Liputan6.com, Jakarta - Bayer Indonesia yang bergerak pada bidang kesehatan dan pertanian di Indonesia, berusaha mewujudkan 4 juta petani lahan kecil di 2030.
Head of Communications, Public Affairs, Science & Sustainability, Bayer Indonesia, Laksmi Prasvita mengatakan, Bayer memberikan perhatian pada peningkatan pertanian dunia secara nyata. Langkah tersebut dipertegas melalui komitmennya untuk mendukung 100 juta petani lahan kecil di negara dan ditargetkan tercapai pada 2030.
"Khusus Indonesia, Bayer menargetkan 4 juta petani lahan kecil," ujar Laksmi kepada Liputan6.com, Sabtu (24/2/2024).
Advertisement
Bayer mengedepankan kolaborasi untuk menciptakan perubahan yang berdampak dan sejak 2018, Bayer secara aktif membangun ekosistem Better Life Farming (BLF) yang memfasilitasi kolaborasi antara mitra swasta dan pemerintah, guna meningkatkan penghidupan petani kecil di pedesaan.
"Saat ini, sudah lebih dari 2.700 Better Life Farming Centers (BFLC) beroperasi di seluruh dunia, yang melibatkan lebih dari 30 mitra. Berupa kios-agro pintar, BLFC, merupakan bagian dari ekosistem pendukung pertanian yang Bayer bangun untuk memudahkan petani setempat dalam mengakses teknologi pertanian, serta menjamin keterlibatan mereka dalam mata rantai nilai pertanian," ucap Laksmi.
Laksmi menjelaskan, sejak perdana diluncurkan pada 2020 di Indonesia, sebanyak 644 BLFC telah berhasil dikembangkan dan memberi dampak pada 440.000 petani lahan kecil di 15 provinsi,meliputi 15 persen petani perempuan. Dampaknya, produktivitas pertanian dari penerima manfaat rata-rata meningkat hingga 20 persen, bahkan menaikkan pendapatan hingga 30 persen.
"Bayer mengembangkan teknologi yang membantu dari segi produktivitas dan efisiensi, antara lain memproduksi benih bioteknologi, produk perlindungan tanaman, dan penggunaan digital farming," jelas Laksmi.
Bayer memfasilitasi drone untuk membantu petani untuk menyemprotkan pestisida secara efisien. Menyederhanakan pekerjaan petani, drone penyemprot pestisida ini mengurangi waktu penyemprotan 1 hektar lahan dari 4-8 jam menjadi hanya 15-20 menit.
"Dengan berbagai inisiatif kolaboratif dan melalui pengembangan teknologi di sektor pertanian, Bayer bertekad untuk memberi dampak positif pada peningkatan kesejahteraan para petani kecil dan keluarganya," ungkap Laksmi.
Laksmi menyakini penggunaan drone pada pertanian mampu membangkitkan semangat serta antusiasme para generasi muda yang memiliki ketertarikan tinggi pada inovasi dan teknologi.
"Kami berusaha mendorong perubahan positif di sektor pertanian," kata Laksmi.
Melalui Bayer JUARA, Bayer menjalin kolaborasi dengan institusi akademis untuk mendorong partisipasi generasi muda dalam berinovasi. Bayer telah menginisiasi kolaborasi dengan lembaga pendidikan ternama seperti Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan Universitas Sebelas Maret, Solo. Bayer memperkuat intensinya untuk menghadirkan solusi yang bisa mengakomodir kolaborasi dan teknologi, khususnya bersama generasi muda.
“Melalui partisipasi aktif dalam acara seperti ICYA yang diselenggarakan IAAS, Bayer berharap dapat membuka komunikasi dan membangun jaringan dengan pemuda yang menjadi pemimpin masa depan dalam industri pertanian. Kehadiran mereka di garis depan inovasi dan transformasi akan menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai keberlanjutan dan kemajuan dalam pertanian global,” terang Laksmi.
Tantangan
Sementara, Assistant FAO - Representative for Programme of FAO Indonesia, Dr. Ir. Ageng Setiawan Herianto mengatakan, masih sedikitnya anak muda berkeinginan menjadi petani merupakan sebuah tantangan dikarenakan anak muda merasa tidak punya aset yang siap. Untuk itu, perlu fasilitas yang diberikan untuk bisa mengakses aset.
"Aset bisa berupa lahan. Pertama lahan, jadi anak muda tidak punya lahan. Bagaimana ini bisa difasilitasi pemerintah melalui kebijakannya. Pengalaman kita dengan seni tani, mengakses lahan itu banyak masalahnya," ujar Ageng.
Ageng menilai, kebijakan tersebut dinilai belum kuat sehingga perlu memberikan kesempatan anak muda. Setelah akses lahan, FAO Indonesia berharap anak muda diberikan akses pasar dikarenakan anak muda yang merupakan pemula tidak dapat mengakses pasar secara sendiri sehingga perlu mendapatkan bantuan.
"Kalau sudah dapat pasar, ingin memperluas produksinya, dia harus dapat dari perbankan. Tapi sudah bagus usahnya. Jadi perbankan lebih percaya. Harus ada stepnya untuk itu," ucap Ageng.
Ageng mengapresiasi ICYA yang diinisiasi IAAS bersama Bayer dengan melakukan pembahasan antar mahasiswa dari 11 negara. Nantinya sejumlah gagasan, ide, dan masukan akan dilaporkan ke KSP sehingga dapat menarik anak muda pada bidang pertanian.
"Jangan membayangkan pertanian itu kotor, hanya orang yang pakai caping, jangan begitu. Kita ubah image nya, harapan kita dari sini terbuka, oh ternyata saya punya kesempatan untuk itu," pungkas Ageng.
Advertisement