Liputan6.com, Jakarta Satgasus Pencegahan Korupsi Polri melakukan pemantauan distribusi pupuk bersubsidi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Manggarai dan Manggarai Barat pada 18 Juni hingga 22 Juni 2024.
Hal itu demi menekan praktik penyalahgunaan maupun penyelewengan pupuk bersubsidi yang berakibat pada kerugian negara.
Baca Juga
Anggota Satgasus Pencegahan Korupsi Polri, Yudi Purnomo Harahap menyampaikan, pihaknya turut memastikan pupuk bersubsidi dapat tersalurkan ke petani yang memang berhak mendapatkannya.
Advertisement
“Secara tepat waktu sesuai kebutuhan, sehingga tidak terjadi isu kelangkaan pupuk lagi,” tutur Yudi dalam keterangannya, Minggu (24/6/2026).
Menurut Yudi, tim yang turun langsung melakukan pengamatan diketuai oleh Hotman Tambunan, berikut wakilnya Herbert Nababan yang juga mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertemuan juga digelar secara langsung antara Satgasus Pencegahan Korupsi Polri, Kementerian Pertanian, Bupati Manggarai, Bupati Manggarai Barat, serta pihak PT Pupuk Indonesia, Distributor Pupuk, dan Kelompok Petani.
Dalam pertemuan tersebut, Herbert Nababan menekankan jangan sampai ada penyelewengan terhadap penggunaan pupuk bersubsidi. Distribusi yang dilakukan harus lancar sampai ke petani yang berhak menerimanya.
“Satgasus juga memonitoring tindak lanjut Pemkab dalam melakukan perubahan alokasi pasca penambahan kuota pupuk subsidi dari 4,7 ton menjadi 9,5 juta ton (total nilai subsidi sebesar Rp 54 triliun),” jelas dia.
Tidak ketinggalan, Satgasus Pencegahan Korupsi Polri juga melakukan kunjungan ke Kios Pupuk untuk memastikan ketersediaan stok dan penyaluran dilakukan dengan benar sesuai aturan yang berlaku.
Pemantauan di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat dilakukan lantaran penebusan pupuk bersubsidi di kedua wilayah tersebut menggunakan dua metode, yaitu dengan Kartu Tani dan KTP. Selain itu, tim juga melakukan pengecekan kerja Dinas Pertanian dalam melakukan pendataan para petani penerima pupuk bersubsidi.
Hasil Temuan
Adapun hasil temuan Satgasus Pencegahan Korupsi Polri selama melakukan pemantauan di NTT adalah sebagai berikut:
1. Di kedua kabupaten tersebut masih banyak petani, bahkan mencapai ribuan yang seharusnya secara kriteria berhak mendapatkan pupuk bersubsidi namun tidak menerima pupuk bersubsidi lantaran belum terdaftar di E-RDKK. Hal itu salah satunya disebabkan oleh belum padupadannya NIK petani dengan data dukcapil dan tidak cukupnya waktu untuk melakukan peng input an data di E-RDKK.
Satgasus menyarankan agar segera data NIK petani dipadupadankan dengan data Dukcapil dan kemudian segera mendaftarkan mereka di data Simluhtan dan data E-RDKK. Dalam hal ini juga Satgassus menyarankan kepada Kementerian Pertanian untuk memberi waktu yang cukup pada Kabupaten demi melakukan penginputan data di E-RDKK, dan memberi kebebasan pada Dinas Pertanian Kabupaten melakukan perubahan E-RDKK dalam batas yang diperbolehkan oleh Permentan, menyesuaikan dengan kemampuan pendataan masing-masing kabupaten.
2. Sampai dengan Juni 2024, masih banyak Kartu Tani yang belum disalurkan oleh bank kepada petani, sehingga petani tidak bisa menebus jatah pupuk bersubsidinya.
Dari hasil pengamatan Satgasus dan berdasarkan persepsi petani di NTT perihal Kartu Tani, maka Satgassus menyarankan untuk tahun depan penebusan pupuk bersubsidi di NTT cukup menggunakan satu mekanisme, yaitu menggunakan KTP.
3. Masih belum terdistribusinya secara merata keberadaan kios, bahkan ada petani yang harus menebus pupuk dengan jarak lebih kurang 80 kilometer. Untuk itu Satgasus menyarankan pada Kementerian Pertanian untuk mengatur dalam petunjuk teknis jarak maksimum keberadaan kios dari petani.
Satgasus juga meminta untuk mempertimbangkan BUMDes dan KUD menjadi kios sehingga dekat dengan lokasi petani.
4. Para distributor dan kios masih belum memahami petunjuk teknis penyaluran secara utuh dan untuk itu Satgassus menyarankan agar PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) secara intens melakukan sosialisasi terkait aturan-aturan teknis penebusan kepada para distributor dan kios di Provinsi NTT.
5. Kios dan distributor juga belum memahami kewajiban stok minimum di masing-masing gudang distributor dan kios. Untuk itu, diharapkan Dinas Perdagangan Kabupaten untuk mengawasi secara intens keberadaan stok, serta agar PIHC segera memberikan akses jumlah stok di kios dan distributor kepada Dinas Perdagangan dan Dinas Pertanian Kabupaten, sehingga mereka bisa melakukan pengawasan dan melakukan antisipasi jika stok tidak ada di kios dan distributor.
Advertisement
Temuan Lainnya
6. Masih banyaknya penolakan transaksi penebusan oleh Tim Verifikasi dan Validasi (Verval) Kecamatan karena tidak lengkapnya administrasi. Hal itu sangat merugikan kios jika benar pupuk tersebut sudah disalurkan kepada petani.
Untuk itu, Satgasus menyarankan kepada Kementerian Pertanian untuk membuat petunjuk Verval, di mana sebelum transaksi penebusan diverifikasi oleh Tim Verval kecamatan agar terlebih dahulu diverifikasi oleh Tim PIHC untuk memperbaiki dan melengkapi administrasi yang diperlukan sesuai standarnya, sehingga tidak ada lagi penolakan keabsahan transaksi oleh Tim Verval Kecamatan.
Satgasus juga mendapatkan keluhan dari petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) bahwa mereka tidak lagi didukung operasional yang memadai ketika melaksanakan tugas pendataan petani dan verifikasi validasi transaksi penebusan pupuk bersubsidi.
Tim pun meminta pada Pemerintah Kabupaten dan Kementerian Pertanian untuk memberikan dukungan operasional yang cukup, mengingat strategisnya peran PPL dalam menjaga akuntabilitas dan transparansi program pupuk bersubsidi ini yang menggunakan metode digitalisasi dalam pendataan, penebusan, serta verifikasi dan validasi transaksi.