Anggota Komisi I DPR RI Tjahjo Kumolo mendesak Tentara Nasional Indonesia (TNI) segera mengevaluasi seluruh alat utama sistem senjata (alutsista) yang dimilikinya. Hal ini terkait jatuhnya helikopter MI-17 milik TNI AD di Kalimantan Utara yang menewaskan belasan prajurit TNI.
"Mengingat heli ini masih baru dan dibeli dalam progran MEF (Minimum Essential Force), disarankan TNI harus segera melakukan evaluasi menyeluruh pada semua alutsista dalam program MEF," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (11/11/2013).
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menduga bahwa kecelakaan tersebut bukan akibat human error atau kesalahan manusia, melainkan karena kesalahan alat atau sistem dalam heli buatan Rusia ini.
"Kecelakaan ini menimbulkan banyak pertanyaan, karena diperkirakan heli ini jatuh bukan karena kesalahan manusia, tapi karena kesalahan alat," tuturnya.
Tjahjo menjelaskan, seluruh alutsista yang dimiliki TNI harus mendapat perhatian serius, membutuhkan suku cadang dan perawatan rutin.
"Tidak mustahil semua alutsista modern ini lambat laun akan menjadi barang yang tak ada manfaatnya, yang membahayakan prajurit sendiri dan tak memiliki daya tangkal lagi dalam sistem pertahanan kita," pungkas Tjahjo.
Pada Sabtu 9 November 2013, helikopter MI-17 jatuh di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, tepatnya di perbatasan antara wilayah Malaysia dengan Indonesia.
Diduga kuat heli tersebut jatuh karena mengangkut beban yang cukup berat, yakni 1.800 kilogram. Sehingga membuat mesin mati tiba-tiba. Akibat kejadian tersebut, belasan prajurit TNI tewas karena terbakar.
Heli ini merupakan jenis heli serba guna. Selain dapat digunakan alat serbu, juga menjadi heli pengangkut kebutuhan mobilitas lainnya. Heli ini produksi Rusia ini dimiliki TNI AD sejak 2011. (Rmn/Yus)
"Mengingat heli ini masih baru dan dibeli dalam progran MEF (Minimum Essential Force), disarankan TNI harus segera melakukan evaluasi menyeluruh pada semua alutsista dalam program MEF," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (11/11/2013).
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menduga bahwa kecelakaan tersebut bukan akibat human error atau kesalahan manusia, melainkan karena kesalahan alat atau sistem dalam heli buatan Rusia ini.
"Kecelakaan ini menimbulkan banyak pertanyaan, karena diperkirakan heli ini jatuh bukan karena kesalahan manusia, tapi karena kesalahan alat," tuturnya.
Tjahjo menjelaskan, seluruh alutsista yang dimiliki TNI harus mendapat perhatian serius, membutuhkan suku cadang dan perawatan rutin.
"Tidak mustahil semua alutsista modern ini lambat laun akan menjadi barang yang tak ada manfaatnya, yang membahayakan prajurit sendiri dan tak memiliki daya tangkal lagi dalam sistem pertahanan kita," pungkas Tjahjo.
Pada Sabtu 9 November 2013, helikopter MI-17 jatuh di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, tepatnya di perbatasan antara wilayah Malaysia dengan Indonesia.
Diduga kuat heli tersebut jatuh karena mengangkut beban yang cukup berat, yakni 1.800 kilogram. Sehingga membuat mesin mati tiba-tiba. Akibat kejadian tersebut, belasan prajurit TNI tewas karena terbakar.
Heli ini merupakan jenis heli serba guna. Selain dapat digunakan alat serbu, juga menjadi heli pengangkut kebutuhan mobilitas lainnya. Heli ini produksi Rusia ini dimiliki TNI AD sejak 2011. (Rmn/Yus)