Tidak Diatur Perpres, Bagaimana Skema Insentif Mobil Hybrid di Indonesia?

Pengembangan kendaraan LCEV sendiri juga perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi, antara lain terkait jarak tempuh, ukuran kendaraan dan bahan bakar yang digunakan

oleh Arief Aszhari diperbarui 06 Feb 2019, 17:03 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 17:03 WIB
mobil listrik
Toyota Prius Plug-in Hybrid (Liputan6.com/Yurike)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah masih menggodok Peraturan Presiden (Perpres) terkait Percepatan Program Kendaraan bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) untuk Transportasi Jalan.

Namun, sesuai dengan namanya, payung hukum ini hanya mengurusi perkembangan mobil listrik berbasis baterai, dan tidak untuk kendaraan ramah lingkungan lainnya, seperti mobil hybrid, plug-in hybrid, dan energi terbarukan lainnya.

Meskipun begitu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Harjanto menjelaskan jika pemerintah serius dalam mengembangkan kendaraan listrik karena memiliki target utama yang ingin dicapai, yakni ketahanan energi dan ramah lingkungan.

Selain itu, nantinya untuk mengatur kendaraan ramah lingkungan di luar mobil listrik, bakal tercantum dalam peraturan low carbon emission vehicle (LCEV).

Pengembangan kendaraan LCEV sendiri juga perlu disesuaikan dengan karakteristik teknologi, antara lain terkait jarak tempuh, ukuran kendaraan dan bahan bakar yang digunakan. Hal ini juga untuk mengatur mengenai skema insentifnya.

"Tentunya insentif ini disesuaikan dengan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan itu. Jadi, makin rendah emisinya, makin besar insentifnya," ujar Harjanto di kantor Kemenperin, beberapa waktu lalu.

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, pembobotan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) menjadi faktor pemberian fasilitas fiskal tersebut.

"Kami juga telah mengusulkan penurunan PPnBM kendaraan listrik dan terkait bea masuk, sehingga kendaraan listrik dapat lebih diperkenalkan dan diaplikasikan di Indonesia secara luas," tegasnya.

Pemerintah menilai, kendaraan bermotor listrik dapat mengurangi pemakaian BBM serta memangkas ketergantungan impor BBM. Ini berpotensi menghemat devisa kurang lebih Rp 798 triliun.

Selanjutnya

Selain itu, pengembangan kendaraan listrik sebagai salah satu komitmen pemerintah dalam upaya menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (CO2) sebesar 29 persen pada tahun 2030.

"Penurunan emisi bukan hanya tergantung kendaraannya,tapi juga dari sumber energi yang kita gunakan," ujarnya.

Sejalan target tersebut, pada peta jalan pengembangan industri otomotif nasional, populasi mobil listrik pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 20 persen atau sekitar 400.000 unit dari total produksi di dalam negeri yang sebesar dua juta unit. Pada tahun yang sama, populasi motor listrik dibidik sebanyak dua juta unit.

Selanjutnya, berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, Indonesia akan menjadi basis produksi kendaraan jenis Internal Combustion Engine (ICE) maupun Electrified Vehicle untuk pasar domestik hingga ekspor pada 2030.

Hal ini didukung oleh kemampuan industri nasional dalam memproduksi bahan baku, dan komponen utama serta optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilai industri tersebut.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya