Terdakwa Korupsi Alquran Gugat UU Korupsi

Politisi Golkar Zulkarnaen Djabar meminta MK menyatakan Pasal 12 UU Tipikor bertentangan dengan UUD 1945.

oleh Arry Anggadha diperbarui 27 Agu 2013, 16:37 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2013, 16:37 WIB
zulkarnaen-jabar-vonis-130603d.jpg
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Gugatan ini diajukan terdakwa korupsi pengadaan Alquran di Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar. Politisi Golkar itu meminta MK menghapus Pasal 12 UU Tipikor.

"Pasal 12 UU Tipikor kontradiktif di dalam normanya sendiri dan pasal ini tidak memenuhi standar the rule of law principle (aturan hukum), tidak ada legal certainty (kepastian hukum)," kata Kuasa Hukum Pemohon, Andi Asrun, saat membacakan permohonan pengujian undang-undang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (27/8/2013).

Dia juga mengatakan, Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi telah menjelma menjadi suatu norma tanpa batas sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan karena penafsiran dari frasa "patut diduga" dalam ketentuan tersebut.

Menurut Asrun, unsur "patut diduga" telah mengantar pemohon ke dalam situasi hukum yang penuh ketidakadilan dan bertentangan dengan perlindungan hak konstitusional pemohon sebagai warga negara.

Frasa tersebut, lanjut dia, mesti disertai dengan apa circumstances evident supaya tidak terjadi atau pro parte dolus dan pro parte culva.

Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Atau setidak-tidaknya meminta MK menyatakan sepanjang berkenaan dengan frasa "patut diduga" dalam Pasal 12 UU Tipikor tidak memiliki kekuatan hukum, kata Asrun.

Sidang panel pengujian UU Tipikor diketuai Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida dan Hakim Konstitusi Anwar Usman sebagai anggota.

Menanggapi permohonan tersebut, majelis panel menanyakan permohonan pemohon tersebut apakah sebatas nora "patut diduga" atau keseluruhan pasal.

Selain itu, Maria Farida juga menanyakan tidak dicantumkan bunyi lengkap Pasal 12 UU Tipikor dalam permohonan ini.

"Kenapa tidak dicantumkan pasal yang diuji karena itu kami bisa membandingkan secara jelas norma yang diminta," kata Maria.

Majelis memberi waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya.

Zulkarnaen telah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Zulkarnain terbukti melakukan korupsi proyek Alquran dan pengadaan alat laboratorium di Kementerian Agama. Selain itu, anak Zulkarnaen, Dendy Prasetya, juga diganjar hukuman 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor. (Ant/Ary/Ism)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya