Liputan6.com, Jakarta Hasil studi baru menunjukkan bahwa minum dua liter atau lebih per minggu minuman berpemanis buatan, setara dengan satu gelas soda ukuran sedang sehari, meningkatkan risiko detak jantung tidak teratur.
Kondisi yang disebut fibrilasi atrium sebesar 20% jika dibandingkan dengan orang yang tidak minum minuman berpemanis buatan.
Dikenal sebagai A-fib, fibrilasi atrium adalah kondisi dimana detak jantung menjadi tidak teratur yang sering ditandai dengan debaran pada jantung di dada.
Advertisement
Minum minuman dengan gula tambahan dalam jumlah yang sama meningkatkan risiko kondisi tersebut sebesar 10%.
Sementara minum sekitar empat ons jus murni tanpa pemanis, seperti jus jeruk atau jus sayuran, dikaitkan dengan risiko fibrilasi atrium 8% lebih rendah, demikian hasil penelitian tersebut.
"Ini adalah studi pertama yang melaporkan hubungan antara pemanis tanpa dan rendah kalori dan juga minuman yang dimaniskan dengan gula dengan peningkatan risiko fibrilasi atrium," kata Profesor emeritus ilmu gizi di Pennsylvania State University, Penny Kris-Etherton dikutip dari CNN, Kamis (4/4/2024).
Namun dia tidak terlibat dalam studi baru ini. Meskipun penelitian ini hanya dapat menunjukkan hubungan antara minuman manis dan A-fib, hubungan tersebut tetap ada setelah memperhitungkan kerentanan genetik terhadap kondisi tersebut.
Sebuah studi tahun 2017 menemukan orang dengan keturunan Eropa memiliki sekitar 22% risiko mewarisi kondisi tersebut.
"Kami masih membutuhkan lebih banyak penelitian tentang minuman ini untuk mengonfirmasi temuan ini dan untuk sepenuhnya memahami semua konsekuensi kesehatan pada penyakit jantung dan kondisi kesehatan lainnya," kata Kris-Etherton yang juga merupakan anggota komite nutrisi American Heart Association.
"Untuk saat ini, air putih adalah pilihan terbaik, dan, berdasarkan penelitian ini, minuman manis tanpa atau rendah kalori harus dibatasi atau dihindari," tambahnya.
Fibrilasi Atrium Berbahaya dan Terus Meningkat
Fibrilasi atrium adalah penyebab utama stroke di Amerika Serikat. Selain itu, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, stroke yang disebabkan dengan A-fib cenderung "lebih parah daripada stroke dengan penyebab lain".
Fibrilasi atrium juga dapat menyebabkan pembekuan darah, gagal jantung dan "dapat meningkatkan risiko serangan jantung, demensia, dan penyakit ginjal.” ujar profesor kedokteran di University of California, San Francisco School of Medicine dan kepala asosiasi kardiologi untuk penelitian di UCSF Health, Gregory Marcus.
Heart Rhythm Society, yang mewakili lebih dari 7.000 spesialis gangguan irama jantung dari lebih dari 90 negara, mencatat bahwa di antara dari hampir 40 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan fibrilasi atrium, 6 juta diantaranya berasal Amerika Serikat.
Banyak dari mereka yang menderita nyeri dada, jantung berdebar, sesak napas dan kelelahan. Namun bagi sebagian orang lainnya, A-fib tidak menunjukkan gejala, yang berpotensi menjadi “silent killer”.
Namun, setelah terdeteksi, kondisi ini dapat diobati dengan obat-obatan, perubahan gaya hidup dan jika perlu, operasi untuk memperlambat atau mengembalikan ritme normal jantung.
Angka fibrilasi atrium pada populasi AS terus meningkat. CDC memperkirakan sekitar 12 juta orang Amerika akan menderita fibrilasi atrium pada tahun 2030.
"Usia adalah salah satu faktor risiko yang paling penting, sehingga dengan bertambahnya usia, fibrilasi atrium menjadi lebih umum," kata Marcus.
Epidemi obesitas juga berkontribusi terhadap peningkatan jumlah penderita, bersama dengan faktor risiko lain seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit ginjal kronis, merokok dan minum alkohol.
"Penelitian sebelumnya telah menunjukkan konsumsi minuman ringan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko AF (atrial fibrilasi)," kata profesor emeritus nutrisi dan dietetik di King's College London, Tom Sanders. Dia tidak terlibat dalam studi baru ini.
"Risiko AF diketahui terkait dengan diabetes tipe 2, pesta minuman beralkohol, serta penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain" kata Sanders.
Advertisement
Kemungkinan 'Risiko Kesehatan Tambahan'
Penelitian yang diterbitkan pada hari Selasa di jurnal Circulation: Arrhythmia and Electrophysiology ini menganalisis data hampir 202.000 orang yang berpartisipasi dalam database biomedis besar yang disebut UK Biobank.
Diikuti selama rata-rata 10 tahun, orang-orang dalam analisis tersebut berusia antara 37 hingga 73 tahun, dan lebih dari separuhnya adalah perempuan.
Konsumen minuman berpemanis buatan yang lebih tinggi lebih cenderung berjenis kelamin perempuan, lebih muda, lebih gemuk, dan memiliki prevalensi diabetes tipe 2 yang lebih tinggi, demikian hasil penelitian tersebut.
Mereka yang minum lebih banyak minuman berpemanis lebih cenderung berjenis kelamin laki-laki, lebih muda, lebih berat badannya lebih banyak dan memiliki prevalensi penyakit jantung yang lebih tinggi.
Orang yang minum minuman berpemanis dan jus murni "cenderung memiliki asupan gula total yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang minum minuman berpemanis buatan," menurut pernyataan tersebut.
"Temuan penelitian kami tidak dapat menyimpulkan secara pasti bahwa satu minuman menimbulkan risiko kesehatan yang lebih besar daripada yang lain karena kompleksitas pola makan kita dan karena beberapa orang mungkin minum lebih dari satu jenis minuman," kata penulis utama penelitian yang juga merupakan seorang profesor di Rumah Sakit Rakyat Kesembilan Shanghai dan Fakultas Kedokteran Universitas Shanghai Jiao Tong di Shanghai, China, Dr. Ningjian Wang.
"Namun, berdasarkan temuan ini, kami merekomendasikan agar orang-orang mengurangi atau bahkan menghindari minuman yang dimaniskan secara artifisial dan berpemanis jika memungkinkan," kata Wang.
"Jangan anggap remeh dan berpikir minuman dengan pemanis buatan yang rendah gula dan rendah kalori itu sehat, karena itu justru dapat menimbulkan potensi risiko kesehatan," tambah dia.