Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah baru saja menyesuaikan tarif bea masuk impor atas sejumlah produk konsumsi. Mulai dari ikan, teh, kopi, pakaian dalam, kondom, kosmetik atau perlengkapan kecantikan, minuman beralkohol hingga kendaraan bermotor dengan besaran kenaikan yang beragam.
Peraturan ini ditandatangani oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro pada 8 Juli 2015, dan diundangkan 9 Juli 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly‎. Kenaikan tarif bea masuk impor ini efektif berlaku 14 hari setelah PMK diundangkan. Itu artinya, aturan ini mulai berlaku Kamis, 23 Juli 2015 lalu.
Khusus untuk kendaraan bermotor, mobil berstatus impor (CBU) akan terkena kenaikan tarif bea masuk 50 persen dari sebelumnya 40 persen. Hal ini tidak berlaku bila impor dilakukan dari negara yang sudah menjalin kerjasama dengan Indonesia, seperti AFTA, IJ-EPA dan sebagainya.
"Itu artinya 90 persen mobil yang masuk ke Indonesia (dari Thailand dan Jepang) tidak terkena penyesuaian itu," ujar Muhammad Al Abdullah, Presiden Direktur Garansindo.
Sementara impor dari Eropa dan Amerika makin tertekan."Penyesuaian ini akan membuat harga juga naik, paling tidak 10 persen," tambahnya saat ditemui Liputan6.com Senin (27/7) malam.
Lebih jauh, pria yang karib disapa Memet ini mencontohkan, PMK 132 ini membuat konsumen harus menambah biaya Rp 60 juta untuk mobil yang harganya Rp 600 juta. "Masalahnya, peraturan ini muncul tiba-tiba, bagaimana dengan mobil yang sudah di-order dan tinggal dikirim ke konsumen. Siapa yang mau bayar selisih harganya," ujarnya geram.
Sebagai informasi, Garansindo merupakan agen yang meniagakan sederet mobil asal Amerika dan Eropa, seperti Fiat, Alfa Romeo, Chrysler, Jeep, dan Dodge.
Memet berharap, pemerintah segera merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor.
"Untuk yang menyangkut kendaraan bermotor saya pikir tidak tepat sasaran. Mobil impor yang terkena dampak paling hanya 10 ribu unit setahun, kalau harga naik tentu penjualan juga menurun, tidak ada pemasukan juga."
(sts/gst)