Kasus Importasi Gula, Pakar Bersuara soal Kebijakan Publik dalam Bayang Tindak Pidana Korupsi

Menurut dia, kebijakan publik harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Jan 2025, 12:49 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2025, 02:06 WIB
Diskusi publik di Universitas Syakyakirti Palembang bertema “Kebijakan Publik Dalam Bayang-Bayang Tindak Pidana Korupsi” pada 25 Januari 2025 (Istimewa)
Diskusi publik di Universitas Syakyakirti Palembang bertema “Kebijakan Publik Dalam Bayang-Bayang Tindak Pidana Korupsi” pada 25 Januari 2025 (Istimewa)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pasca Sarjana Universitas Sjakhyakirti, Palembang Prof. Edwar Juliartha mengatakan kebijakan publik harus dinilai pada saat kebijakan itu dilaksanakan. Hal itu disampaikan saat diskusi publik di Universitas Syakyakirti Palembang bertema “Kebijakan Publik Dalam Bayang-Bayang Tindak Pidana Korupsi” pada 25 Januari 2025.

“Kebijakan itu tidak bisa direview setelah bertahun-tahun lamanya. Lihat dulu historinya, apakah pernah dilaksanakan pemeriksaan atau belum?Jika sudah hasilnya bagaimana? Ada penyimpangan atau tidak. Tugas pejabat publik itu adalah problem solving. Tidak bisa dikurun waktu yang jauh berbeda,” kata Edwar seperti dikutip Senin (27/1/2025).

Sementara itu, pembicara lain yakni Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Junaedi Saibih mengambil contoh kasus importasi gula. Menurut dia, mestinya ada pemeriksaan aparatur pengawas internal pemerintah dahulu sebelum ditarik ke pidana korupsi.

“Apakah ketika izin importasi dilakukan itu ada unsur suap, penipuan atau paksaan? Jika tidak ada maka tidak bisa ditarik ke pidana korupsi,” ujar Junaedi.

Junaedi melihat, dalam kebijakan ada aspek perdatanya. Ada perjanjian antara BUMN dengan perusahaan swasta. Karena itu, jika tidak ada konflik dalam aspek perdata, lalu masyarakat diuntungkan karena bisa memperoleh gula, maka dirasa aneh jika ditarik ke pidana.

“Dalam kebijakan publik itu berlaku asas presumptio iustae causa yang berarti kebijakan benar dan sah, kecuali terdapat perubahan atau putusan yang menyatakan sebaliknya oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Pasca UU Adminsitrasi Pemerintahan 30/2014 semua perbuatan yg berdimensi kebijakan termasuk perbuatan faktual harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan tata usaha negara sebagai premium remedium,” jelas Junaedi.

Sementara itu, perwakilan Ombudsman Sumatera Selatan Adrian Agustiansyah mengingatkan penegakan hukum tidak boleh melahirkan rasa takut kepada pejabat publik dalam bentuk kriminalisasi kebijakan. Dia menekankan, peningkatan kasus korupsi dalam kebijakan publik tidak bisa menjadi parameter keberhasilan penegakan hukum.

“Kebijakan publik itu butuh inovasi dan kreativitas. Jika review inspektorat pemeriksaan internal dilompati maka pejabat tidak akan berani mengambil kebijakan. Semuanya dihantui ketakutan,” wanti Junaedi. Junaedi mencatat, ketentuan hukum sektoral memiliki karakteristik penyelesaiannya sendiri dan tidak boleh dicampuradukkan, kecuali memang dinyatakan secara tegas dalam UU tersebut dapat ditarik sebagai tindak pidana korupsi.

“Hal ini sejalan dengan asas Lex spesialis sistematis. Jadi segala tindakan hukum tindak pidana korupsi terhadap ketentuan hukum administrasi negara sektoral itu ada banyak hal yang harus dipertimbangankan dalam proses penegakan hukum,” dia menandasi.

 

Soal Kasus Importasi Gula

Sebagai informasi, kasus importasi gula menyeret nama mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong sebagai tersangka. Menurut penyidik Kejaksaan Agung, Tom telah merilis kebijakan gula pada era 2015 – 2016.

Diketahui, saat itu terjadi surplus gula, tapi Tom mengeluarkan ijin importasi raw sugar yang diduga menguntungkan swasta. Karena itu, penyidik mensinyalir negara merugi Rp578 miliar.

Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya