Sterilisasi Busway Biar Kapok!

Sterilisasi busway dianggap membuat kemacetan Jakarta semakin menjadi-jadi. Namun itu dinilai bagus oleh Jokowi. Kenapa?

oleh Muhammad Ali diperbarui 14 Nov 2013, 00:19 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2013, 00:19 WIB
jalur-busway-penerobos-131113c.jpg
Kehadiran bus transjakarta sejatinya jadi solusi mengurai kemacetan Jakarta. Namun, bus yang beroperasi sejak 2004 itu nyatanya tak ampuh menggoda warga Jakarta beralih ke moda transportasi yang dianggap nyaman ini. Akibatnya, kemacetan Jakarta kian semrawut. Amburadul! Warga tetap bebas melenggang di jalur transjakarta dengan dalih mengejar waktu sampai ke tujuan.

Pemprov DKI Jakarta memutar otak untuk mensterilkan busway dari pengendara pribadi. Mulai dari pembuatan palang di setiap sudut busway hingga peninggian pembatas jalur transjakarta. Lagi-lagi, langkah itu pun tak diindahkan warga yang ingin tetap menikmati jalur "istimewa" tersebut.

Kini, Polda Metro Jaya pun bersikap tegas. Pemotor yang melintasi busway akan dikenakan denda Rp 500 ribu sedangkan pengendara mobil dikenakan dua kali lipatnya, yaitu Rp 1 juta.

Penerapan sterilisasi busway yang disertai denda maksimal tersebut dianggap sebagai shock terapy bagi masyarakat. Dan itu terbukti. Sejak sterilisasi digalakkan, sejumlah jalur transjakarta lengang meski kemacetan yang ditimbulkan kian tak tertahankan.

Kondisi ini dikeluhkan masyarakat yang menilai sterilisasi busway hanya membuat kemacetan Jakarta semakin parah. Lantas apa tanggapan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo? "Kalau macet orang jadi kapok. Akhirnya pindah ke transportasi massal, ke transportasi umum, masuk ke bus," cetus pria yang disapa Jokowi ini.

Jokowi menuturkan, sterilisasi busway dilakukan untuk mengembalikan fungsi bus transjakarta sebagai alat transportasi massal yang mempunyai jalur tersendiri. Saat ini, kata dia, fungsi itu telah hilang karena kendaraan pribadi bebas melintas di busway.

"Busway ya untuk busway. Kita ini mau tertib hukum apa ndak? Kalau mau campur-campur, terusin saja. Sudah bertahun-tahun campur-campur. Kita ini mau tertib hukum. Ini masalah tertib hukum. Masalah tertib lalu lintas. Nggak boleh ada tawar-menawar," tegas Jokowi.

Dan tak kalah penting, tujuan sterilisasi busway ini sebagai persiapan Pemprov DKI untuk menyambut 450 unit bus transjakarta baru yang tiba pada bulan Desember mendatang.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui selama sterilisasi busway dilakukan timbul berbagai keluhan masyarakat. Seperti jalan-jalan yang semakin macet. Namun Ahok malah `menikmati` polemik itu. Sebab itu dapat digunakan sekaligus untuk sosialisasi.

"Kita tunggu, membiasakan dulu. Ini kan bakal terjadi polemik kan. Polemik itu nanti jadi sosialisasi gratis. Orang-orang bicara 'Ooo.. iya, steril bener. Tapi kurang ajar busnya enggak ada," kata Ahok di Balaikota, Jakarta.

"Itu kan kita bukan soal uangnya. Yang penting kan orang biar ada efek jera untuk tidak melakukannya lagi," imbuh dia.

Tindak Semua Pelanggar

Peraturan ketat dan denda maksimal tak membuat kapok penerobos busway. Hal itu terlihat di sejumlah ruas jalan transjakarta seperti di Jakarta Pusat. Dari sterilisasi ini, petugas menilang seorang anggota Polisi Militer yang menerobos busway.

Penilangan anggota Polisi Militer itu dilakukan di jalur bus transjakarta di Jalan Raya Senen, Jakarta Pusat. Anggota Polisi Militer yang lengkap mengenakan seragam itu menggunakan motor gede dinasnya. Dari gambar yang dirilis Traffic Management Center Polda Metro Jaya, terlihat tak ada tugas pengawalan yang dilakukan anggota Polisi Militer yang belum diketahui identitasnya itu.

Sementara di belakang moge Polisi Militer terlihat ruas jalan transjakarta yang melompong. Tak ada kendaraan yang berani menerobos busway. Hanya sang petugas PM seorang. Tak pandang bulu tegakkan aturan, 2 anggota polisi pun menilangnya.

Namun itu tak berlaku bagi TNI. Mobil dinas TNI yang menerobos busway itu kabur saat akan ditilang petugas.

Maraknya penyerobot busway menuai kecaman dari pengguna bus transjakarta. Seperti Muhammad Daivi. Pria 62 tahuun itu memikirkan ide sanksi sosial yang tepat agar si pelanggar malu dan tak mengulangi perbuatannya lagi.

Dia lantas membuat gerakan yang disebutnya dengan Busway Kick. Ada tiga gerakan yakni dengan mengayunkan satu kaki ke arah jalur, mengayunkan tangan sambil arahkan jempol ke bawah, dan memotret atau merekam kendaraan yang menerobos.

Ia mengaku kesal dengan perilaku pengendara yang menerobos jalur bus transjakarta melenggang seenaknya. Sementara penumpang bus menunggu lama karena bus tersendat dengan kendaraan yang menerobos.

Daivi mengatakan akan terus menyosialisasikan aksi tersebut di seluruh halte. Bahkan, ia telah menyiapkan brosur yang akan dibagikan kepada seluruh penumpang bus transjakarta. "Makanya, saya butuh dukungan juga dari penumpang lainnya. Syukur-syukur Pemprov ikutan bantu sosialisasikan aksi ini," harap dia.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menyatakan mendukung gerakan 'Busway Kick' yang dilakukan Daivi. Menurut Jokowi, gerakan tersebut dianggap lebih efektif sebagai sanksi sosial bagi para penerobos busway ketimbang tilang.

"Ini semoga terus menerus gerakan ini. Maka akan ada tertib sosial, di masyarakat ini menjadi hukuman sosial. Kan dari awal saya jelaskan untuk selalu tertib hukum dan tertib sosial," Jokowi di Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu, (13/11/2013).

Jangan Jadi Komoditi

Denda yang melambung tinggi bagi penerobos busway, dinilai akan menimbulkan "lahan" baru bagi sebagian oknum petugas kepolisian. Sebab saat ini, masyarakat melihat aturan bukanlah sebagai norma yang harus dijalani tapi bagaimana agar dia terlepas dari jeratan itu.

"Jangan sampai jadi komoditi karena dendanya cukup besar," kata pengamat transportasi dari Universitas Indonesia Alvinsyah kepada Liputan6.com di Jakarta.

Aturan ini, lanjut Alvin, butuh konsistensi guna mengingatkan masyarakat perihal larangan itu. Memang tidak mudah karena perlu jumlah personel yang lebih banyak misalnya, agar aturan ini benar-benar tegas.

Meski begitu, Alvin sepakat bila memang kebijakan itu masih terdapat kekurangan sebaiknya jangan sungkan untuk diundur. "Diterapkan Januari pun tidak masalah. Di situ masyarakat juga masih bisa memberikan saran dan kritik terkait aturan ini," katanya.

"Kalau memang belum siap jangan dilakukan. Kalau belum siap diundur saja," tegas Alvin. (Ali)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya