yaitu Oktober 2016 sampai Oktober 2017 dengan realisasi pekerjaan sebesar 30 persen.

Lalu pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018 penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

PT PLN (persero) dan pihak penyedia juga melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi kurang lebih 10 ribu set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, dikarenakan alasan pekerjaan belum selesai.

Hasilnya, Kejaksaan Agung menemukan tambahan alokasi sebanyak 3 ribu set tower di luar kontrak dan addendum.

Penyidik pun langsung melakukan serangkaian tindakan, mulai dari penggeledahan, yang bertempat di tiga titik lokasi yakni PT Bukaka, rumah, dan apartemen pribadi milik Direktur PT Bukaka, Saptiastuti Hapsari.

INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Deretan Kasus Besar yang Sedang Ditangani Kejagung (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya