Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyatakan Indonesia tengah menggalakkan cinta produk dalam negeri. Untuk itu ia menyebut larangan impor baju bekas tak perlu dipersoalkan karena industri dalam negeri sudah mampu memproduksi tekstil sendiri.
"Kenapa kalau kita bisa membuatnya sendiri, kenapa kita harus mengimpor baju yang bekas? Jadi, kita sedang menggiatkan bangga dengan produk sendiri," kata Ma'ruf di Pelalawan, Riau, Senin (20/3/2023)
Baca Juga
Ma'ruf menyebut larangan impor baju bekas karena membahayakan industri tekstil nasional dan juga ada bahaya kebersihan dan kesehatan di baju bekas tersebut.
Advertisement
"Tekstil kita sudah lama punya, nanti mati itu, industri tekstil kita akan terganggu dan bisa mati," kata Ma'ruf.
Sebelumnya, Politisi PDIP, Adian Napitupulu, menanggapi larangan impor pakaian bekas atau thrifting. Adian mengaku tak setuju dengan kebijakan tersebut.
"Kalau dikatakan bahwa pakaian Thrifting itu membunuh UMKM maka izin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu? Menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia impor pakaian jadi dari negara Cina menguasai 80 persen pasar di Indonesia. Kita ambil contoh di tahun 2019 impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari Cina," kata Adian dalam keterangan yang diterima Sabtu 18 Maret 2023.
"Di tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari Cina. Tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari Cina," lanjut Anggota DPR tersebut.
Impor Pakaian dari Cina Capai 80 Persen
Adian mengatakan, jika impor pakaian jadi dari Cina mencapai 80 persen, lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen, maka sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5%. Itu pun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan Pakaian Bekas Impor.
Dari 417 ton impor pakaian bekas itu pun tidak semuanya bisa di jual ke konsumen karena ada yang tidak layak jual. Rata-rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 % hingga 30 % saja atau dikisaran 100 ton saja.
"Jika dikatakan bahwa pakaian bekas impor itu tidak membayar pajak maka itu juga bisa diperdebatkan karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai." Adian menandasi.
Advertisement