KPK Duga Pihak Bank Tahu Transaksi Mencurigakan Hakim Agung Gazalba Saleh

KPK masih terus mendalami kasus suap penanganan perkara di MA yang melibatkan Hakim Agung Gazalba Saleh dengan memeriksa sejumlah saksi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 03 Mar 2023, 16:35 WIB
Diterbitkan 03 Mar 2023, 16:35 WIB
KPK Tahan Hakim Agung Gazalba Saleh Terkait Kasus Suap
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanes Tanak (kedua kanan) saat menyampaikan rilis penahanan Hakim Agung, Gazalba Saleh di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (8/12/2022). Gazalba Saleh ditahan usai penyidik melakukan pemeriksaan. Gazalba ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, selama 20 hari ke depan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pihak Bank Syariah Indonesia (BSI) mengetahui adanya transaksi mencurigakan yang dilakukan Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh.

Dugaan itu diketahui saat tim penyidik KPK memeriksa Direktur Kepatuhan BSI pada Kamis, 2 Maret 2023 kemarin. Kehadiran Direktur Kepatuhan BSI ini diwakili oleh staf bernama Pandu.

Dia diperiksa sebagai saksi berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

"Direktur Kepatuhan PT Bank Syariah Indonesia Tbk, dalam hal ini hadir dengan diwakilkan oleh staf atas nama Pandu. Ada pun yang didalami dari keterangan saksi tersebut antara lain terkait dengan dugaan adanya transaksi perbankan tidak wajar dari Tersangka GS dan kawan-kawan," ujar Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (3/3/2023).

Dalam kasus suap penanganan perkara di MA ini KPK sudah menjerat 15 orang sebagai tersangka. Mereka yakni Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Agung Gazalba Saleh, Prasetyo Nugroho (hakim yustisial/panitera pengganti pada kamar pidana MA sekaligus asisten Gazalba Saleh), Redhy Novarisza (PNS MA), Elly Tri Pangestu (hakim yustisial/panitera pengganti MA).

Kemudian Desy Yustria (PNS pada kepaniteraan MA), Muhajir Habibie (PNS pada kepaniteraan MA, Nurmanto Akmal, (PNS MA), Albasri (PNS Mahkamah Agung), Yosep Parera (pengacara), Eko Suparno (pengacara) Heryanto Tanaka (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana), dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana).

Teranyar, KPK menjerat Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti Mahkamah Agung (MA) Edy Wibowo (EW) dan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar (RS SKM) Wahyudi Hardi (WH).

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Dakwaan Hakim Agung Sudrajad Dimyati

Ekspresi Hakim Agung Sudrajad Dimyati usai Jalani Pemeriksaan Lanjutan KPK
Hakim Agung nonaktif, Sudrajad Dimyati (kiri) menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (21/12/2022). Sudrajat Dimyati diduga menerima suap terkait pengurusan perkara kasasi perdata KSP Intidana. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati didakwa menerima suap sebesar SGD 200 ribu terkait pengamanan perkara.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyebut Dimyati melakukannya bersama-sama dengan Panitera Pengganti Elly Tri Pangestuti (ETP), dan dua Kepaniteraan Mahkamah Agung, yakni Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH).

Suap itu ditujukan agar perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 bisa diputuskan sesuai dengan keinginan penyuap.

"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili," ujar jaksa dalam surat dakwaam yang dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (15/2/2023).

Jaksa menyebut Dimyati menerima suap itu dalam kurun waktu Maret 2022 hingga Juni 2022. Suap diberikan dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang diserahkan Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IKS) bersama dua pengacaranya, yakni Theodorus Yosep Parera (TYP) dan Eko Suparno (ES).

Jaksa menjelaskan perkara suap itu bermula dari KSP Intidana yang mengalami permasalahan, yaitu deposan atau penyimpan uang di bank secara deposito tidak terpenuhi hak-haknya. Selain itu, KSP Intidana tidak memenuhi putusan perdamaian di Pengadilan Negeri Semarang.

Selanjutnya para deposan yang di antaranya adalah Heryanto dan Ivan Dwi bertemu dengan Theodorus dan Eko selaku pengacara untuk berkonsultasi. Kemudian, kedua pengacara itu mengajukan gugatan pembatalan putusan perdamaian ke Pengadilan Negeri Semarang, namun ditolak.

 


Kronologi Suap Hakim Agung

KPK Tahan Hakim Agung Sudrajad Dimyati
Hakim Agung, Sudrajad Dimyati (rompi oranye) saat dihadirkan saat rilis penetapan penahanan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (23/9/2022). KPK resmi menahan Hakim Agung, Sudrajad Dimyati sebagai tersangka suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Kemudian kedua pengacara itu menyarankan kedua kliennya mengurus perkara ke MA agar permohonan kasasi yang diajukan bisa dikabulkan dengan menyiapkan sejumlah uang. Atas saran tersebut, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto menyetujuinya.

Selanjutnya, kedua pengacara itu menghubungi Desy agar bisa memengaruhi keputusan Hakim Agung. Desy juga menyampaikan untuk pengurusan perkara tersebut harus disiapkan uang sejumlah SGD 200 ribu.

Kemudian para pengacara berhubungan dengan Muhajir. Selanjutnya Muhajir menghubungi Elly yang merupakan representasi dari Sudjarad Dimyati untuk meneruskan permintaan pengurusan perkara Nomor 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022.

Kemudian Eko selaku pengacara penggugat memberikan uang SGD 200 ribu kepada Desy, dan uang tersebut diteruskan untuk dibagi kepada Desy, Muhajir, dan Sudrajad Dimyati. Atas uang tersebut, pada 31 Mei 2022, majelis hakim yang memeriksa perkara kasasi memutus dengan amar mengabulkan permohonan dari pemohon.

Dalam perkara itu, Sudrajad Dimyati didakwa dengan Pasal 12 huruf c dan Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya